Penggunaan AI dalam menyelesaikan tugas akademik juga meningkatkan risiko plagiarisme. Siswa mungkin tergoda untuk menyalin jawaban yang dihasilkan oleh AI tanpa memahami atau menganalisisnya terlebih dahulu. Ini tidak hanya merugikan proses belajar mereka tetapi juga dapat berakibat pada masalah etika dan integritas akademik.
Saat menggunakan AI, sering kali siswa tidak memberikan atribusi yang tepat kepada sumber asli. Mereka mungkin mengambil ide, kalimat, atau bahkan struktur tulisan dari AI tanpa menyebutkan dari mana informasi tersebut berasal. Hal ini melanggar etika akademik dan dapat dianggap sebagai tindakan plagiarisme.
Plagiarisme tidak hanya terbatas pada teks, tetapi juga dapat mencakup ide dan konsep. Siswa yang menggunakan AI untuk menghasilkan ide-ide penelitian atau penulisan mungkin tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang menyalin pemikiran orang lain tanpa memberikan kredit yang layak. Ini termasuk menyalin judul, metodologi, atau bahkan argumen tanpa pengakuan.
AI dapat mengurangi keterampilan literasi siswa. Dengan kemudahan akses informasi melalui AI, siswa mungkin lebih memilih menggunakan teknologi ini daripada membaca buku atau jurnal ilmiah. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan mereka dalam mengolah dan menganalisis informasi secara mendalam.
Dengan adanya AI, siswa mungkin kurang terbiasa untuk membaca secara aktif. Membaca aktif melibatkan pemahaman, analisis, dan evaluasi informasi. Jika siswa lebih sering menggunakan AI untuk mendapatkan informasi, mereka tidak berlatih keterampilan membaca yang penting, seperti menemukan inti sari, mengidentifikasi argumen, atau memahami konteks.
AI dapat membantu dalam menghasilkan teks atau menyusun kalimat. Namun, jika siswa terlalu bergantung pada AI untuk menulis esai atau laporan, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk berlatih menulis dengan baik. Kemampuan menulis melibatkan pengorganisasian ide, penggunaan tata bahasa yang tepat, dan penyampaian pesan secara jelas semua ini bisa terabaikan jika siswa tidak berlatih secara langsung.
Membaca dan menulis bukan hanya tentang memahami teks, ada juga elemen emosional di dalamnya. Ketika siswa terhubung dengan materi melalui pembacaan aktif atau penulisan kreatif, mereka mengalami proses pembelajaran yang lebih mendalam. Namun, jika mereka lebih sering menggunakan AI, keterlibatan emosional ini bisa hilang.
Sistem belajar yang menggunakan AI, seperti ChatGPT, dapat membuat siswa dan siswa tergantung pada jawaban-jawaban yang diberikan oleh mesin. Mereka mulai mengandalkan AI untuk menjawab soal-soal ujian dan tugas-tugas akademis. Hal ini membuat mereka kurang percaya diri dalam menyelesaikan masalah-masalah akademis sendiri karena mereka pikir jawaban pasti ada di sana.
Akibat ketergantungan pada AI, siswa dan siswa mulai kehilangan kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas akademis sendiri. Mereka merasa tidak mampu menyelesaikan soal-soal ujian tanpa bantuan AI, sehingga rasa percaya diri mereka turun. Hal ini tidak hanya berdampak pada masa kuliah atau sekolah mereka tapi juga pada kehidupan profesional mereka di masa depan.
Sering kali, siswa dan siswa hanya men copy paste jawaban dari Internet tanpa memeriksa validitas atau akurasinya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak lagi menganalisis sumber daya dan kebenaran jawaban, melainkan hanya mengandalkan isi teks yang ditemukan online. Konsep "copy paste" ini sangat merugikan karena mengabaikan hakikat belajar yang seharusnya melibatkan pemahaman mendalam dan kritikal.
Tapi tidak hanya siswa atau mahasiswa yang pakai AI yang terkena dampak buruk seperti yang dipaparkan diatas, lho. Yang tidak pakai juga kena dampak buruknya. Siswa atau mahasiswa yang tidak pakai AI dan berpikir sendiri kalah dengan siswa / mahasiswa yang buat PR atau skripsi pakai AI. Ini menyedihkan sekali kan ?