Mohon tunggu...
Dartim Ibnu Rushd
Dartim Ibnu Rushd Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sedang belajar menjadi seorang Penulis yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Panggung Sandiwara

9 Februari 2024   13:54 Diperbarui: 9 Februari 2024   14:00 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Secara psikologis, kita sebagai manusia dapat belajar dari orang lain untuk hidup lebih maju dan terinspirasi untuk berkembang (teori referensi). Maju dan berkembangnya keinginan manusia disebabkan karena adanya rasa penasaran. 

Rasa penasaran inilah yang menjadi kunci terbukanya (motivasi atau dorongan) ilmu pengetahuan. Sedangkan Ilmu pengetahuan ini adalah kunci dari kemajuan hidup yang beradab dan bermoral (moralitas keadaban).

Kemajuan hidup yang beradab adalah hidup yang teratur, terukur, berorientasi untuk kesejahteraan dan dapat menjalin harmonisasi dengan sesama. Selain itu, dapat hidup berharmoni dengan makhluk lainnya (lingkungan). Manusia adalah makhluk yang paling unggul dikarenakan memiliki potensi ilmu pengetahuan itu. Maka, tentu saja manusia memiliki peran dan pengaruh lebih banyak dalam kehidupan.

Ahmad Albar dalam lagunya berjudul “Panggung Sandiwara” mengilustrasikan bahwa kehidupan manusia bagaikan sedang bersandiwara. Jika bersandiwara maka harus mengikuti sutradara yang mengatur jalannya cerita. Sutradara dalam kehidupan itu adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Manusia adalah pemain (pemeran) dalam sandiwara ini. 

Apabila pemain itu menjalankan semua peran dan skenario atau petunjuk (arahan) dari sutradara, maka permainan (jalannya sandiwara) sesuai dengan apa yang diharapkan.

Jalan cerita sesuai dengan yang diharapan sutradara, pemainpun akan mendapatkan apresiasi yang baik dan tinggi dari para penggemar, penonton atau bahkan dari sutradaranya sendiri. Sudah pasti bonus yang besar akan menanti buat pemain itu. 

Namun sebaliknya, apabila pemain itu tidak mengikuti petunjuk dari sutradara maka jalan cerita menjadi berantakan, penonton kecewa, sutradarapun kecewa dan semua penggemar kecewa. Bukan bonus yang didapat, justru celaan dan hinaan yang didapatkan. Jalan ceritanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Belum lagi hukuman akan menanti buat pemain itu.

Demikian gambaran kehidupan manusia di dunia ini. Apabila jalan kehidupan sesuai dengan aturan Tuhan (Allah) sang sutradara, maka jalan cerita sesuai dengan skenarionya. Jika cerita telah selesai akan mendapatkan pujian dari para malaikat, makhluk yang lain dan Ia sendiri akan memberikan balasan yang baik berupa surga.

Namun sebaliknya, apabila manusia dalam menjalankan hidup ini semaunya sendiri (artinya hanya mengikuti hawa nafsunya saja), tidak taat dan patuh pada aturan Sang sutradara (Allah) maka manusia itu akan mendapatkan balasan kekecewaan dan kesedihan hingga akhirnya akan dibalas dengan dosa (hukuman) berupa neraka.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah dari mana kita mengetahui aturan-aturan main kehidupan itu? Agar kita tidak salah jalan atau peran. Selain itu agar mengetahui bahwa hidup ini mengikuti skenario dari sang sutradara (Allah).

Allah telah menurunkan kebenaran berupa informasi yang berisi petunjuk di dalam kitab-Nya (Al Quran). Selain itu disampaikan langsung oleh penyampai Risalahnya yaitu para Rasull (Hadits). Dari keduanya kita mengetahui beragam petunjuk hidup yang harus diperankan (dilakukan) dalam hidup di dunia ini. 

Perintah apa yang harus kita kerjakan dan larangan apa yang harus kita tinggalkan. Semua ada pada keduanya. Tapi untuk dapat mengetahui perintah dan larangan itu secara tepat membutuhkan peran akal agar mampu menyatakan kebenaran yang sebenarnya (sejati). 

Sedangkan akal harus senantiasa mendapatkan asupan berupa ilmu, pengetahuan, wawasan, penalaran, kritikan, saran dan ditambah lagi rasa penasaran yang tinggi untuk mengetahui kebenaran yang sebenar-benarnya. 

Akal bisa mempertimbangkan kebudayaan yang baik dan termasuk mengetahui bagaimana memajukannya. Menilai baik dan buruk dari pertimbangan akal (rasionalitas). Menakar benar dan salah juga dari akal. Akal adalah landasan manusia berkebudayaan dan berkemajuan.  

Dengan demikian, dalam menjalankan dinamika dan lika-liku kehidupan di dunia ini, manusia harus berjalan dengan baik mengikuti aturan yang benar. Karena aturan itu juga untuk kebaikan bagi manusia itu sendiri. Aturan apabila ditegakan secara bersama-sama oleh seluruh makhluk yang namanya manusia maka manusia itu menjadi manusia yang berkeadaban (humanity and morality).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun