JURNAL MINGGU KE -- 24 Refleksi CGP di Modul 3.3 Program Berpihak pada Murid
Oleh : Darsono - SMK Negeri 6 Surakarta
Tidak terlalu terasa dan semua berjalan mulus seperti biasa kita telah memasuki akhir sesi yakni Modul 3.3 tepatnya Jurnal Minggu ke-24 setelah ini tidak ada jurnal mingguan lagi. Oleh karena itu, pertama saya mengucapkan syukur pada Allah SWT telah diberikan sehat untuk saya dan keluarga, diberi sempat untuk kami dan diberi hidayah untuk kami menetapi agama yang Hag agama yang lurus menuju surga selamat dari neraka.
Di sisa waktu ini ijinkan saya berbagi pada aksi Modul 3.3 kali ini menggunakan Model 5 meliputi : Connection, challenge, concept, change (4C) Model ini dikembangkan oleh Ritchhart, Church dan Morrison (2011). Mdel ini cocok untuk digunakan dalam merefleksikan materi pembelajaran.
Connection:
Fenomena pendidikan guru penggerak merupakan pendidikan dan pelatihan yang benar-benar fresh, baru terbarukan sekaligus menambah asupan baterai filosofi pendidikan yang selama ini hilang atau tertutupi oleh target kurikulum, kompetensi, capaian-capaian yang sangat ketat. Oleh karena itu dalam pendidikan guru penggerak ini hal yang penting adalah proses menuntun yang dilakukan guru untuk memerdekakan belajar murid akan cepat terrealisasi dengan program-program sekolah yang berdampak pada murid. Program-program sekolah yang mengarahkan dan menuntun murid untuk bisa hidup sesuai kodrat alam dan zamannya. Maka dari itu segala potensi yang dimiliki murid akan berkembang optimal dengan program yang berpihak pada dirinya.
Terkait dengan pendekatan inkuiri apresiatif maka dalam menyusun program sekolah akan merancang program yang dirasakan dampaknya pada pengembangan murid dan sekolah sebagai wadah, media, tempat pendampingan melalui menggali pertanyaan BAGJA / IA program disusun dan diimplementasikan secara matang dan tepat dengan kolaboratif memanfaatkan kekuatan sekolah pada aset dan aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid program sekolah dapat dijalankan dengan baik.
Sudah barang tentu karena filosofi belajar dari siswa, untuk siswa oleh siswa maka segala aset/kekuatan/potensi yang dimiliki sekolah haruslah dipetakan, dikelola, dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk mendukung mewujudkan program yang berdampak pada murid yang selaras dengan visi misi serta tujuan sekolah sehigga terwujud Profil Pelajar Pancasila dengan karakter ke-Indonesiaan.
Challenge
Selama proses pendidikan di Calon Guru Penggerak (CGP) angkatan 4, tantangan yang saya hadapi ada beberapa hal yakni 1) saya seorang diri yang menjadi peserta CGP sehingga agak kesulitan dalam implementasi aksi nyata, kurang dukungan teman sejawat karena mungkin dirasa sebagai kepentingan pribadi bukan kepentingan sekolah 2) saya bukan guru yang memegang jabatan unit kerja baik perpus, wali kelas, wakil kepala sekolah atau lainnya, sehingga mengalami kesulitan dalam pengimbasan tugas-tugas CGP ke guru maupun ke sekolah 3) Saya kesulitan dalam menerapkan program CGP ditingkat sekolah, yang hanya saya lakukan adalah implementasi ke kelas kecil saya.Â
4) adapun penerapan program CGP di skala besar (sekolah) saya meminta bantuan atasan/wakil kepala sekolah atau lainnya dengan cara konsolidasi, konsultasi dan kolaborasi walau terkesan menebeng pekerjaan/proyek ketua unit kerja. Inilah tantangan serius sebagai calon guru penggerak yang ada pada diri saya. Adapun solusinya adalah saya tetep semangat berjuang, mengimbas minimal dialog, ngobrol dengan teman dekat, sebisanya, bercerita hal-hal yang positif kepada mereka tentang metode, cara, teknik yang tepat mengatasi murid, serta sedikit-dikit mengibas ilmu ice breaking, STOP, restitusi, coaching dan lain-lain.
Saya menebeng kegiatan-kegiatan sekolah yang telah atau sedang berjalan dengan kolaborasi serta konsultasi untuk menambah dan memberi bumbu-bumbu PGP agar program bisa dijadikan aksi nyata yang layak sebagai tugas CGP. Seperti pada sesi terakhir ini ada tugas student agency melalui program bertajuk Gelar Pentas Lintas Budaya yang diadakan oleh OSIS hasil konsultasi, diskusi dan usulan murni dari murid kepada Waka Kesiswaan dan saya membantu mengawalnya.
Concept
Setahap demi setahap saya mulai mampu mengubah paradigma belajar mengajar sejak menjadi peserta CGP angkatan 4. Cara pandang, cara memperlakukan murid, cara mengajar, mendidik, mendampingi, membimbing siswa kian berubah. Melalui pendampingan, coaching, restitusi, ice breaking, teknik STOP, program BAGJA serta gali potensi aset 7 yang sangat detail menggali suara, pilihan dan kepemilikan murid hingga mampu mengubah mindset saya dalam menghadapi masalah murid.
Saya menyediakan waktu dengan sabar melayani murid yang remidi karena nilai raportnya minim serta memfasilitasi mereka untuk menentukan pilihan dalam mengambil program kerja atau kuliah, memberi solusi pilihan jurusan perguruan tinggi.Â
Mampu mengcoaching murid sat mereka kesulitan belajar dengan bahasa kemitraan yang lembut, sopan, kebapak-an serta tidak membuat murid takut dan nyaman. Jika selama ini saya mengajar berdasarkan rancangan tanpa melibatkan murid dan tak pernah melihat mendengarkan harapan, keinginan, kebutuhan, profil dan minat murid setelah PGP mencoba memberi mereka kesempatan dengan membuka dialog kesepakatan kelas, melakukan ice breaking agar kelas tidak tegang serta mengistirahatkan murid jika situasi nampak lelah.Â
Ada kalanya saya membebaskan murid mendengarkan musik menggunakan headset saat mengerjakan tugas proyek agar nyaman namun tugas tetap beres dikerjakan dengan demikian ada rasa kepemilikan mereka atas proses belajar meningkat.
Change
Diakui sajalah, bahwa dalam proses belajar mengajar sebelum menjadi peserta CGP saya cenderung mengajar dengan cara konvensional, walaupun tidak terlalu konvensional banget sesungguhnya saya sudah menerapkan pendekatan belajar berbasis proyek, penugasan mandiri, penugasan kelompok, proyek portofolio berbasis perbedaan karya. Namun bagi saya itu masih konvensional, karena saya cenderung menyuruh, memaksakan, memasang target belajar, target waktu tanpa memperhitungkan suara, pilihan dan kepemilikan murid. Saat itu saya sebagai guru nyaris merasa paling pinter, paling benar dan paling skill, padahal kita hanya pinter karena belajar tadi malam untuk mengajar pagi hari.
Saya mendaftar Calon Guru Penggerak Angkatan 4 lewat SIMPKB dan diterima dari proses tahap seleksi administrasi, tes scholastik1-2, simulasi dan wawancara, saya disadarkan bahwa proses belajar mengajar selama ini yang saya lakukan tidak layak lagi, tidak relevan lagi dan sudah ketinggalan jaman.Â
Terpantau banyak murid yang kurang suka hadirnya guru di kelas, bahagia banget jika guru tidak ada di kelasnya, bahkan beberapa diantaranya jika ada murid yang menyetorkan tugas lebih awal akan dibully dimusuhi oleh kawan-kawannya karena mereka jengkel dan tidak mau dipaksa mengerjakan tugas-tugas guru yang berat.Â
Entahlah ini fenomena apa ? kok ada murid yang diminta mengerjakan tugas tidak mau sedang mereka difasilitasi komputer canggih, internet yang cukup tinggal mengerjakan se tahap demi se tahap mereka menolak saat itu. Mungkin karena gurunya kurang nyaman bagi mereka, gurunya terlalu keras pada muridnya membuat murid tidak betah di kelas, inginnya di luar kelas. Â Baginya mungkin sekolah serasa di penjara, begitu masuk kelas serasa males begitu pulang dan libur sekolah bahagianya sangat nampak.
Saat itu, saya tahu konsep kebutuhan murid, tahu minat murid, tahu profil murid, tahu tujuan murid ke mana.. Saat itu saya sepakat bahwa murid SMK tujuan utamanya adalah bekerja, sehingga kebutuhan murid adalah ketrampilan untuk bekerja dilengkapi dengan etika, kode etik dan SOP dalam bekerja. Namun saya tidak tahu bagaimana menerapkannya baik di kelas maupun di sekolah.
Daftar Pustaka :
https://kumparan.com/purbahermanto/pengelolaan-program-yang-berdampak-pada-murid-1yG0mRcMDhc/3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H