Saya menebeng kegiatan-kegiatan sekolah yang telah atau sedang berjalan dengan kolaborasi serta konsultasi untuk menambah dan memberi bumbu-bumbu PGP agar program bisa dijadikan aksi nyata yang layak sebagai tugas CGP. Seperti pada sesi terakhir ini ada tugas student agency melalui program bertajuk Gelar Pentas Lintas Budaya yang diadakan oleh OSIS hasil konsultasi, diskusi dan usulan murni dari murid kepada Waka Kesiswaan dan saya membantu mengawalnya.
Concept
Setahap demi setahap saya mulai mampu mengubah paradigma belajar mengajar sejak menjadi peserta CGP angkatan 4. Cara pandang, cara memperlakukan murid, cara mengajar, mendidik, mendampingi, membimbing siswa kian berubah. Melalui pendampingan, coaching, restitusi, ice breaking, teknik STOP, program BAGJA serta gali potensi aset 7 yang sangat detail menggali suara, pilihan dan kepemilikan murid hingga mampu mengubah mindset saya dalam menghadapi masalah murid.
Saya menyediakan waktu dengan sabar melayani murid yang remidi karena nilai raportnya minim serta memfasilitasi mereka untuk menentukan pilihan dalam mengambil program kerja atau kuliah, memberi solusi pilihan jurusan perguruan tinggi.Â
Mampu mengcoaching murid sat mereka kesulitan belajar dengan bahasa kemitraan yang lembut, sopan, kebapak-an serta tidak membuat murid takut dan nyaman. Jika selama ini saya mengajar berdasarkan rancangan tanpa melibatkan murid dan tak pernah melihat mendengarkan harapan, keinginan, kebutuhan, profil dan minat murid setelah PGP mencoba memberi mereka kesempatan dengan membuka dialog kesepakatan kelas, melakukan ice breaking agar kelas tidak tegang serta mengistirahatkan murid jika situasi nampak lelah.Â
Ada kalanya saya membebaskan murid mendengarkan musik menggunakan headset saat mengerjakan tugas proyek agar nyaman namun tugas tetap beres dikerjakan dengan demikian ada rasa kepemilikan mereka atas proses belajar meningkat.
Change
Diakui sajalah, bahwa dalam proses belajar mengajar sebelum menjadi peserta CGP saya cenderung mengajar dengan cara konvensional, walaupun tidak terlalu konvensional banget sesungguhnya saya sudah menerapkan pendekatan belajar berbasis proyek, penugasan mandiri, penugasan kelompok, proyek portofolio berbasis perbedaan karya. Namun bagi saya itu masih konvensional, karena saya cenderung menyuruh, memaksakan, memasang target belajar, target waktu tanpa memperhitungkan suara, pilihan dan kepemilikan murid. Saat itu saya sebagai guru nyaris merasa paling pinter, paling benar dan paling skill, padahal kita hanya pinter karena belajar tadi malam untuk mengajar pagi hari.
Saya mendaftar Calon Guru Penggerak Angkatan 4 lewat SIMPKB dan diterima dari proses tahap seleksi administrasi, tes scholastik1-2, simulasi dan wawancara, saya disadarkan bahwa proses belajar mengajar selama ini yang saya lakukan tidak layak lagi, tidak relevan lagi dan sudah ketinggalan jaman.Â
Terpantau banyak murid yang kurang suka hadirnya guru di kelas, bahagia banget jika guru tidak ada di kelasnya, bahkan beberapa diantaranya jika ada murid yang menyetorkan tugas lebih awal akan dibully dimusuhi oleh kawan-kawannya karena mereka jengkel dan tidak mau dipaksa mengerjakan tugas-tugas guru yang berat.Â
Entahlah ini fenomena apa ? kok ada murid yang diminta mengerjakan tugas tidak mau sedang mereka difasilitasi komputer canggih, internet yang cukup tinggal mengerjakan se tahap demi se tahap mereka menolak saat itu. Mungkin karena gurunya kurang nyaman bagi mereka, gurunya terlalu keras pada muridnya membuat murid tidak betah di kelas, inginnya di luar kelas. Â Baginya mungkin sekolah serasa di penjara, begitu masuk kelas serasa males begitu pulang dan libur sekolah bahagianya sangat nampak.