Penerapan Modul 1.4 dengan Modul 3.2 adalah mengelola sumber daya aset sekolah untuk mengkondisikan budaya positif, mewujudkan budaya baru yang bisa berguna kelak untuk masa depan mereka. Budaya positif meliputi 5 S (Sopan, Santun, Senyum Sapa Salam) dan menerapkan budaya Industri (Just in Time), 4-As Gembrot (Kerja Keras, Cerdas, Tuntas, Ikhlas) dan Gembira berbobot merupakan budaya yang dibangun sekolah. Dalam mengelola sumber daya sebagaai aset penting biotik maupun abiotik maka seluruh warga sekolah menjalankan fungsinya sebagai guru dengan datang tepat waktu, mengajar penuh suka cita dan gembira serta mampu memetakan potensi baik dari dalam maupun dari luar sekolah untuk menemukenali siswa dan mengambil strategi pemanfaatan dalam meningkatkan prestasi belajar.
Kodrat (Modul 2.1 Memenuhi Kebutuhan Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi): Menyadari setiap anak dilahirkan dalam kodrat yang berbeda-beda, dan perbedaan itu sendiri adalah aset yang memperkaya keragaman, maka pembelajaran berdiferensiasi menjadi solusi terbaik untuk memfasilitasi dan menyatukan keragaman dalam bingkai merdeka belajar. Pembelajaran yang menyenangkan siswa dan guru melalui ice breaking, teknik STOP, serta KBM berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional dapat diterapkan sebagai selingan KBM di kelas agar siswa tidak bosan dan bisa lebih fokus dalam belajar. Ice breaking juga bermanfaat untuk meningkatkan kolaborasi, kerjasama antar teman dan sportivitas. Dalam konteks Modul 3.2 Mengelola aset guru menemukan aset siswa yang berpotensi berkembang baik seni, kreativitas, kecerdasan, minat bakat, kebutuhannya serta profilnya yang dipetakan sedemikian rupa sehingga dapat diambil strategi peningkatan pemanfaatan yang tepat untuk dieksekusi seorang pengambil keputusan.
Keselamatan (2.2 Pembelajaran Sosial Emosional): Pembelajaran sosial emosional diperlukan agar semua warga sekolah memiliki kemampuan untuk berempati, memiliki kesadaran diri, dan pengelolaan diri yang baik untuk mengantarkan murid, guru, dan semua warga sekolah mencapai keselamatan dan kebahagiaan (wellbeing) dapat tercapai dengan pembelajaran Sosial Emosional. Pembelajan sosial dan emosional bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), Pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan membangun relasi dan pengembilan keputusan yang bertanggung jawab.
Dalam penerapan KSE (Kompetensi  Sosial Emosional) secara spesifik dan eksplisit meliputi mengajar dengan mengintegrasikan KSE ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid. Mengubah kebijakan dan ekspektasi terhadap murid. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan. Adapun pendekatan KSE yang digunakan bermacam-macam, seperti pendekatan SEL (Sequential/ berurutan, active / aktif, focuced/ fokus, Explicit.
Kaitan KSE dengan Modul 3.2 adalah bahwa fokus belajar pada kompetensi sosial emosional dan Modul 3.2 memantapkan lagi dengan pemetaan, pengelolaan aset (7 Modal) salah satunya adalah modal Sosial. Modal Sosial ini yang dikelola pemimpin pengelola aset berupa budaya, toleransi, kondisi sosial ekonomi masyarakat. Potensi yang ada di sekitaran sekolah seperti potensi kelurahan, kecamatan dan kota/kab merupakan kekuatan tambahan untuk sekolah yang patut diperhitungkan guna meningkatkan kemajuan sekolah. Melalui pendekatan, kolaborasi baik di tingkat kelurahan, kecamatan atau kota/kab dengan kerjasama di berbagai bidang dalam wadah komunitas praktisi seperti rapat tahunan, rapat komite, rapat antar lintas sektoral untuk membicarakan sesuatu hal yang berhubungan dengan guru dan siswa menjadi sangat berguna bagi sekolah. Kegiatan bisa berupa menjaga kebersihan lingkungan sekolah, edukasi buang sampah yang pada tempatnya pun berkenaan dengan kegiatan budaya, seni dan keagamaan yang bisa disinkronkan dengan kegiatan sekolah.
Menuntun (2.3 Coaching): Praktek coaching dilakukan untuk menuntun kekuatan kodrat agar murid, guru, dan semua warga sekolah dapat meningkatkan potensinya. Kegiatan coaching akan mampu menemukan jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi, mereka juga akan dapat menentukan tujuan yang diharapkan. Mereka didampingi, dituntun untuk menemukan solusi masalah sendiri secara tepat sehingga potensi diri siswa pada problem solving dapat ditumbuhkembangkan. Melalui pendekatan TIRTA coaching bisa diterapkan pada guru, siswa, orang tua dan stockholder sekolah sehingga hambatan-hambatan komunikasi dapat diatasi yakni :
- Menjadi pendengar yang baik
- Menjadi pembicara yang efektif
- Menjadi pembaca yang baik
- Menjadi pembelajar yang baik dan
- Menjadi pembimbing yang baik.
Adalah cara cerdas memberikan solusi agar pemimpin pengelolaan aset mengatasi hambatan komunikasi (Husei Usman (2009-428-429)
Modul 2.3 berkaitan dengan modul 3.2 adalah siswa sebagai aset sekolah yang patut dijaga dan dikembangkan potensinya memiliki kemerdekaan untuk menentukan sikap dan tindakan lewat pikirannya sendiri, lewat cara-cara sendiri yang konstruktif. Melalui pemetaan aset siswa dapat dikenali masalah yang dihadapi dan dapat didampingi untuk memperoleh solusi. Inilah pentingnya pengelolaan aset/modal manusia dimana keberpihakan sekolah dengan pengakuan bahwa diri siswa adalah pribadi yang merdeka tetap perlu bimbingan, pendampingan, penuntunan agar selamat hingga berhasil sebagaimana yang dicita-citakan.
Maksud Pendidikan (3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran): Kemampuan seorang pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi pencapaian tujuan maksud pendidikan. Sebab dalam perjalanannya akan berhadapan dengan situasi dilema etika maupun bujukan moral. Dengan pengetahuan pengambilan keputusan yang baik, maka seorang pemimpin pembelajaran akan mampu menyelesaikan masalah dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah-langkah pengambilan keputusan. Dengan demikian pemimpin dapat melakukan pemetaan aset dengan tepat dan dapat diberdayakan secara optimal.
Kaitan dengan modul 3.2 adalah fenomena yang menarik bahwa pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran didasari atas pemetaan aset/modal sekolah (7 Modal) yang mengunakan pendekatan konstruktif melalui pendekatan komunitas berbasis aset (PKBA) artinya melihat aset/modal dari sudut pandang positif bukan sudut pandang negatif, sehingga seorang pemimpin dalam mengambil keputusan bukan hanya menemukan masalah lalu mengatasinya tetapi menggali potensi untuk dikembangkan lebih dalam. Pola membuat pertanyaan pun dikelola yang biasanya ada masalah apa ? kenapa masalah ini terjadi ? Bagaimana sebelum kasus ini terjadi ? dan seterusnya. Pertanyaan pengelolaan aset berbasis PKBA berubah menjadi “ Apa yang sudah dikerjakan ? seberapa besar potensinya ? bagaimana mengembangkan lebih jauh lagi ? Bagaimana bila ditambah personil sehingga bisa semakin kuat dan daya dorongnya tinggi ? dan seterusnya.
Kekuatan (3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya): Kemampuan seorang pemimpin pembelajaran dalam mengelola 7 aset/ modal utama di daerah/ sekolahnya adalah sebuah kekuatan untuk pencapaian tujuan pendidikan yakni mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (wellbeing). Aset itu meliputi modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan alam, modal politik, modal finansial dan modal agama dan budaya. Ketujuh modal ini dilakukan pemetaan aset menggunakan pendekatan komunitas berbasis aset (PKBA) secara tepat sehingga dapat memiliki daya dukung untuk meningkatkan potensi sekolah dengan dikerjakan penuh konsisten dan tanggung jawab memetakan 7 aset itu dapat diyakini mampu menopang peningkatan pembelajaran siswa yang menyenangkan, terbimbing, terpetakan dan berpihak sehingga tujuan mulai Profil Pelajar Pancasila bisa tercapai, Visi misi sekolah tercapai, siswa berhasil, bahagia, selamat dunia akhirat.