Mohon tunggu...
Darrel Rondo
Darrel Rondo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - CC'26

saya senang berpikir tentang berpikir dan juga tidur siang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apakah Agama Menghalangi Kemampuan Berpikir?

21 Maret 2024   18:49 Diperbarui: 21 Maret 2024   19:23 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemampuan mendeterritorialisasi inilah yang membuat manusia mampu melihat tak hanya melalui satu sudut pandang saja (dalam konteks artikel ini sudut pandang agama saja). Namun, manusia akan menjadi sensitif terhadap rangsangan wangi perspektif lain yang berpotensi mengaktualisasikan sesuatu hal yang baru. Kebebasan kita miliki sebagai manusia tetapi kebebasan tersebut datang bersamaan dengan tanggung jawab. Apabila secara sengaja kita menolak keluar dari kerangka pikir dan lensa pribadi, berbagai masalah sosial dapat timbul yang melibatkan diri kita. Hal ini dikarenakan kita telah secara tidak langsung mendiskriminasi pandangan orang lain yang berbeda.

Do not ask who I am and do not ask me to remain the same.
-Michel Foucault

Mengingat bahwa dunia yang kita tinggali semakin terkoneksi dan kompleks, kemungkinan lahirnya sesuatu hal (budaya, ilmu, agama, opini, dsb.) yang benar-benar baru menjadi tak terelakkan. Sifat manusia kontemporer kini harus dinamis dan siap mengubah dirinya secara konstan. Identitas cenderung mengikat individu dengan territorialisasi yang ketat sehingga pada esensinya harus identitas selalu berubah, bahkan tak wajib dimiliki. 

Seorang freethinker itu sendiri mungkin juga lebih baik menolak atribusi julukan tersebut kalau memang ia ingin berpikir secara bebas agar ia tidak mandek dalam identitas freethinker itu. Bisa saja ia di kemudian hari menemukan suatu identitas yang lebih novel dan hinggap dalam teritori identitas tersebut, lalu pergi mengembarai teritori lain di esok hari.

Sebagai kesimpulan, saya berani katakan bahwa agama tidaklah menjadi penghalang kalau kita mampu keluar dari ranah paradigma agama untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru. Kalau kita katakan agama itu suatu rintangan berpikir, sains normal juga harus kita secara sebut sebagai halangan yang sama. Keduanya adalah teritori yang menjelaskan realitas dengan batasan-batasan khas masing-masing. Kemampuan kita untuk keluar dari berbagai teritorilah yang penting untuk diasah dan diperhatikan jika kita ingin mampu berpikir secara luas serta bebas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun