Kemampuan mendeterritorialisasi inilah yang membuat manusia mampu melihat tak hanya melalui satu sudut pandang saja (dalam konteks artikel ini sudut pandang agama saja). Namun, manusia akan menjadi sensitif terhadap rangsangan wangi perspektif lain yang berpotensi mengaktualisasikan sesuatu hal yang baru. Kebebasan kita miliki sebagai manusia tetapi kebebasan tersebut datang bersamaan dengan tanggung jawab. Apabila secara sengaja kita menolak keluar dari kerangka pikir dan lensa pribadi, berbagai masalah sosial dapat timbul yang melibatkan diri kita. Hal ini dikarenakan kita telah secara tidak langsung mendiskriminasi pandangan orang lain yang berbeda.
Do not ask who I am and do not ask me to remain the same.
-Michel Foucault
Mengingat bahwa dunia yang kita tinggali semakin terkoneksi dan kompleks, kemungkinan lahirnya sesuatu hal (budaya, ilmu, agama, opini, dsb.) yang benar-benar baru menjadi tak terelakkan. Sifat manusia kontemporer kini harus dinamis dan siap mengubah dirinya secara konstan. Identitas cenderung mengikat individu dengan territorialisasi yang ketat sehingga pada esensinya harus identitas selalu berubah, bahkan tak wajib dimiliki.Â
Seorang freethinker itu sendiri mungkin juga lebih baik menolak atribusi julukan tersebut kalau memang ia ingin berpikir secara bebas agar ia tidak mandek dalam identitas freethinker itu. Bisa saja ia di kemudian hari menemukan suatu identitas yang lebih novel dan hinggap dalam teritori identitas tersebut, lalu pergi mengembarai teritori lain di esok hari.
Sebagai kesimpulan, saya berani katakan bahwa agama tidaklah menjadi penghalang kalau kita mampu keluar dari ranah paradigma agama untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru. Kalau kita katakan agama itu suatu rintangan berpikir, sains normal juga harus kita secara sebut sebagai halangan yang sama. Keduanya adalah teritori yang menjelaskan realitas dengan batasan-batasan khas masing-masing. Kemampuan kita untuk keluar dari berbagai teritorilah yang penting untuk diasah dan diperhatikan jika kita ingin mampu berpikir secara luas serta bebas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H