Kelompok Tani Hutan yang disingkat dengan KTH adalah sekumpulan orang yang secara bersama-sama berhimpun untuk membentuk organisasi yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan petani anggotanya yang dilakukan dengan cara mengelola kawasan hutan, baik hutan negara, hutan adat atau hutan rakyat.
Namun dalam perjalanannya kelompok Tani Hutan ini mengalami banyak dinamika baik karena faktor internal maupun eksternal. Â
Tidak jarang Penyuluh kehutanan atau pendamping perhutanan sosial di tingkat tapak yang merupakan pembina KTH menemui kondisi KTH yang lesu, tidak bersemangat dengan pengurus dan anggota yang merasa pengin berhenti saja dan tidak mau lagi berorganisasi. Pertemuan kelompok tidak lagi dilakukan, kalo ditanya alasannya untuk apa lagi pertemuan, anggota saja cuek. Ini merupakan salah satu contoh saja tentang kondisi suatu KTH.
Penyuluh kehutanan dan pendamping perlu mempelajari dan mengamati tentang beberapa hal yang dapat menyebabkan kelesuan organisasi KTH yaitu antara lain:
1. Faktor InternalÂ
   a.  Organisasi KTH terbentuk tidak melalui proses yang utuh, dimana selayaknya organisasi yang terbentuk dari keinginan para anggotanya.
   b.  Aturan organisasi (AD/ART)  yang tidak jelas mengatur organisasi.
   c.  Kepengurusan yang tidak kompak. Pengurus tidak dapat memimpin Anggota dengan baik karena masing-masing berjalan sendiri.Â
   d.  Belum adanya daya tarik baik dari sesuatu yang bersifat materi atau non materi. Daya tarik materi antara lain insentif pengurus, sisa hasil usaha kelompok dan lainnya.
   e.  Kurangnya kapasitas sumber daya manusia terutama dari pengurus. Tidak jarang pengurus adalah orang yang pendidikan masih kurang dan belum berpengalaman.
2. Â Faktor eksternalÂ
   a.  Tidak adanya dukungan dari pihak-pihak pemangku kepentingan. Misalnya pembinaan dari instansi kehutanan atau yang lain.
   b.  Adanya tekanan atau hal-hal yang merusak organisasi Kelompok Tani Hutan.
Hal- hal tersebut di atas yang dapat menyebabkan Kelompok Tani Hutan terancam lesu bahkan bubar. Â Pengurus akan merasa untuk apa lagi berorganisasi, dan bahkan merasa bahwa KTH itu tidak ada gunanya bagi mereka.Â
Menghadapi kondisi kelompok tani hutan yang lesu, seorang penyuluh kehutanan atau pendamping mesti segera melakukan identifikasi kondisi dengan mencari penyebabnya. Â Selanjutnya diadakan perbaikan berdasarkan kondisi penyebabnya.
Bila penyebab kelesuan organisasi KTH adalah kondisi pengurus yang tidak bisa menjalankan organisasi maka perlu dilakukan reorganisasi. Â Bila penyebabnya adalah kapasitas SDM yang rendah dapat dilakukan peningkatan kapasitas. Â Namun bila ditemukan penyebabnya adalah faktor lain seperti insentif pengurus maka perlu segera ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan pengelolaan keuangan KTH.
Keuangan KTH seringkali tidak dikelola dengan baik, lebih-lebih belum disusun Aturan Kelompok yang berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Â Bila KTH tergabung dalam Gapoktan maka Kondisinya akan lebih kompleks.
Suatu KTH perlu melakukan berbagai kegiatan agar menarik bagi pengurus maupun anggota.  Kegiatan itu antara lain kegiatan usaha kelompok (KUPS), atau kegiatan peningkatan kapasitas. Kegiatan usaha kelompok memang suatu hal yang sulit, disamping karena perlu jiwa bisnis, diperlukan juga modal usaha dan kepercayaan anggota. Lebih-lebih dalam situasi pandemi.
Adanya usaha kelompok yang berjalan baik akan menarik dan pengurus akan termotivasi untuk melakukan berbagai terobosan yang berguna untuk Kemajuan KTH. Usaha kelompok ini dapat berbentuk pengolahan hasil hutan, penjualan hasil hutan, jasa usaha pengolahan hasil hutan, simpan pinjam, pembibitan dan lain-lain.
Pengurus dan anggota yang memiliki semangat berorganisasi  akan mampu memberikan dorongan untuk mengelola organisasi KTH sehingga kesejahteraan anggota sebagai tujuan dibentuknya KTH, akan lebih cepat terwujud.  Kemandirian dan kemajuan KTH akan segera dirasakan. Perhutanan sosial dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat akan terwujud.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI