Mohon tunggu...
Darmayasa Darma
Darmayasa Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Lahir di Ubud, Bali, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama itu Sederhana dan Membahagiakan

27 Maret 2020   02:04 Diperbarui: 27 Maret 2020   01:57 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ryat dharma-sarvasva

                                    rutv cpyavadhryatm

tmana pratiklni

                                    Pare na samcaret

                                                            (Padma Pura i 19.358)

 "Seandainya seluruh ajaran Dharma dapat disampaikan dalam beberapa kata saja, maka Dharma adalah bahwa segala yang tidak menyenangkan diri sendiri, janganlah lakukan hal itu pada orang lain."

Kita mengikuti jalan indah Vaidika Santana Dharma, jalan kekal abadi Veda. Veda merupakan panduan dan "tongkat komando" penitian hidup material dan spiritual. Dengan demikian, kita dinamakan Vaidika Santan, penganut ajaran kekal abadi Veda, atau Santana Dharm, pengikut ajaran Dharma yang kekal abadi tanpa awal dan tanpa akhir.

Dharma sering diterjemahkan sebagai agama (religion). Akan tetapi, walaupun menunjukkan terjemahan benar, namun dharma tidak menunjuk (hanya) agama, khususnya agama seperti yang ada zaman sekarang ini, yang sangat nyata terlihat "pengkotak-kotakan" umat manusia, tanpa semua menyadarinya. Dharma mengandung pengertian sangat tinggi, mulia, maha luas, serta berlawanan arah sama sekali dengan terjemahan dharma yang terkesan "pengkotak-kotakan" umat mannusia.

Dalam bahasa Sanskerta, dharma berasal dari akar kata Dh (dhtu), yang berarti, segala yang menyangga alam dan perputaran dunia ini dalam segala hal, itulah dharma (dhrat dharmam ity hu). Segala tingkah laku, tata cara, pengetahuan dan lain-lain yang memberikan kesejahteraan serta kebahagiaan lahir batin, material dan spiritual, semua itu dinamakan dharma. 

Pengajegan melalui pelaksanaan dharma seperti itu akan memberikan  hidup tenang, damai dan sejahtera kepada setiap insan di dunia. Ia tidak hanya menjadi bekal selama hidup di alam material ini melainkan juga setelah meninggalkan badan jasmani (yato'bhyudaya nihreyasa siddhi sa dharma).

loka di atas menyimpulkan, jikalau dharma dapat disampaikan dengan cara sangat sederhana dalam kalimat pendek maka dharma berarti tmana pratiklni pare na samcaret - segala yang tidak menyenangkan diri sendiri, janganlah lakukan hal itu pada orang lain. 

Ukuran dharma adalah apa yang menyenangkan, menyejahterakan diri dan membahagiakan diri sendiri. Kebalikkan dari itu, yaitu hal-hal yang tidak menyenangkan, tidak menyejahterakan diri dan juga tidak membahagiakan diri sendiri bukanlah dharma atau agama, dan itu tidak dilakukan kepada orang lain. Itulah definisi dharma yang sederhana. 

Leluhur bangsa kita pun sangat menggarisbawahi pesan indah ini, asing tan kahyun ywakta, yatika tanulahaknanta ring len, bahwa segala sesuatu yang tidak berkenan bagi diri orang, semua itu seharusnya tidak dilakukan pada diri orang lain.

Kunang deyanta, hana ya prawtti, kemudian renungkanlah lagi, bahwa ada prilaku,  kapuhara dening kya, wk, manah,  yang dilakukan melalui perbuatan, perkataan, dan pikiran, ndtan panukhe ya ri kita, magawe-duhkhapuhara hd-roga, akan tetapi sama sekali tidak membuat dirimu menjadi senang, memberikan kedukaan menyebabkan sakit hati, yatika tan ulahaknanta ring len, prilaku seperti itu janganlah engkau perbuat pada orang lain, haywa tan harimbaw, ika gatinta mangkana, ya tika sangkepaning dharma ngaranya, janganlah tidak mengukur tingkah laku seperti itu pada diri sendiri, sebab prilaku seperti itu dinyatakan sebagai kesimpulan dari pada ajaran Dharma, wyartha kadamlaning dharma yan mangkana, lilntat gawayakna ya, sia-sialah menjalankan ajaran Dharma bila demikian adanya. Lakukanlah (pada yang lain segala) apa yang membuat dirimu senang.

"Na tat parasya sandadhyat pratikulam yadatmanah" - janganlah terapkan terhadap yang lain apa pun yang bertentangan dengan kebahagiaan dirimu.

Biasanya, kita selalu melakukan apa pun yang pasti menyenangkan, menguntungkan, serta membahagiakan diri kita. Sangat tidak mungkin orang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kesenangan serta kebahagiaan dirinya. Sama sekali tidak mungkin orang melakukannya. Kecuali ada alasan-alasan tertentu, misalnya alasan kejiwaan. 

Ajaran-ajaran Dharma memberikan arahan serta tuntunan yang sangat jelas bagaimana melakukan sesuatu di dunia ini. Sangat banyak tercecer ajaran-ajaran indah nan mulia yang jika orang mematuhinya maka hidupnya akan dipenuhi oleh segala jenis kesejahteraan dan kebahagiaan, yang pada sloka dikutip oleh Sarasamuccaya ini diringkas dalam satu kalimat indah, yaitu jangan melakukan suatu perbuatan terhadap orang lain yang tidak menyenangkan diri sendiri.

Terhadap kalimat "cemerlang" tersebut, leluhur kita mengulasnya dalam bahasa Jawa Kuna secara lebih detail lagi, "Kunang deyanta..." - perhatikan dan camkanlah hal ini olehmu...

Kalimat "kunang deyanta...", memberikan peringatan kepada pembaca bahwa ketika orang membaca ajaran atau nasihat, maka orang tidak hanya membaca sebagaimana orang membaca koran dan majalah hiburan. "Kunang deyanta" memberikan peringatan agar orang membaca ajaran-ajaran dharma tidak mempergunakan akal, logika dan kecerdasan material secara berlebihan tanpa kendali.

"Kunang deyanta", orang hendaknya membaca "sastra tan patulis"-nya dan bukan "sastra tulis"-nya. Karena, "sastra tulis"-nya merupakan kotak kemasan belaka, sedangkan "berlian" yang merupakan isi dari sastra tulis tersebut adalah apa yang "disembunyikan" oleh "sastra tan patulis". 

Untuk itu, ia harus diberikan perhatian lebih, dibaca dengan penuh perhatian, dengan benar, jika ia adalah mantra maka secara "svaratah" - pelafalan atau pengucapan, dan "varnatah" - secara spelling atau penulisan... harus mendapat perhatian dari sang pembaca.

Kata pembaca dalam bahasa Indonesia, jika dicari padanan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris, ia barangkali tidak tepat diterjemahkan sebagai "reader" karena ia bukan "reading" melainkan "vaaca" atau mengucapkan, artinya apa yang tertulis bukanlah apa yang harus dibaca, melainkan apa yang tidak tertulis, itulah yang hendaknya dibaca. 

Ia menyebarangi arti dan bahkan makna. Oleh karena itulah "reader" dalam bahasa Indonesia tersebut sesungguhnya mempunyai terjemahan sangat bermakna.

"Hana ya prawtti" terdapat tingkah laku atau prilaku, memberikan penegasan perbuatan atau prilaku yang berbeda dan/atau hendaknya dibedakan dengan prilaku sehari-hari yang orang lakukan hanya untuk melakukan perbuatan. "Hanya ya prawrtti" menunjukkan prilaku yang berdasarkan pada suatu disiplin agama spiritual yang mantap. 

Selain itu, biasanya orang menganggap tingkah laku atau prilaku hanyalah apa yang dilakukan melalui badan jasmani, sedangkan apa yang dilakukan melalui kata-kata dan pikiran tidak dimasukkan sebagai prilaku. 

"Hana ya prawrtti" memberikan penegasan bahwa apa yang dilakukan melalui kata-kata pun adalah prilaku, dan apa yang dilakukan melalui pikiran pun adalah prilaku. Biasanya, bagi kebanyakan orang terlebih orang-orang yang suka dan "memperoleh kepuasan" dengan mengata-ngatai dan berpikir buruk terhadap orang lain, tidak memasukkan "kata-kata" dan "pikiran"-nya sebagai prilaku. 

Mereka tidak menganggap dosa ketika mengata-ngatai keburukan orang lain, atau ketika berpikir buruk terhadap orang lain. Mereka memisahkan dosa dari prilaku kata dan pikiran. 

"Hana prawrtti" memberikan penegasan bahwa prilaku yang "kapuhara dening kya, wk, manah', semua itu adalah prilaku yang harus dipertanggujawabkan. Ia bukanlah sesuatu yang tidak memberikan "reaksi buruk" pada diri sendiri. "Hana ya prawrtti" memasukkan ketiganya yaitu "kaya wak manah" sebagai prilaku yang harus ditata dalam jalan dharma.

"Ndtan panukhe ya ri kita, magawe-duhkhapuhara hd-roga, yatika tan ulahaknanta ring len" - semua "prawrtti" atau prilaku tersebut yang tidak menyenangkan jika itu dilakukan pada diri kita, - semua itu "yatika tan ulahakenanta ring len" - hendaknya tidak dilakukan terhadap orang lain.

Jika orang membuat baju untuk diri sendiri, janganlah ukuran orang lain yang dipakai, terlebih lagi jika ukuran S yang pas untuk diri sendiri lalu mengukur badan orang lain yang mempunyai ukuran XL, maka begitu keluar pekarangan rumah, kita memakai pakaian tersebut, maka seluruh "cicak" dan "tokek" pun akan tertawa melihatnya. 

Pribahasa "mengukur baju di badan sendiri" sepertinya sangat dekat dengan pesan sloka di atas, bahwa orang hendaknya tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang ia tidak ingin lakukan untuk dirinya sendiri. Orang tidak akan melakukan perbuatan apa pun terhadap orang lain yang tidak membahagiakan diri sendiri. 

Arya Vidura ketika memberikan nasihat kepada Maharaja Yudhisthira, menitipkan pesan singkat tetapi sangat mulia, yaitu "perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau memperlakukan dirimu sendiri." Viu Pura menegaskan "praninam upakaraya" -- segala hal yang menyebabkan kesejahteraan semua mahluk hidup,- tad eva matimn bhajet, - itulah yang orang bijaksana harus lakukan dan usahakan. (Darmayasa)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun