Bulutana sering dikunjungi wisatawan domestik atau mancanegara, Â mereka umumnya belum tahu asal usul nama kampung itu. Mereka mengunjungi Bulutana karena ketertarikan pada dua buah rumah tua di sana. Penulis belum menemukan data atau informasi apakah dua buah rumah itu telah ada sebelum Karengta Data tiba di Bulutana atau didirikan setelah berada atau setelah meninggalkan kampung itu. Kisah warga di sekitar Bulutana rumah tua yang ada saat ini telah ada sejak lama. Bahkan diceritakan sebagai salah satu rumah pertama didataran tinggi itu. Â Kedua rumah itu bernama Balla Jambua dan Balla Lompoa.
[caption id="attachment_402105" align="aligncenter" width="300" caption="Balla Jambua di Bulutana, Tinggimoncong, kabupaten Gowa, Sulsel (Foto: Denassa)"]
Awalnya terdapat  tiga buah rumah tua masing-masing Balla Lompoa, Balla Jambua, dan Balla Tinggia namun pada tahun 1965 Balla Tinggi terbakar hingga tersisa dua rumah tua yang ada saat ini. Ketiga rumah itu belum diketahui secara pasti kapan pembangunannya.
Balla Lompoa berjarak sekitar 100 meter sebelah utara Balla Jambu. Dahulu kala dikisahkan rumah-rumah ini ditemukan masih dalam bentuk rumah panggung, hanya saja pallangga dan  bagian bangunan secara umum tidak dipahat, tetapi hanya diikat dengan tali yang terbuat dari ijuk pohon enau.
Pada bagian tiang menurut kisah warga sekitar ditanam sekira satu meter. Tiang-tiang yang digunakan pada kedua rumah saat ini dipercaya masih tiang yang pakai sejak pertama kali dibangun atau ditemukan.
Latar Belakang Pemberian Nama
Mengapa disebut Balla Jambu atau Jambua? Karena beberapa bahan yang digunakan mendirikan rumah terbuat dari kayu jambu. Tangga merupakan bagian yang paling diyakini terbuat dari pohon jambu. Dahulu Balla Jambu berfungsi sebagai kediaman Karaeng Buluttana, sedangkan Balla Lompoa ditempati Gallarrang Buluttana.
Pada Balla jambua tidak ditemukan perabot rumah tangga untuk duduk seperti kursi karena itu pengunjung yang naik ke rumah akan duduk dilantai rumah ketika berkunjung. Terdapat kesepakatan sejak dahulu untuk tidak menggunakannya. Atap kedua rumah tua ini terbuat dari bambu yang dibelah, secara lokal disebut cippe.
Menjadi Pengikat semangat Gotong Royong
Bagian rumah akan rutin diganti khususnya atap yang berbahan dasar bambu. Â Atap cippe tidak menggunakan paku untuk menguatkan dengan kaso atau tatakan. Atap ini hanya satu lapis bambu tidak seperti atap pada tongkonan, sehingga masa peakaian cippe jauh lebih cepat rusak.
Sejak dahulu ketika kedua atap rumah ini telah rusak maka warga secara swadaya ikut membantu memperbaiki. Proses penggantian atap biasanya akan memakan waktu berhari-hari mulai dari pemilihan bambu, membelah, hingga proses pemasangan atap.