Mohon tunggu...
darma ismayanto
darma ismayanto Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu seperti pisau, harus terus diasah agar semakin tajam

Pecinta makanan berbumbu kacang, yang jatuh cinta pada puisi Chairil, karya-karya Pramoedya dan Ahmad Tohari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Itu Bahagia, Bahagia Itu Berbagi

17 Desember 2020   12:48 Diperbarui: 17 Desember 2020   12:54 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat kita berbagi akan ada orang yang merasa bahagia, dan itu akan berbuah kebahagiaan untuk kita.

"Bagaimana mungkin uang sisa Rp70 ribu di saldo ATM jadi RP6 juta. Ini pasti ada kesalahan dari pihak bank.  Bodo deh, ambil aja dulu. Nanti kalau ditagih bank, pas gajian ya diganti," pikir saya saat itu.

Saya memang sedang sangat butuh uang ketika itu, untuk biaya transportasi ke kantor. Saya ingat, sisa uang di ATM masih ada Rp70 ribu. Bisa diambil Rp50 ribu. Isi bensin motor Rp20 ribu, sisa Rp30 ribu. Masih bisa untuk beli makan siang dan rokok batangan. Untuk biaya besok, ya urusan besok. Cari pinjaman.

Siapa sangka saat ke ATM, tertera di layar, saldo Rp6 juta. Dari mana? Siapa yang kirim? Pikir saya. Apa dari malaikat kah? Ah, ini pasti kesalahan dari bank. Saya tidak mau berpikir terlalu jauh. Saya pun tarik uang seperlunya, Rp200 ribu saja. Agar bila suatu waktu ditagih bank, mudah untuk diganti.

Baru beranjak dari ruang ATM, masuk chat di aplikasi percakapan dari seseorang yang belum lama saya kenal.

"Mas tolong cek ATM ya. Ada kiriman dari bapak buat mas Darma." Bunyi chatnya.

Alhamdulillah ternyata bukan kesalahan bank.

Ternyata uang di ATM tersebut kiriman dari bos teman saya, Mia,  yang belum lama saya kenal. Bosnya pernah minta masukkan terkait bisnis media yang ingin digelutinya. Kebetulan saya pernah bekerja di media. Tapi saya tidak berpikir akan mendapatkan bayaran. Serta tidak mengharapkannya.

Hari itu, hari yang penuh keajaiban untuk saya. Setelah merelakan memberi uang sebesar Rp600 ribu kepada kakak, dari yang tersisa hanya RP800 ribu di saldo ATM, sedang itu baru awal bulan dan gajian masih lama. Ternyata diganti 10 kali lipat oleh Allah SWT.   

Saya memang tidak banyak berpikir waktu membantu kakak saat itu. Ia sedang terdesak, motornya akan diambil bila cicilan tidak segera dibayar. Butuh uang Rp600 ribu. Saya pun memberikannya, walau gajian masih lama, dan sisa uang Rp200 tidak mungkin cukup digunakan sampai akhir bulan.

Siapa sangka, apa yang sering disampaikan Ustaz Yusuf Mansyur dalam dakwahnya tentang keajaiban sedekah benar adanya. Yusuf Mansyur dalam materi dakwahnya sering menyampaikan, bahwa Allah akan membalas berkali lipat atas setiap sedekah yang diberikan, minimal 10 kali lipat. Dan itu benar adanya, karena tertulis di dalam Alquran, dalm surat Al-Baqarah.

Mitra Dagang Bukan Kekasih

Sumber: freepik.com
Sumber: freepik.com

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku  

(Makna Sebuah Titipan, WS Rendra) 

Sebagai seorang muslim, ucapan Allahu Akbar (Allah Maha Besar) selalu terucap setiap kali saya salat, dan juga saat berdoa. Tapi sebagai manusia biasa yang lemah dan hanya bagian kecil dari kehidupan ini, saya seperti kerap begitu mudah "menebak" Allah. Padahal Allah Yang Maha Besar bekerja dengan cara yang sangat jauh dari nalar manusia. Tak Tertebak.

Setelah merasakan keajaiban dari berbagi, saya pun kemudian mulai rajin untuk bersedekah. Setiap gajian saya akan menyisihkan sebagian gaji saya untuk zakat dan sedekah. Tapi saya mulai berhitung dari setiap sedekah yang saya berikan, dan berpikir bila balasan itu hanya berupa nikmat finansial saja: harta dan uang.

"Kalau hari ini saya sedekah Rp100 ribu, maka saya akan mendapat Rp1 juta."

Saya mulai bertransaksi dengan Tuhan. Seperti yang dikatakan Rendra, saya mulai menjadikan-Nya seolah mitra dagang.

Tapi Tuhan bukanlah mahluk biasa yang dapat ditebak. Ia maha Besar, Maha Segalanya. Ia bekerja dengan caranya, yang tidak sama sekali bisa dibaca manusia. Sungguh suatu kesalahan besar ketika saya mencoba menebak cara kerjanya.

Ketika saya mulai mencoba "bertransaksi" dengan Tuhan dan saya merasa tidak mendapatkan untung secara finansial, saya merasa kecewa. Tanpa mensyukuri benefit lain yang sudah saya rasakan. Nikmat sehat, nikmat masih memiliki orang tua yang komplet, nikmat bekerja, nikmat masih diberi indera perasa yang masih bagus untuk dapat merasakan makanan-makanan lezat, dan beribu nikmat lainnya.

Sungguh Tuhan bekerja dengan cara yang tidak akan bisa kita tebak. Seperti menebak dengan mudah apa balasan Allah atas sedekah kita. Sebab, bisa saja sebenarnya balasan itu berupa, terhindar dari sebuah kecelakaan fatal saat berkendara. Atau terhindar dari wabah penyakit. Kita tidak pernah tahu itu.

Sebenarnya saya kerap merasakan hal tersebut. Seperti seseorang yang tiba-tiba memberikan handphone saya yang tertinggal di motor, tidak diambilnya atau diambil orang lain.

Atau saat dua orang anak perempuan berboncengan motor, hilang kendali karena licin dan hampir menabrak saya, tapi akhirnya motor bisa dikendalikan dan saya selamat. Tapi saya tak pernah menghitung hal tersebut sebagai "balasan" dari Tuhan.

Saya mulai tidak mensyukuri rezeki yang saya dapat. Saya justru terus mengisi hati dengan kekecewaan.

Tanpa pernah saya sadari, kalau semenjak rajin bersedekah, saya tidak pernah lagi dalam posisi terhina dengan memposisikan tangan berada di bawah. Saya tidak pernah lagi sampai berutang karena tidak punya uang. Entah, selalu cukup saja.

Tapi keserakahan telah membuat saya buta.

Untungnya, kebiasaan bersedekah dan berbagi (walau ada udang di balik batunya) akhirnya menjadi kebiasaan. Walau karena kebodohan saya yang menganggap nikmat itu jika hanya kaya saja, membuat saya kerap merasa kecewa. Entah, tapi saya tak bisa memungkiri, lama-lama merasakan ada rasa tenang setelah bersedekah atau berbagi.

Lama-kelamaan, tumbuh keyakinan dengan berbagi kebahagiaan, dengan membuat orang bahagia, pasti akan ada energi positif yang berpengaruh pada kehidupan saya.

Keyakinan tersebut tumbuh salah satunya setelah melihat beberapa video wawancara bos JNE, Johari Zein di kanal Youtube. Johari adalah seorang mualaf yang kisah suksesnya dilatarbelakangi oleh kegemarannya bersedekah dan berbagi, yang terus dijaga hingga saat ini.

Salah satu kisah yang sangat menginspirasi  yaitu saat wawancara Johari dengan Coach Yudi Candra. Bagaimana pada tahun 1998, saat terjadi krisis, Johari coba membantu orang-orang yang putus kerja dengan menawarinya untuk menjadi agen, dengan modal seadanya bahkan di-support timbangan oleh JNE. Padahal JNE pun waktu itu belum sebesar saat ini.

Tapi siapa sangka di tahun 2000-an, e-commerce mulai bermunculan. Memasuki 2010, Bisnis JNE pun perlahan semakin moncer.

"Itu kan sesuatu yang menurut saya  keajaiban dari sedekah. Pada 1998 kita bersedekah dengan menawarkan bisnis kepada orang, tanpa kita tahu apa bisnis yang akan terjadi, kita belum tahu saat itu akan ada online selling," kata Johari dalam wawancaranya.

Johari memang sangat gemar berbagi, dan tidak sekadar memberi atau berbagi saja, tetapi ia juga sangat memuliakan orang-orang yang disedekahinya. Seperti anak-anak yatim dan kurang mampu.

Bagaimana mereka dijamu di restoran mahal, merasakan berbelanja di mal. Hal-hal yang bisa jadi sangat biasa bagi sebagian besar orang, tapi ternyata merupakan pengalaman yang luar biasa buat anak-anak tersebut.  

Dari kisah Johari tersebut, saat ini saya tidak ingin lagi berpikir terlalu jauh saat berbagi atau sedekah. Yang saya tahu, saat kita berbagi kebahagiaan dengan seseorang. Berarti ada orang yang sedang berbahagia saat itu, dan itu membuat saya juga bahagia. Sesederhana itu. 

Seperti saat saya berbagi sedekah dengan seorang pengamen tua, setidaknya saya tahu, ia tidak akan kelaparan untuk waktu dua hari. Itu saja, dan itu membuat saya tenang.

Saya tahu tidak akan ada yang sia-sia dari apa yang saya berikan atau sedekahkan untuk orang lain. Baik untuk orang itu, maupun untuk saya pribadi.  

Lalu apakah saya tidak yakin akan janji Allah yang akan mengganti minimal 10 kali lipat dari apa yang kita sedekah kan? Sangat yakin, hanya kini saya tidak ingin terlalu sempit dalam memaknai kebesaran nikmat yang diberikan-Nya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun