Untuk itu, mesti gaji bapak sebagai seorang sopir tidaklah besar, tidak ada anak-anak ibu yang putus sekolah. Minimal sampai sekolah menengah atas.
Ibu adalah seorang yang teguh. Ia lebih memilih melakukan penghematan secara ketat ketimbang meminjam uang dan menyusahkan orang lain. Ia akan mengesampingkan semua hal yang tidak penting, dan fokus dengan apa yang menjadi prioritas.
Ya itulah ibu.Ibu sekolah pertama ku.
Sikapnya itu, kini turut memengaruhi ku. Dalam berbagai hal, saya selalu berusaha untuk fokus dan mengutamakan hal-hal yang menjadi prioritas. Sikap tidak ingin bergantung dan menyusahkan orang lain sudah terapkan sedari kecil. Dari sisi ekonomi, saya selalu berusaha untuk menabung. Menyiapkan dana cadangan yang tidak dapat diganggu, sehingga saat terjadi hal yang mendesak dapat saya gunakan, tanpa perlu meminjam dan merepotkan orang.
Terbiasa menentukan hal-hal yang menjadi prioritas, hal ini sangat membantu saya dalam bekerja. Saat pekerjaan sedang menumpuk, saya tak pernah kerepotan menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Dengan cepat saya akan dapat menentukannya. Saat bekerja saya juga selalu berusaha untuk fokus. Saya akan menghindari menyelingi dengan hal-hal yang tidak penting, seperti bermain sosial media atau games.Â
Ibu sekolah pertamaku, dan aku belajar begitu banyak darinya. Â
SDN Bina Bangun dan Perumahan Bumi Jatiwaringin
Pondok Gede, Bekasi di medio 1980-an. Bangunan bersejarah berupa pondok besar yang menjadi cikal-bakal nama daerah Pondok Gede masih berdiri saat itu. Belum dirobohkan dan berganti menjadi mal. Â Tapi di daerah Bumi Jatiwaringin sudah berdiri perumahan, yang letaknya berdekatan dengan SDN Bina Bangun, tempat saya pertama kali menuntut ilmu secara formal.
Masih sangat membekas dalam ingatan, saat pertamakali datang ke sekolah bersama ibu. Berseragam merah putih serba-baru, rambut belah pinggir yang tertutup topi dan termos minuman yang tergantung di dada, saya percaya diri untuk mulai belajar di sekolah hari itu.
Setelah ikut mengantre di depan kelas bersama anak lain, nama saya tidak dipanggil-panggil juga oleh ibu guru untuk memasuki kelas. Bahkan setelah antrean habis. Tak kunjung dipanggil.
Ibu panik. Dibawanya saya saya ke ruang kepala sekolah. Kepala sekolah beralasan saya masih terlalu kecil. Padahal bukan itu, hanya karena ada urusan administrasi yang belum terlunasi.