Mohon tunggu...
Boby Hermawan Arifin
Boby Hermawan Arifin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Magister - Universitas Paramadina

Mahasiswa Magister - Universitas Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Agenda Setting dalam Studi Kasus Jiwasraya

19 Januari 2020   18:36 Diperbarui: 19 Januari 2020   18:39 8496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentarsi @deddysitorus dari twitter

Pendahuluan (Latar Belakang Masalah)

Kasus Jiwasraya belakangan ini menjadi sorotan publik lantaran dicurigai sebagai kasus mega korupsi Indonesia berikutnya. Berikut ini adalah infografis mengenai kasus Jiwasraya sebagai pendahuluan studi kasus ini.  Kasus Jiwasraya bermula pada Desember 2006 yang mulai tercium media sebagai salah satu topik yang dapat diangkat menjadi bahan pemberitaan lantaran latar belakang Jiwasraya yang merupakan perusahaan BUMN dan seharunya mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah. 

dari @deswantidwin di twitter
dari @deswantidwin di twitter
[1]

Jika kita perhatikan dari infografis di atas, sebenarnya kasus Jiwasraya telah menunjukkan symptoms atau gejalah sejak setahun atau bahkan bertahun-tahun yang lalu. Bahkan pemerintah pun telah melihat ini sebagai bukan kasus 'biasa' hingga menteri BUMN yang saat itu dijabat oleh Rini Soemarno sempat mengganti petinggi Jiwasraya, yang artinya juga pemerintah telah menyoroti kasus ini. Namun jika Kita tarik kembali pada exposure media saat itu belum banyak yang mempublikasikan sehingga kasus ini dianggap biasa-biasa saja.

Pada kenyataannya kasus ini menurut mantan direktur keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo telah tercium sejak tahun 2002. Namun tak ada satupun gaung media yang menyuarakan kasus ini. Hal ini tentunya dikarenakan media lebih memilih konten yang paling ingin dinikmati oleh audience nya.  Padahal dibelakang itu amsih banyak kasus yang lebih krusial untuk diinformasikan kepada masyarakat Indonesia.

Kerugian BUMN semakin tercium saat Rini Soemaro menjabat sebagai menteri BUMN.    Selama menjabat sebagai Menteri BUMN, Rini Soemarno selalu mendapat sorotan tajam. Pasalnya, selama di bawah kendali Rini, banyak BUMN yang dikelola secara tak wajar dan banyak petinggi perusahaan BUMN yang terjerat korupsi. Sejumlah direksi BUMN harus berhadapan dengan hukum terkait dengan kasus korupsi. Semuanya terjadi selama Rini menjabat sebagai Menteri BUMN.[2]

Teori Komunikasi Massa -- Agenda Setting

Menanggapi kasus Jiwasraya yang tengah mengemuka, saya mencoba menganalisisnya dari sudut pandang komunikasi massa yang menyebarkan informasi mengenai terjadinya kasus dalam tubuh BUMN ini. Namun sebelum mengulas nya lebih jauh, berikut ini adalah teori komunikasi massa yang akan saya pergunakan untuk menganlisis kasus tersebut.

Agenda Setting Theory -- Cohen Maxwell McCombs & Donalds Shaw

Teori pengaturan agenda merupakan salah satu teori yang menjelaskan efek kumulatif media. Beberapa tokoh yang merumuskan teori ini adalah Bernard Cohen, Maxwell McCombs, dan Donald Shaw. Teori pengaturan media menggambarkan kekuatan pengaruh media. Inti dari teori pengaturan media adalah pembentukan kepedulian dan perhatian publik terhadap beberapa isu yang ditampilkan oleh media berita.

Mudahnya teori agenda setting adalah teori yang menjelaskan mengenai daftar isu yang ditekankan oleh media pada waktu tertentu sehingga mempengaruhi agenda atau kepentingan publik [3]. Teori ini menjadi hal yang paling banyak dilakukan oleh media saat ini baik media konvensional, maupun media elektronik. Hal ini             tak lain dikarenakan setiap media ingin mendapatkan nilai share yang tinggi sehigga media-media saat ini menyaring dengan sungguh-sungguh informasi yang ingin didapatkan penonton atau pembacanya.

Kritik dalam teori ini sebenarnya cukup banyak dipublikasikan. Diantaranya adalah bertolak belakang dengan teori limited effect theory yang artinya media memiliki keterbatasan dalam mempengaruhi penontonnya yang memiliki perbedaan intelektualitas, agama, norma, dan nilai-nilai lainnya. Selain itu teori agenda setting juga menjadi lemah jika dibandingkan dengan realitas masyarakat saat ini yang juga memiliki perbedaan minat sehingga mempengaruhi pula pilihan media yang menurut mereka paling sesuai.

Di Indonesia sendiri tergolong Negara dengan tingkat intelektualitas, agama dan kebuayaan yang cukup heterogen. Artinya setiap masyarakat memiliki perbedaan tingkat pendidikan, perbedaan keyakinan, dan perbedaan cara pandang terhadap sebuah kasus. Hal ini tak serta merta dapat membuat teori agenda setting dapat diterapkan oleh media-media di Indonesia. Namun untuk menganalisisnya lebih jauh,berikut ini adalah beberapa analisis yang dapat digunakan dalam teori agenda setting dalam studi kasus Jiwasraya.

Agenda Setting Theory -- McQuail & Windahl

[4]

Ada dua cara untuk mengetahui Agenda Setting, yakni dalam definisi luas dan sempit. Pertama, dalam definisi yang luas Agenda Setting berhubungan dengan tiga agenda yang saling berhubungan dalam teori-teorinya yakni agenda media, agenda publik dan agenda kebijakan pemerintah. Agenda media adalah seperangkat topik atau isu yang dibahas oleh media (televisi, radio, koran, dan lain-lain). Agenda publik adalah seperangkat topik atau isu yang dianggap penting oleh publik.

Sementara agenda kebijakan merupakan topik atau isu-isu yang diyakini oleh para pembuat keputusan (DPR atau mereka yang berpengaruh dalam proses legislasi) sebagai isu yang menonjol. Kedua, Agenda Setting dalam definisi yang sempit adalah proses dimana berita media menuntun publik dalam menetapkan hal-hal penting yang bersifat relatif untuk melihat beragam isu publik. Agenda Setting mempengaruhi publik bukan dengan mengatakan "isu-isu ini penting" secara terang-terangan, namun lebih dengan memberikan ruang dan waktu kepada publik untuk menganggap isu-isu itu penting.

Masing-masing dari tiga agenda dalam definisi luas Agenda Setting merupakan variabel yang terpisah dan dependen, namun saling memiliki hubungan. Meski ada yang mengatakan bahwa agenda media yang mempengaruhi munculnya agenda publik atau sebaliknya, tapi kesimpulan yang muncul setelah penelitian McCombs dan Shaw's menggarisbawahi bahwa agenda media dan agenda publik memiliki hubungan yang lebih

Analisis agenda setting dalam kasus Jiwasaraya

Disini saya mencoba menganalisis kasus Jiwasraya dalam studi komunikasi massa teori agenda setting menurut Maxwell McCombs & Donalds Shaw [5] :  

Analisis Berdasarkan Teori Agenda Setting

1. Media mempengaruhi hal-hal mana yang menonjol dalam agenda publik

Dilihat dari segi pemberitaan, nilai kerugian yang disebabkan oleh kasus Jiwasraya sebagai BUMN mencapai angka 10 Triliun atau bahkan lebih. Angka tersebut terbilang cukup fantastis mengingat kasus Bank Century saja yang saat itu menjadi sorotan dalam angka 7 Triliun. Wajar jika media menyoroti kasus ini sebagai hal yang penting dan menjadi agenda publik.  Terlebih mengingat Jiwasraya adalah BUMN yang merupakan perusahaan yang dimiliki dan dikelola langsung oleh pemerintah.

Selain itu, Jiwasraya adalah satu dari 12 BUMN yang merugi menurut data dari Biro Riset Infobank. Jiwasraya sendiri sebagai perusahaan Asuransi cukup rentan mendapatkan complain dari nasabah-nasabahnya. Hal ini mengingat Jiwasraya mengelola dana yang disalurkan dari setiap nasabah. Jika dibandingkan dengan BUMN lainnya Jiwasraya adalah satu-satunya BUMN yang mengelola keuangan yang bersumber dari luar pemerintahan dan satu-satunya BUMN dibidang asuransi.

2. Media membuat atribut tertentu dari objek media yang menonjol

Berdasarkan pengamatan di media pencarian seperti Google, saat ini sejumlah media seperti Detik, Kompas, Tempo, hinga CNN Indonesia telah membuat atribut tersendiri untuk kasus Jiwasraya yang dapat dikatakan paling menonjol diantara kasus-kasus lain. Hal ini bertujuan untuk mengkhususkan audience yang ingin mendapatkan informasi secara terperinci dan mengkhususkan pada laman tersendiri.

Media menunjukkan masalah mana yang terhubung satu sama lain

Dalam teori agenda setting, salah satu poin terpenting adalah kompelksitas sebuah kasus yang dituangkan dalam konektivitas antara satu kasus dengan kasu yang lain. Dalam hal ini senada dengan yang disampaikan dalam teori Agenda Setting menurut Maxwell McCombs & Donalds Shaw. Berikut ini beberapa temuan yang saya coba highlight dalam studi kasus Jiwasraya.     

3. Merambah ke kasus BUMN Asabri

 

liputan6.com
liputan6.com
cnbcindonesia.com
cnbcindonesia.com
Belum selesai kasus Jiwasraya, media kembali melempar isu baru dengan adanya ketertarikan antara kasus Jiwasraya dengan kasus ASABRI yang merupakan perusahan yang sama sama mengelola dana asuransi. Bahkan antara Jiwasraya dan ASABRI dianggap memiliki keterkaitan satu sama lain dimana dari data yang diperoleh Liputan6.com, saham yang ditransaksikan oleh Jiwasraya dan ASABRI sama. Demikian pula untuk Manajer Investasi (MI) reksadana saham ASABRI.

Jika diperhatikan satu sama lain maka dapat disimpulkan bahwa media sadar betul adanya keterkaitan antara satu masalah dengan masalah yang lain dan mencoba mempublikasikannya sebagai sebuah realitas yang perlu diketahui oleh masayarakat luas. Hal ini senada dengan sudut pandang post-positivime yang merupakan aliran dari teori Agenda Setting yang lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu hasil temuan melalui observasi. Jika ditarik pada realitas studi kasus ini setiap media memiliki kesadaran bahwa sebuah kasus berpotensi berkembang dengan cukup cepat.

Masalah ekonomi yang merambah politik praktis 

Kasus Jiwasraya dinilai memiliki kaitan dengan politik praktis meskipun bagi partai koalisi saat ini menolak dengan tegas hal tersebut. Media pun memberitakan hal ini sebagai keniscayaan meskipun sempat menuai kontriversi. Namun bagi kaum intelektual keterkaitan sebuah kasus dengan politik praktis tak mungki dapat dipisahkan. Mulai dari kebijakan, keputusan yang diambil pemerintah saat itu, hingga kesadaran akan mencuatnya sebuah kasus tentunya memiliki sisi politis.

Media sepertinya hendak menyadarkan masyarakat bahwa sebuah fenomena yang terjadi dalam tubuh pemerintahan tentunya tak dapat dipisahkan dengan adanya politik praktis. Namun ketika power sebuah pemerintahan membungkam netralitas media tentunya media tak dapat berbuat banyak kecuali membeberkan apa yang disanggah oleh pemerintahaan dimana dalam hal ini sebagai pengelola BUMN.

Agenda Setting Jiwasraya di Era Digital

Keberadaan social media dalam era disrupsi saat ini memiliki peran yang cukup penting dalam menyuarakan suara masyarakat melalui netizen journalism. Jika dilihat dari beberapa fungsi social media, berikut ini adalah beberapa penjabaran yang dapat ditangkap dari teori Agenda Setting di Era Digital.

tangkapan layar pribadi
tangkapan layar pribadi
1. Trend postingan dalam social media

Trending postingan dalam social media berupa #JiwasrayaSkandalPilpres sempat naik menjadi trending topic di Twitter. Agenda Setting di era digital tentunya banyak dipengaruhi oleh postingan dari netizen. Hal ini membuat isu yangs emua tak terukur menjadi lebih muduah untuk diukur dalam jumlah tweets atau percakapan. Berbeda dengan trending topic yang cibicarakan melalui komunikasi konvensional yang hanya dapat diukur melalui intensitas seberapa banyak mereka menonton televisi atau media-media tertentu yang diasosiasikan dengan ketrtarikan netizen dalam mencari informasi terkinid ari sebuah issue yang sedang mengemuka.

Netizen saat ini pun dituntut untuk menjadi lebih kritis karena memiliki media dalam menyuarakan responsenya terhadap sebuah kasus, Jika dulu teori agenda setting hanya merupakan teori turunan dari teori peluru atau jarum hipodermik saat ini justru terjadi pergeseran paradigma terhadap masyarakat yang melihat sebuah realitas.

2. Agenda setting yang terbangun melalui algoritma gatekeeper

Teori agenda setting juga terjadi pergeseran karena pengarug era disrupsi yang semakin massif. Jika dulu media konvensional hanya menampilan mana berita yang hendak diangkat ke permukaan, namun saat ini search engine telah melakukan perluasan fungsi dengan menekankan pada fungsi algoritma gatekeeper. Algoritma gatekeeper adalah system dalam komputer yang menentukan mana material yang muncul dalam search engine, social media feeds, dan apapun yang berkaitan dengan internet [6].

Kecanggihan teknologi dalam membuat agenda setting tentunya merupakan salah satu indikator bahwa melempar issue ke audience bukan serta-merta hanya informasi apa yang paling penting namun juga apa yang paling audience minati sehingga publikasi oleh media digital pun ikut terkena imbas dari naiknya traffic terhadap sebuah topic yang biasanya telah di khususkan dalam bentuk tagar internal sebuah portal berita seperti dibawah ini.

Solusi yang dapat dicoba untuk kasus Jiwasraya

1. Membongkar orang-orang penting dalam tubuh Jiwasraya yang mengambil keputusan high risk

Solusi ini memang cukup sistemik, namun demikian cara paling mudah untuk dilakukan pemerintah saat ini tanpa perlu bertele-tele adalah membongkar siapa orang yang mengambil keputusan high risk. Terlebih beredar informasi bahwa asset yang dimiliki oleh Jiwasraya di salurkan pada saham-saham gorengan yaitu saham dengan volatilitas harga yang tinggi, meski tidak didukung oleh fundamental maupun prospek bisnis yang bagus.

2. Meningkatkan peran lembaga antirasuah dan otoritas jasa keuangan yang independen

Lembaga antirasuah (KPK) memiliki peranan yang cukup penting dalam mengusut kasus korupsi. Sebagai contohnya, KPK pernah memetakan 10 orang yang berpengaruh dalam skandal Bank Century yang merupakan salah satu skandal korupsi yang cukup banyak menyita perhatian masyarakat Indonesia waktu itu hingga saat ini.

Diterbitkannya RUU KPK adalah salah satu bentuk pelemahan KPK dimana didalamnya adalah menetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Artinya KPK menjadi bagian lembaga eksekutif kekuasaan yang semula adalah lembaga independen yang tak akan diganggu kepentingannya sekalipun oleh lemga eksekutif.

3. Tak ada alasan apapun untuk melindungi koruptor sekalipun dia berada dalam tubuh pemerintah saat ini. 

Hukum di Indonesia yang cenderung tajam ke bawah dan tumpul ke atas membuat penegakkan hukum di Indonesia memiliki independensi yang lemah. Revisi UU KPK seharusnya memperkuat peranan lembaga tersebut bukan justru memperlemah dan membuat kewenangan menjadi terbatas oleh kepentingan lembaga tertentu terlebih jika koruptor itu sendiri ada didalam tubuh eksekutif atau menjadi rival lembaga eksekutif secara politik yang menjadikan hak KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi menjadi seolah-olah perpanjangan tangan bagi pemilik kekuasan dan menjadikan mereka super power dalam mengatur jalannya penegakan hukum di Indonesia.

Penegakkan hukum dalam kasus korupsi seharusnya tak memandang bulu siapa pelakunya sekalipun dia berada didalam tubuh pemerintahan atau bersembunyi dibalik pemerintah saat ini. Namun dengan pelemahan fungsi KPK yang seharusnya independen justru penegakan hukum dalam kasus korupsi menjadi seolah-olah tebang pilih dan mempersulit ruang gerak KPK dalam memberantas korupsi.

[Tambahan] Solusi bagi masyarakat yang terpapar teknologi komunikasi massa

ekonomi.okezone.com
ekonomi.okezone.com
Kemajuan teknologi dan informasi di era disrupsi memiliki peranan yang cukup besar dalam merubah pola audience dalam mencari informasi yang up to date. Berdasarkan data Nielsen media saat ini juga melakukan duplikasi konten antara konvensional media dengan media digital atau yang saat ini dikenal dengan istilah Hybrid Media (Media Hibrida). Dari data di atas dapat diperoleh nilai duplikasi sebesar 50% antara perpaduan TV dengan media digital, 62% duplikasi antara radio dan media digital, serta 72% duplikasi antara media print dan digital.

Trend hybrid media belakangan ini menjadi lebih massif lantaran tak semua kelompok masyarakat memiliki keterbatasan yang sama dalam mendapatkan informasi. Hal tersebut tentunya membuat Kita semakin lebih rentan terserang informasi yang merupakan buatan dari media-media yang memiliki kepentingan.  Satu-satunya cara untuk mengatasi paparan informasi yang semakin sulit untuk difilter adalah dengan membandingkan antara satu berita dengan yang lain dan memahami berita-berita itu sendiri bukan hanya menerimanya secara utuh.

Masyarakat saat ini memang lebih dituntut untuk memiliki pola pikir yang lebih kritis. Hal tersebut dikarenakan informasi yang disebarkan oleh media memiliki framing yang berbeda-beda serta kepentingan dibalik konglomerasi media yang juga berbeda-beda. Kita harus sadar betul bahwa media saat ini tak selalu menyampaikan informasi yang apa adanya namun juga dipengaruhi oleh siapa dibalik media itu sendiri dan untuk apa berita itu ditulis. Kembali lagi pada indeks duplikasi konten media di atas yang dikemukakan oleh riset Nielsen yang artinya Kita saat ini diserang oleh informasi yang secara sengaja dibentuk oleh media-media baik secara konvensional maupun digital.

Kebijakan kita sebagai pengguna media itu sendiri lah yang selanjutnya harus menjadi bahan pertimbangan saat menyaring informasi mana yang penting, mana yang hanya ingin mengangkat issue dan hanya dibumbui oleh opini-opini penulisnya. Pun demikian dalam memilih platform berita, Kita harus lebih bijak memilah mana media yang memiliki keberpihakan pada kelompok tertentu dan mana media yang terpecaya dalam menyajikan sebuah berita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun