Mohon tunggu...
Daris Dzulfikar
Daris Dzulfikar Mohon Tunggu... Seniman - Freelance Filmmaker

Penciptaan Seni Videografi, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Ruang Religiusitas dalam Film Karya Riri Riza

24 September 2022   12:15 Diperbarui: 24 September 2022   12:35 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potongan Adegan Film Laskar Pelangi (2007) (Sumber: IMDB.com).

Tulisan mencermati representasi sosial, politik dan budaya Indonesia yang ditampilkan pada karya film dari Riri Riza. Urgensi terkait tulisan ini adalah pengaruh film sebagai media komunikasi massa yang seringkali digunakan sebagai medium guna menyampaikan gagasan dari pembuatnya.

Hal ini dikarenakan gagasan yang ditampilkan dalam film tidak hanya berupa karakter dalam film, lebih dari itu ada sebuah konsistensi memilih, menyajikan, menyusun, dan membentuk gaya bertutur dan tema film. 

Guna mengamati bentuk konsistensi ini, penulis memilih objek kajian film-film karya sutradara Riri Riza yang merepresentasikan kondisi sosial, politik dan budaya Indonesia, diantaranya Petualangan Sherina yang dirilis pada tahun 2000, Gie yang dirilis pada tahun 2005, Laskar Pelangi yang dirilis pada tahun 2008, Sokola Rimba yang dirilis pada tahun 2013 dan Athirah yang dirilis pada tahun 2016. 

Adanya konsistensi pembuatan tema terhadap karya film terangkum dalam kajian mengenai kepengarangan atau yang disebut dengan auteurism yang berasal dari kata dalam bahasa inggris yakni author. 

Dalam kajian ini dibahas tentang adanya keseluruhan gagasan film berada pada gagasan yang dibawa sutradara. Asumsi dasar dari auteurism adalah meskipun film diproduksi secara kolektif, namun memiliki peluang bernilai lebih jika dianggap sebagai karya fundamental dari seorang sutradara. 

Hal ini dikarenakan film dapat menjadi ekspresi dari kepribadian pembuatnya yang kemudian mampu dilacak melalui adanya konsistensi tema atau gaya bertutur dari setiap film yang dibuatnya (Caughie, 1981). 

Dalam teori auteur terdapat tiga premis yang terdiri dari adanya kompetensi teknis sutradara, personalitas sutradara atau latar belakang lingkungan hidup sutradara dan inner meaning yang disampaikan oleh sutradara melalui filmnya (Sarris, 2004).

Identifikasi auteurism menjadi penting untuk dapat melakukan pembacaan karya dari seorang sutradara dan sebagai bahan untuk menganalisis struktur dari film yang dibuatnya. Pembacaan film ini dapat menjadi pembanding antara satu dan lainnya sehingga dapat ditemukan sebuah kesamaan pola atau struktur pada film (Peter Wollen dalam Caughie, 1981). 

Adanya konsistensi tema dan gaya bertutur (auteur) yang diterapkan sutradara dalam karyanya yang secara tidak langsung dapat membentuk ruang religiusitas dalam proses penciptaan film yang dibuatnya. 

Ciri khas dalam kepengarangan atau yang disebut sebagai authorship merupakan perspektif teori yang digunakan untuk membaca ciri-ciri yang melekat pada ciri khas dari seorang sutradara meliputi plot cerita, teknik penyuntingan gambar, sinematografi bahkan karakter pemeran dalam film tersebut. 

Ciri ini tidak hanya dimaknai dari pemilihan gaya estetik namun ciri ini dapat muncul pada tema cerita yang ditampilkan secara konsisten di setiap film. Konsistensi gaya estetik ini dapat dilacak guna menemukan gagasan atau personalitas dari seorang sutradara.

Profil Riri Riza
Riri Riza yang bernama lengkap Muhammad Riva’i Riza merupakan sutradara lulusan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Ia lahir di Makassar, darah senimannya dimulai dari ia masih berusia anak-anak, dimana Riri Riza kecil merupakan seorang musisi. Hingga pada akhirnya ketika remaja, ia hijrah menuju Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya di Institut Kesenian Jakarta. 

Film pendek berjudul Sonata Kampung Bata merupakan karya film tugas akhirnya yang berhasil meluluskannya dari almamaternya. Riri Riza juga melanjutkan pendidikan Master nya di Royal Holloway University of London, dengan konsentrasi Penulisan Skenario.

Representasi Sosial dan Politik dalam Film Petualangan Sherina (2000)
Film panjang debut penyutradaraannya berjudul Petualangan Sherina, bercerita tentang karakter Sherina yang harus pindah sekolah ke Bandung karena mengikuti tugas kedinasan orang tuanya. Sepanjang film diisi dengan petualangan Sherina dan Shadam serta teman teman barunya di Bandung.

Representasi sosial dan politik hadir dalam film ini justru karena gerakan dan semangat para pembuat filmnya. Petualangan Sherina merupakan film yang berhasil mendobrak pasaran pada saat itu, dikarenakan era tersebut (1998-2000) terjadi krisis moneter dan menyebabkan mati suri perfilman indonesia. Jadi munculnya film Petualangan Sherina karya Riri Riza merupakan semangat baru bagi pembuat film pada era itu sekaligus disusul dengan munculnya generasi baru pembuat film Indonesia.

Representasi Sosial, Budaya dan Politik dalam Film Gie (2005)
Film-film Riri Riza banyak mengambil tema tentang isu sosial dan realitas yang ada di Indonesia. Bisa kita lihat dalam film Gie (2006), representasi politik mencoba dihadirkan dengan menggambarkan sosok perjuangan aktivis demonstran juga pecinta alam, yaitu Soe Hok Gie. 

Riri Riza pun menghadirkan karakter berlatar belakang keluarga tionghoa, menunjukan bahwa keragaman dalam budaya pun dihadirkan dalam karya filmnya. Atas kerapihan dalam bertutur, film ini diganjar sebagai film terbaik dalam Festival Film Indonesia 2005. 

Representasi Kondisi Sosial dalam Film Laskar Pelangi (2007)
Film ini mungkin bisa jadi film terbaik Riri Riza sepanjang masa, yaitu Laskar Pelangi (2008), merupakan film yang berlatar di Gantong, Kepulauan Belitung. Laskar Pelangi menceritakan kehidupan sekumpulan anak-anak dalam menempuh pendidikan di daerah terpencil.

Keadaan serupa pun masih kita lihat saat ini dimana akses pendidikan di Indonesia masih belum merata, angka buta huruf pun masih tinggi. Jadi, penggambaran kondisi sosial di film Laskar Pelangi masih terpampang nyata dalam wajah Indonesia hari ini.

Representasi Kondisi Sosial, Politik dan Budaya dalam Sokola Rimba (2013)
Film Sokola Rimba bercerita tentang kehidupan orang-orang rimba di Bukit Duabelas, Jambi. Film ini cukup kompleks karena sekaligus menjadi kritik sosial terhadap kondisi lingkungan, seperti pembalakan liar dan pembakaran hutan. 

Di Film ini terdapat karakter Butet Manurung yang mana ia datang dari luar hutan untuk mengajar anak-anak rimba dengan swadaya dan mendirikan sekolah alam disana. Adegan yang tergambar di film ini pun masih merupakan potret kondisi sosial, politik dan budaya Indonesia.

Proses riset film Sokola Rimba (Sumber: Miles Film Youtube Channel)
Proses riset film Sokola Rimba (Sumber: Miles Film Youtube Channel)
Proses pengambilan gambar Film Sokola Rimba (Sumber: Miles Film Youtube Channel)
Proses pengambilan gambar Film Sokola Rimba (Sumber: Miles Film Youtube Channel)

Representasi Sosial dalam Film Athirah (2016)
Film yang berlatar belakang di makassar ini bercerita tentang kehidupan ibu kandung dari Jusuf Kalla, bagaimana seorang perempuan bertahan untuk membesarkan anak-anaknya. Film yang mengambil setting di makassar tahun 1960-an. 

Tema besar yang diambil pun tentang keluarga dan konflik jatuh-bangunnya. Film Athirah ini juga mendapatkan apresiasi tertinggi perfilman tanah air, yakni didapuk sebagai Film Terbaik dalam gelaran Festival Film Indonesia 2017.

Proses Penciptaan dan Ruang Religiusitas Riri Riza
Dari beberapa rekaman di balik layar (Behind The Scene) yang dipublikasikan oleh rumah produksi milik Riri Riza dan Mira Lesmana yaitu Miles Film, diperlihatkan bagaimana proses sutradara Riri Riza bekerja dalam membuat film. 

Riri Riza banyak membuat film berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris pribadinya atas kehidupan serta kepekaan sosialnya dengan menangkap isu isu yang penting dan relate dengan saat ini, tempo hari, atau bahkan mendatang.

Itulah mengapa film-filmnya selalu longlast, dibicarakan dan didiskusikan oleh banyak kritikus film. Bahkan filmnya yang dirilis 22 tahun lalu pun (Petualangan Sherina) masih menjadi film favorit bagi beberapa kalangan.

“Miles Films selalu tertarik dengan kehidupan orang-orang Indonesia yang jarang terpotret. Kami merasa bahwa melalui film inilah bisa membawa kisah orang-orang Indonesia. Film kami adalah bagian dari sikap atau pemikiran dan apa yang kami percaya sebagai manusia.” (Mira Lesmana dan Riri Riza dalam Video Behind The Scene Rumah Produksi Miles Film)

Sinematografer Yadi Sugandhi mengambil gambar dalam proses produksi Film Athirah (Sumber: Miles Film Youtube Channel)
Sinematografer Yadi Sugandhi mengambil gambar dalam proses produksi Film Athirah (Sumber: Miles Film Youtube Channel)
Proses penciptaan Riri Riza juga berdasarkan riset, ia memulai proyek film biasanya terlebih dahulu survey ke berbagai lokasi untuk merespon cerita yang akan ia tulis nantinya. Kemudian setelah skenario sudah tertulis, maka ia akan melakukan riset visual. 

Riset visual khusus akan ia lakukan ketika film yang ia garap berlatar belakang periodik, seperti tahun 1950-an atau 1960-an. Seperti dalam film Athirah, Riri Riza banyak membuka arsip foto-foto lawas orang Bugis untuk melihat bagaimana mereka berpakaian, bagaimana cara mereka duduk, bagaimana cara mereka menyantap makanan, dll. Dari arsip arsip visual tadi, ia catat dalam notebook miliknya untuk kemudian diaplikasikan dalam treatment penyutradaraannya.

Pre Production Meeting Film Athirah (Sumber: Miles Film Youtube Channel)
Pre Production Meeting Film Athirah (Sumber: Miles Film Youtube Channel)

Treatment penyutradaraan lainnya adalah ketika Riri Riza memberikan treatment kepada Wardrobe Designer Film Athirah (Citra Subiakto) untuk mendesain elemen pakaian dalam film, Riri Riza memberikan acuan pallete warna menyesuaikan kondisi geografis suku bugis, ia menggunakan warna warna cerah, tak jarang juga menggunakan warna kuning seperti padi. Hal tersebut dikarenakan daerah setting tempat film Athirah merupakan daerah pedesaan penghasil produk pertanian dan perkebunan.

Riri Riza mengarahkan Cut Mini dalam Film Athirah (Sumber: Miles Film Youtube Channel) 
Riri Riza mengarahkan Cut Mini dalam Film Athirah (Sumber: Miles Film Youtube Channel) 

Penulis menganggap bahwa proses penciptaan sutradara Riri Riza memiliki ruang religiusitasnya sendiri, yaitu sebuah konsistensi proses penciptaan yang menghasilkan konsistensi tema dan gaya bertutur dalam setiap karya filmnya. 

Sumber:
Caughie, J. (Ed.). (1981). Theories of Authorship. London: British Film Institute.
Sarris, A. (2004). Notes On The Auteur Theory in 1962. Dalam: L. Braudy dan M. Cohen, (ed)., Film Theory and Criticism: Introductory Readings, 6th ed. New York: Oxford University Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun