Mohon tunggu...
Daris Dzulfikar
Daris Dzulfikar Mohon Tunggu... Seniman - Freelance Filmmaker

Penciptaan Seni Videografi, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Indonesia Era Kolonial (Bagian 1)

24 September 2022   10:46 Diperbarui: 24 September 2022   16:11 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iklan surat kabar Bintang Betawi yang memuat pemutaran film pertama di Hindia Belanda (Sumber: Surat Kabar Bintang Betawi, 30 November 1900).

Setelah bioskop berhasil hadir di Indonesia, sayangnya masih belum ada film Indonesia yang ditayangkan di bioskop. Cerita-cerita yang diputar pada bioskop Kota Hindia Belanda berpusat pada kehidupan warga Eropa (Arief, 2010). Sebaliknya, bioskop didominasi oleh film impor hingga dekade kedua abad 20. Baru pada tahun ke-26 pasca berdirinya bioskop pertama, akhirnya dibuatlah film pertama di Hindia Belanda. 

Film pertama yang diproduksi dengan mengangkat cerita dari penduduk Hindia Belanda adalah Loetoeng Kasaroeng yang diproduksi NV Java Film Company yang didirikan oleh L. Heuveldorp dan G. Kruger dengan bantuan dari Bupati Bandung, Wiranata Koesoemah V untuk memenuhi biaya produksi. Alasan dari produksi film ini adalah persetujuan dan obsesi Wiranata untuk mengembangkan kesenian dan kebudayaan Sunda dalam film pertama yang diproduksi Hindia Belanda (Khoirunnisa, 2020:46). Pemain dalam film ini adalah kaum priyayi pribumi, seperti anak bupati Wiranata Koesoemah V. 

Poster promosi film Loetoeng Kasaroeng (Sumber: Buku Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa karya Misbach Yusa Biran).
Poster promosi film Loetoeng Kasaroeng (Sumber: Buku Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa karya Misbach Yusa Biran).

Film Loetoeng Kasaroeng dibuat pada tahun 1926 menjadi film bisu pertama yang diproduksi di Hindia Belanda (Arief, 1997). Film ini ditayangkan pada 31 Desember 1926 di Bioskop Elite dan Majestic, Bandung. Film ini menginspirasi berbagai tema cerita lokal, hingga akhirnya muncul berbagai film seperti Si Tjonat, Resia Borobudur, Nyai Dasima, Melati van Agam dan lain-lain (Soekiman, 2014). 

Poster film Loetoeng Kasaroeng (Sumber: Buku Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa karya Misbach Yusa Biran).
Poster film Loetoeng Kasaroeng (Sumber: Buku Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa karya Misbach Yusa Biran).

Loetoeng Kasaroeng bercerita tentang kisah cinta. Lebih lengkapnya, Loetoeng Kasaroeng menceritakan tentang kakak beradik, Purbasari dan Purbararang yang bersaing. Purbararang yang merupakan kakak Purbasari menggoda adiknya mengenai kekasih terakhirnya, Lutung (Guru Minang), sedangkan Pacar Purbararang, Indrajaya adalah pria yang tampan. Namun, kakak beradik itu pada akhirnya mengetahui bahwa Lutung sebenarnya adalah dewa yang memiliki wajah lebih tampan dari Indrajaya. 

Penjualan tiket dari Loetoeng Kasaroeng terbilang cukup mahal. Sehingga, hanya dapat ditonton oleh priyayi dan orang Eropa secara langsung di bioskop. Sedangkan bangsa Hindia Belanda yang memiliki penghasilan rendah tidak dapat menontonnya, hanya melihat di balik layar bioskop dengan tampilan terbalik. 

Kegiatan perfilman (membuat dan menonton film) yang dilakukan masyarakat dalam era ini berhasil membentuk industri film pada masa Hindia Belanda. Bahkan artefak-artefak yang berupa bioskop pun bangunannya masih ada hingga sekarang yang secara detail akan penulis bahas di tulisan selanjutnya. 

Sumber:
Buku:
Abdullah, T., Biran, M. Y., Ardan, S.M. 1993. Film Indonesia Bagian I (1900-1950). Jakarta: Perum Percetakan Negara RI.
Ali, Mohammad. 1984. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa
Ardan, S. 1984. Data Perbioskopan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pembinaan Film dan Rekaman Video, Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan PERFIN.
Arief, M. S. (2010). Politik Film di Hindia Belanda. Depok: Komunitas Bambu.
Arief, M. Sarief. 1997. Permasalahan Sensor dan Pertanggungjawaban Etika Produksi. Jakarta: Badan Pertimbangan Perfilman Nasional.
Biran, M. Y. 1993. Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa. Jakarta: Dewan Film Nasional. Komunitas Bambu
Jauhari, H. 2013. Jurnalisme Televisi Indonesia, Tinjauan Luar Dalam. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Koentjaraningrat, Prof. Dr. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru
Soekiman, D. 2014. Kebudayaan Indis. Depok: Komunitas Bambu.
Tjasmadi, HM Johan. 100 Tahun Bioskop di Indonesia 1900 - 2000. Bandung: Megindo Tunggal Sejahtera

Jurnal:
Batubara, Taslim. 2020. Memutar Sejarah “Gambar Idoep” Masa Silam: Industri Perfilman dan Dampaknya di Medan pada Era Kolonial Belanda sampai Orde Baru. Warisan: Journal of History and Cultural Heritage  

Skripsi:
Khoirunnisa, Lutfiana. 2020. Peranan Etnis Cina dalam Industri Perfilman pada Zaman Hindia Belanda Tahun 1900-1942. Jember: Universitas Jember

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun