Ilmu Padi dan Adagium Hukum "Ignorantia Juris Non Excusat"
Sejarah tanaman padi dan sejarah adagium hukum "ignorantia juris non excusat" telah berumur ratusan tahun lalu. Dari padi, para leluhur, guru dan petani berabad-abad, kita diwariskan nasihat ilmu padi sedangkan dari adagium hukum zaman Romawi tersebut, para pengelana, hakim dan cendekia mewariskan kita pesan.Â
Kita tentu tahu ilmu padi namun kita belum tentu tahu adagium hukum zaman Romawi itu. Ilmu padi mengajarkan "bahwa hidup haruslah seperti padi yang semakin berisi semakin merunduk".Â
Padi yang berisi tentu menjadi tanda panen yang dinantikan dan mengundang syukur. Tak hanya dinantikan petani penggarap itu sendiri pun dinantikan seluruh lapisan masyarakat.Â
Adapun adagium hukum ignorantia juris non excusat menetapkan "bahwa tidak mengetahui hukum bukanlah pembenaran" sehingga semua orang yang telah cukup umur dan cakap berfikir dianggap "tahu hukum" dan bertanggung jawab atas pelanggaran hukum yang dilakukannya.Â
Adagium yang hanya diketahui segelintir kalangan tersebut dalam banyak kejadian sering menimbulkan percekcokan seperti manakala seseorang yang "kecelek" merasa ditipu dalam kasus perjanjian atau juga kasus pertanahan, pengendara yang kena tilang di jalan umum lantaran abai tidak lengkap surat-suratnya atau tidak menggunakan helm dengan dalih cuma putar balik atau dekat rumahnya di seberang jalan, dll. Â
Menggugah Kesadaran
Baik adagium hukum ignorantia juris non excusat maupun ilmu padi sejatinya diturun-temurunkan guna menggugah kesadaran terhadap norma sosial maupun norma hukum. Ada beberapa hal yang menjadi catatan tentang adagium hukum tersebut dalam kesadaran hukum:
1. Kompleksitas HukumÂ
Hukum sangatlah kompleks dan bahasa hukum atau bahasa perundang-undangan sulit dipahami oleh orang awam. Banyak undang-undang dan peraturan yang rumit dijelaskan kepada masyarakat agar mengetahui apa yang diperbolehkan atau dilarang oleh hukum.
2. Keterbatasan Pengetahuan
Meskipun besar harapan untuk tiap orang harus mengetahui hukum, kenyataannya banyak orang yang masih memiliki keterbatasan akses informasi, maupun pendidikan untuk memahami hukum dengan baik. Hal ini diperkuat dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023 ada sekitar 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia. Kemiskinan yang masih menjadi PR besar pemangku negara tersebut dapat menyebabkan ketidakadilan dalam sistem hukum.