Mohon tunggu...
Darfito Pado
Darfito Pado Mohon Tunggu... -

A dreamer, who is also a simple person seeing everyday is a beautiful day. Also: A father, Electrical Engineer, Project Management Practitioner, Photography & Book Lover.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cermin | Unicorn, Wardah, dan InemJogja

27 Februari 2019   13:13 Diperbarui: 27 Februari 2019   13:41 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setidaknya ada beberapa peristiwa/item yang masuk radar perhatian saya satu dua pekan terakhir ini: 

1. Unicorn dan yang online-online itu. Ini fenomena yang lagi rame di republik ini. Ada pro kontra. Yang pro mengatakan bahwa unicorn-unicorn ini berhasil membawa investasi dalam jumlah masif dan menggeliatkan ekonomi kreatif. Yang kontra mengatakan kita cuma menjadi pasar dan potensi mengalirnya uang kita ke luar negeri sangat besar.

2. Wardah yang masuk ke Harvard. Ini juga fenomenal. Perusahaan kosmetik lokal, diawaki murni oleh orang lokal, berdiri tegak di pasar lokal dan berkukuh untuk tidak menerima investasi dari luar negeri. 

3. InemJogja. Yang suka jalan-jalan keliling seantero Jogja, mmenebarkan virus bahagia, menolong orang dengan cara yang unik. Seorang dengan pendidikan S2, pernah menjadi dosen disebuah perguruan tinggi dan cukup mapan sebagai seorang kelas menengah. Kemudian memutuskan untuk memberi balik kepada masyarakat Jogja dengan caranya yanng unik.

 Marilah sedikit kita lihat satu per satu item di atas:

 UNICORN 

Ada 4 Unicorn yang ada di Indonesia hari ini. Mereka adalah Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Berikut ini info grafis tentang keempat jagoan kita ini: 

@eradotid
@eradotid
Sebagai orang Indonesia, betapa bangganya saya melihat data 4 Unicorn di atas. Pada sisi valuasi, betapa nilainya sangat aduhai. Yang paling membanggakan adalah para pendirinya adalah orang-orang muda Indonesia. Yah, para millenials itu. Muda, kreatif dan bernilai jual yang tinggi. Dari sisi model bisnis, inilah bisnis masa depan. Yang bertumpu pada konektifitas jaringan teknologi informasi. 

Yang mampu menjangkai sampai ke seluruh pelosok desa, jika internetnya sudah terhubung. Yang transaksinya tidak terbatas tempat dan waktu. Yang pro melihat ini sebagai sebuah kesempatan. 

Yang kontra melihat ini sebagai sebuah ancaman. Sebab ada pula resikonya. Tentang besarnya porsi kepemilikan asing, tentang mengalirnya keuntungan keluar, tentang "market place" yang riil placenya mengambil tempat di halaman kita tetapi "remote"nya nun jauh di sana. 

WARDAH di Harvard 

tangkapan layar detik.com
tangkapan layar detik.com
Dahlan Iskan membahasnya dengan Apik di DI'sWay. Saya tetap saja melihat dengan kagum pada WARDAH ini. Tetap saja dari sisi punggawa muda yang dibesarkan tangan dingin orang tuanya. Yang putri pun tidak kalah kontribusinya. Betapa pandai dan bijaknya orang tua pemilik WARDAH ini. Membangun "kerajaan" buat anak-anaknya. 

Yang dua tamatan ITB, satunya lagi tamatan UI. Universitas-universitas terbaik dalam negeri. Orang Indonesia, tamatan universitas dalam negeri, perusahaan besutan asli dalam negeri, mencari ceruk pasar sendiri di dalam negeri, di kandang sendiri, membuat "tangan-tangan" dari luar itu khawatir (sebagaimana bahasan di Harvard itu). Bagi saya ini sebuah model bisnis yang lain lagi. Sebuah model bisnis yang berusaha tumbuh dari akarnya sendiri. Tanpa menerima bantuan investasi dari luar negeri. Apa bisa kita sebut sebagai prinsip bisnis Berdikari? 

INEMJOGJA 

@inemjogja (instagram)
@inemjogja (instagram)
Nah, ini bukan unicorn bukan pula perusahaan berdikari. Saya terkesima dengan konsep ingin memberi balik nya kepada masyarakat Jogja nya. Di medsosnya pun, sang Inem tidak menerima "endorse"an demi kepentingan komersil dirinya. 

Jika pakem umum yang dianggap mapan seperti ini: Lahir, sekolah, kerja mapan, menikmati pensiun. Eh, Inem ini sedikit beda dari mainstream. Pakemnya: Lahir, sekolah bersusah payah, kerja mapan sebentar, berusaha memberi kepada masyarakatnya, entah kapan pensiun. Sebuah keberanian yang luar biasa.

INI ARTINYA APA? 

Pada ketiga item di atas, saya sebagai orang awam, melihat modal yang besar bagi republik ini:

1. Unicorn: model ini adalah bukti bahwa anak-anak muda kita di republik ini punya mindset berskala global dan kemampuan eksekusi yang prima. Sebagaimana irisan dalam pelajaran geometri, inilah representatif kita dalam model bisnis baru ini. 

Representatif kita dalam pergaulan bisnis international yang superkompetitif ini. Dan ini sangat penting sebab tanpa pengalaman yang cukup dengan menceburkan diri, kita sebagai sebuah bangsa tidak bakal punya "know-how" untuk menangani tantangan dan peluang model bisnis serperti ini di masa datang. Tentang investasi yang mereka terima dari luar negeri, sebenarnya Alibaba.com pun melakukan hal yang sama pada October 1999 ketika menerima suntikan modal USD 25 juta dari Goldman Sachs dan Softbank. 

Kita kemudian bisa melihat nasionalisme Alibaba.com ketika "bertempur " dengan e-Bay pada tahun 2003. Kita masih ingat kata-kata Jack Ma pada e-Bay ketika itu: e-Bay maybe shark in the ocean. But I am crocodile in Yangtze River. 

If we fight in the ocean, we lose. But if we fight in the river, we win. Dengan semangat seperti Jack Ma ini, mungkin suatu hari, dan tidak terlalu lama lagi mestinya, ada yang berujar seperti ini: Alibaba and Amazon maybe shark and crocodile in the Ocean and Yangtze river. But I am King of Guerilla Warfare. If we fight in the ocean and river we will lose, but if we fight in the forest, we will win. 

2. Wardah: Kita sama-sama doakan bangsa kita memiliki wardah-wardah baru. Dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan kapasitas yang lebih besar. Di bidang yang beragam. 

Yang tumbuh di kota-kota kecil dan besar seluruh Indonesia. Yang berdaulat di pasar dalam negeri. Yang penetrasi pasar luar negerinya agresif. Ketika e-Bay kalah kepada Alibaba di Cina, Amerika tidak kalah dalam jumlah pemain. 

Amazon kemudian bertengger di pasar dengan unjuk gigi. Apakah Alibaba menyerah? Tidak. Alibaba mengeluarkan produk-produk baru. Merambah ke seluruh asia, termasuk asia tenggara, dan afrika. Sangat agresif. Nah, punya kah kita modal keuletan untuk ini? 

3. InemJogja: Jelas punya kita modal keuletan. Lihatlah InemJogja ini. Bagi saya ini anti-mainstream. Anti-kemapanan. Sebuah representasi dari wajah Indonesia yang sesungguhnya: berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Tak perlu kaya untuk berbagi. Sebuah prinsip kerekatan bermasyarakat yang mau berbagi. Berani susah dan berjuang dengan gembira. Berjuang bersama, tumbuh, dan sejahtera bersama. Ini sebuah modal budaya yang besar.

Tinggallah kita mencari bentuk dan bertansformasi sebagai sebuah bangsa ditengah ketatnya persaingan global. Di sinilah kehadiran pemimpin sangat diperlukan. Sebab ketiga hal di atas seperti memberikan cermin pada bangsa ini bahwa inilah wajah Indonesia kita, dengan peluang dan tantangannya. Di tangan pemimpin yang bervisi jauh ke depan, bangsa yang sudah besar ini Insha Allah melesat jauh ke depan.

Jakarta, 27 Februari 2019. Sambil menemani bocah-bocah menonton kartun Boboiboy dan Ejen Ali, produk negeri jiran yang kok masuk ke Disney Channel yah.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun