Setidaknya ada beberapa peristiwa/item yang masuk radar perhatian saya satu dua pekan terakhir ini:Â
1. Unicorn dan yang online-online itu. Ini fenomena yang lagi rame di republik ini. Ada pro kontra. Yang pro mengatakan bahwa unicorn-unicorn ini berhasil membawa investasi dalam jumlah masif dan menggeliatkan ekonomi kreatif. Yang kontra mengatakan kita cuma menjadi pasar dan potensi mengalirnya uang kita ke luar negeri sangat besar.
2. Wardah yang masuk ke Harvard. Ini juga fenomenal. Perusahaan kosmetik lokal, diawaki murni oleh orang lokal, berdiri tegak di pasar lokal dan berkukuh untuk tidak menerima investasi dari luar negeri.Â
3. InemJogja. Yang suka jalan-jalan keliling seantero Jogja, mmenebarkan virus bahagia, menolong orang dengan cara yang unik. Seorang dengan pendidikan S2, pernah menjadi dosen disebuah perguruan tinggi dan cukup mapan sebagai seorang kelas menengah. Kemudian memutuskan untuk memberi balik kepada masyarakat Jogja dengan caranya yanng unik.
 Marilah sedikit kita lihat satu per satu item di atas:
 UNICORNÂ
Ada 4 Unicorn yang ada di Indonesia hari ini. Mereka adalah Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Berikut ini info grafis tentang keempat jagoan kita ini:Â
Yang mampu menjangkai sampai ke seluruh pelosok desa, jika internetnya sudah terhubung. Yang transaksinya tidak terbatas tempat dan waktu. Yang pro melihat ini sebagai sebuah kesempatan.Â
Yang kontra melihat ini sebagai sebuah ancaman. Sebab ada pula resikonya. Tentang besarnya porsi kepemilikan asing, tentang mengalirnya keuntungan keluar, tentang "market place" yang riil placenya mengambil tempat di halaman kita tetapi "remote"nya nun jauh di sana.Â
WARDAH di HarvardÂ
Yang dua tamatan ITB, satunya lagi tamatan UI. Universitas-universitas terbaik dalam negeri. Orang Indonesia, tamatan universitas dalam negeri, perusahaan besutan asli dalam negeri, mencari ceruk pasar sendiri di dalam negeri, di kandang sendiri, membuat "tangan-tangan" dari luar itu khawatir (sebagaimana bahasan di Harvard itu). Bagi saya ini sebuah model bisnis yang lain lagi. Sebuah model bisnis yang berusaha tumbuh dari akarnya sendiri. Tanpa menerima bantuan investasi dari luar negeri. Apa bisa kita sebut sebagai prinsip bisnis Berdikari?Â
INEMJOGJAÂ
Jika pakem umum yang dianggap mapan seperti ini: Lahir, sekolah, kerja mapan, menikmati pensiun. Eh, Inem ini sedikit beda dari mainstream. Pakemnya: Lahir, sekolah bersusah payah, kerja mapan sebentar, berusaha memberi kepada masyarakatnya, entah kapan pensiun. Sebuah keberanian yang luar biasa.
INI ARTINYA APA?Â
Pada ketiga item di atas, saya sebagai orang awam, melihat modal yang besar bagi republik ini:
1. Unicorn: model ini adalah bukti bahwa anak-anak muda kita di republik ini punya mindset berskala global dan kemampuan eksekusi yang prima. Sebagaimana irisan dalam pelajaran geometri, inilah representatif kita dalam model bisnis baru ini.Â
Representatif kita dalam pergaulan bisnis international yang superkompetitif ini. Dan ini sangat penting sebab tanpa pengalaman yang cukup dengan menceburkan diri, kita sebagai sebuah bangsa tidak bakal punya "know-how" untuk menangani tantangan dan peluang model bisnis serperti ini di masa datang. Tentang investasi yang mereka terima dari luar negeri, sebenarnya Alibaba.com pun melakukan hal yang sama pada October 1999 ketika menerima suntikan modal USD 25 juta dari Goldman Sachs dan Softbank.Â
Kita kemudian bisa melihat nasionalisme Alibaba.com ketika "bertempur " dengan e-Bay pada tahun 2003. Kita masih ingat kata-kata Jack Ma pada e-Bay ketika itu: e-Bay maybe shark in the ocean. But I am crocodile in Yangtze River.Â
If we fight in the ocean, we lose. But if we fight in the river, we win. Dengan semangat seperti Jack Ma ini, mungkin suatu hari, dan tidak terlalu lama lagi mestinya, ada yang berujar seperti ini: Alibaba and Amazon maybe shark and crocodile in the Ocean and Yangtze river. But I am King of Guerilla Warfare. If we fight in the ocean and river we will lose, but if we fight in the forest, we will win.Â
2. Wardah: Kita sama-sama doakan bangsa kita memiliki wardah-wardah baru. Dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan kapasitas yang lebih besar. Di bidang yang beragam.Â
Yang tumbuh di kota-kota kecil dan besar seluruh Indonesia. Yang berdaulat di pasar dalam negeri. Yang penetrasi pasar luar negerinya agresif. Ketika e-Bay kalah kepada Alibaba di Cina, Amerika tidak kalah dalam jumlah pemain.Â
Amazon kemudian bertengger di pasar dengan unjuk gigi. Apakah Alibaba menyerah? Tidak. Alibaba mengeluarkan produk-produk baru. Merambah ke seluruh asia, termasuk asia tenggara, dan afrika. Sangat agresif. Nah, punya kah kita modal keuletan untuk ini?Â
3. InemJogja: Jelas punya kita modal keuletan. Lihatlah InemJogja ini. Bagi saya ini anti-mainstream. Anti-kemapanan. Sebuah representasi dari wajah Indonesia yang sesungguhnya: berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Tak perlu kaya untuk berbagi. Sebuah prinsip kerekatan bermasyarakat yang mau berbagi. Berani susah dan berjuang dengan gembira. Berjuang bersama, tumbuh, dan sejahtera bersama. Ini sebuah modal budaya yang besar.
Tinggallah kita mencari bentuk dan bertansformasi sebagai sebuah bangsa ditengah ketatnya persaingan global. Di sinilah kehadiran pemimpin sangat diperlukan. Sebab ketiga hal di atas seperti memberikan cermin pada bangsa ini bahwa inilah wajah Indonesia kita, dengan peluang dan tantangannya. Di tangan pemimpin yang bervisi jauh ke depan, bangsa yang sudah besar ini Insha Allah melesat jauh ke depan.
Jakarta, 27 Februari 2019. Sambil menemani bocah-bocah menonton kartun Boboiboy dan Ejen Ali, produk negeri jiran yang kok masuk ke Disney Channel yah. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H