Mohon tunggu...
Darfito Pado
Darfito Pado Mohon Tunggu... -

A dreamer, who is also a simple person seeing everyday is a beautiful day. Also: A father, Electrical Engineer, Project Management Practitioner, Photography & Book Lover.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Jakarta Macet: Terus Bagaimana?

6 Desember 2015   05:42 Diperbarui: 6 Desember 2015   20:47 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pukul tujuh, saya meluncur menembus hingar-bingar Jakarta di pagi hari. Ke Trunojoyo tujuan saya. Sejak Pramuka sudah sangat masif macetnya. Tidak seperti biasanya. Butuh hampir dua jam untuk mencapai Mampang. Persis setelah perempatan, arus lalu lintas hampir berhenti. Butuh satu jam lebih kemudian bagi saya untuk sampai tujuan.

Situasi seperti di atas nampaknya sudah lumrah terjadi di Jakarta. Setiap tahun, dalam rentang 15 tahun belakangan, situasinya menjadi lebih buruk. Kalau kembali ke tahun awal 2000 misalnya, selama hari kerja, kemacetan mencapai puncaknya antara jam tujuh pagi sampai jam 10 pagi saja. Setelah jam tersebut, jalan mulai lenggang. Akan kembali macet antara jam lima sore sampai menjelang maghrib. Pada hari Sabtu dan Minggu, ruas jalan praktis lancar. Sekarang, kemacetan menyergap hampir setiap waktu bahkan di akhir pekan sekalipun. Pada tingkat tertentu, beberapa ahli meramalkan bahwa ke depan terbuka kemungkinan kemacetan sudah menjemput kita sejak keluar dari kompleks perumahan jika tidak dilakukan sesuatu terkait kemacetan ini.

Kenapa Macet?

Jumlah Penduduk. Tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah penduduk adalah faktor utama kemacetan di Jakarta. Terdapat 12.7 juta penduduk di siang hari dan 9.9 juta pada malam hari. Ini berarti 2.8 juta orang melakukan perjalanan dari luar Jakarta di pagi hari dan meninggalkan Jakarta di sore hari. Jika 50% dari 9.9 juta yang melakukan perjalanan, maka berarti ada 7.8 juta orang yang membanjiri jalanan Jakarta dengan berbagai moda transportasi setiap harinya.

Jumlah Kendaraan. Total jumlah kendaraan sekitar 17.5 juta. Yang paling banyak adalah kenderaan roda dua sejumlah 13 jutaan, disusul roda empat pribadi sejumlah 3.2 jutaan, dan angkutan umum dan lainnya sejumlah 1.3 jutaan. Jumlah ini tumbuh rata-rata 12 persen per tahun.

Angkutan Umum. Ini berkaitan dengan jumlah kendaraan di atas. Pilihan angkutan umum sebenarnya bervariasi. Ada bus, taksi, kereta api, ojek, omprengan, bajaj, oplet, mikrolet, APB, busway dan sebagainya. Problemnya adalah semua pilihan ini memberikan konsekuensi yang tidak mudah pada para penggunanya. Selain tingkat kenyamanan dan keamanan yang mengkhawatirkan, biayanya juga pada akhirnya kadang lebih mahal dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Ini kemudian memicu banyak orang untuk memiliki kendaraan pribadi.

Gaya Hidup. Tidak hanya menengah atas, menengah bawah pun  senang menghabiskan waktu dipusat-pusat perbelanjaan. Lokasi rumah mereka dengan pusat-pusat perbelanjaan ini terkadang tidaklah berdekatan, yang meningkatkan tingkat mobilitas, dengan menggunakan kendaraan. Pada hari sabtu dan minggu, pusat-pusat perbelanjaan penuh dengan masyarakat, tak terkecuali restoran, tempat makan, dan cafe-cafe.

Apa Situasi Sekarang?

Macetnya masih parah. Pada jumat sore, ketika hujan mengguyur, “neraka”lah wujudnya. Di beberapa ruas jalan, pada saat hujan itu, jalan tergenang.

Beberapa perkembangan sebenarnya sudah ada dan lagi diusahakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta. Misalnya:

  • Revitalisasi sistem dan jumlah kereta api di Jakarta dan BoDeTaBek.
  • Revitalisasi sistem dan jumlah PPD dan DAMRI.
  • Mengintrodusir Busway.
  • Permulaan pembangunan MRT dan LRT.
  • Perbaikan Sistem Drainase kota Jakarta, yang berhubungan dengan banjir dan berdapak baik bagi kemacetan.

Hasilnya, masyarakat nampaknya gembira dengan apa yang terjadi pada kereta api, PPD, dan DAMRI. Pada Busway, ada catatan tentang jumlah, manajemen dan frekuensi kedatangannya. Ekspektasi yang besar diharapkan pada MRT dan LRT. Dan ini baru bisa dilihat beberapa tahun ke depan.

 Terus Bagaimana?

Sebenarnya sebagai masyarakat, kita dapat berpartisipasi dalam upaya mengurangi macet Jakarta. Tentu ini bukanlah hal mudah.

Paket Hunian Bertingkat. Hunian bertingkat adalah hal yang banyak dilakukan di kota-kota besar di dunia. Secara budaya, ini bukanlah pilihan yang digemari oleh masyarakat kita. Tetapi hal ini akan sangat besar kontribusinya bagi pengurangan kemacetan. Apalagi dalam bentuk paket. Paket dalam hal ini adalah digabungnya hunian, pusat perbelanjaan, restoran, fasilitas rekreatif, fasilitas kesehatan sederhana dan fasilitas pendidikan sederhana dalam satu tempat. Konsep ini akan mengurangi mobilitas masyarakat.

Planologi yang Anti-Macet Friendly. Dimasa lalu, kita pernah mendengar bahwa kebijakan pembangunan perumahan mestilah mengadopsi pola 1-3-6. Maksudnya, jika dibangun 1 buah rumah mewah, makan harus pula dibangun 3 buah rumah kelas menengah dan 6 buah rumah kelas menengah bawah. Dengan komposisi ini, rumah menjadi terjangkau bagi seluruh kalangan penghuni Jakarta.

Tentu penentuan tentang siapa yang berhak memiliki rumah tersebut dan skemanya mestilah ketat. Harapannya, dapat dikurangi jumlah 2.8 juta orang yang bolak-balik Jakarta tiap hari kerja. Untuk mewujudkan ini, kolaborasi yang baik antara masyarakat, pemerintah dan pihak swasta sangat diperlukan.

Gaya Hidup. Bagi yang terlanjur punya rumah “normal”, maka perubahan gaya hidup mungkin bisa membantu. Contoh, kalau tadinya sering membeli dan menjahit baju, belanja rumah tangga harian dan bulanan,   yang biasanya dibeli di mall-mall, mungkin cukup membeli di PD. Pasar Jaya. Dengan begini, persentase mobilitas bisa dikurangi. Yang tadinya, kunjungan ke mall sangat tinggi intensitasnya sekarang banyak hal bisa dilakukan di “belakang rumah”. Selain hemat pada proses transaksinya, juga hemat biaya transportasi dan waktunya.

Revitalisasi Infrastruktur Ekonomi Kerakyatan. Ini bisa dilakukan dengan merevitalisasi Pasar Jaya sebagaimana yg dilakukan di Pasar Santa. Sehingga ketika hal seperti yang dikemukakan pada gaya hidup di atas ingin dilakukan, infrastrukturnya telah siap. Tentu porsi ini banyak bergantung pada pemerintah. Tetapi partisipasi masyarakat sangatlah penting.

Mendukung Inovasi. Ini cenderung gampang-gampang susah. Tapi marilah kita mengambil contoh Go-Jek. Jika sekiranya aplikasi Go Shoppingnya digunakan secara luas, dapat dibayangkan dampak penurunan tingkat mobilitas para keluarga terkait belanja tertentu.

Sekali lagi, kesemua hal di atas bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Sebaliknya, bukan pula tidak mungkin dilaksanakan. Partisipasi kita sangat lah penting untuk membuat Jakarta kita menjadi tempat yang lebih baik. Mari berpartisipasi.

 

Jakarta, 5 Desember 2015 (Diposting di rumah, setelah seharian kuliah ICA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun