Itu pun: baru rencana. Sedang dikaji. Masih dipertimbangkan. Semua perlu ditinjau kesiapannya. Artinya, belum mutlak jadi keputusan resmi.
Penjelasan mudahnya: tergantung bagaimana kesiapan lingkungan pendidikan ke depannya. Dan infrastruktur penunjang belajar online.
Hingga saat ini memang PJJ masih yang utama. Karena kondisi pagebluk melanda Indonesia. Masih sebatas itu semuanya. Belum berubah kebijakan.
Lalu, kok sudah heboh menolak PJJ ingin jadi permanen?
Kok sudah muncul opini seolah menghakimi Nadiem telah menentapkan PJJ sebagai pengganti belajar-mengajar tatap muka.
Kenapa jadi ada pemelintiran isu dan opini begitu? Yang dampaknya: membodohi masyarakat.
Ini salah kaprah. Jika dibiarkan, kasihan masyarakat --Kepala Sekolah, Guru, orang tua murid dan pelajarnya. Hal yang belum pasti, tapi sudah didoktrin kesalahan informasi terkesan Nadiem bakal memantapkan cara PJJ selamanya. Tak ada lagi belajar-mengajar tatap muka.
Toh, memadukan belajar-mengajar tatap muka dengan PJJ adalah strategi jitu. Sehingga, wajah pendidikan kita tak melulu 'kuno'. Begitu-begitu saja modelnya.
Kalau pun dikolaborasi belajar-mengajar tatap muka dan PJJ, Indonesia mulai menuju kemajuannya.
Antara kemajuan teknologi mampu diadaptasi dengan kebiasaan. Teknolpgi menjadi pendukung kebiasaan cara belajar-mengajar yang lazim berlangsung.
Sampai di sini, sudah paham kan?*