Ribut-ribut sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bakal dibuat permanen. Heboh. Menuai polemik.
PJJ: yang awalnya tercipta sebab situasi pagebluk virus Covid-19 di Indonesia.
Sehingga tidak mungkin belajar tatap muka --seperti aktivitas konvensional-- diadakan. Demi keselamatan Guru dan Murid serta orang tuanya.
Setelah sekitar 4 bulan terlaksana, Mendikbud Nadiem Makarim mewacanakan PJJ dapat saja dibuat berlanjut. Ada unsur positifnya dari pelaksanaan PJJ selama ini.
Pertama; ada kemajuan adaptasi teknologi online dari PJJ --dari Guru dan murid. Kedua; bisa menopang kekurangan materi belajar yang belum tuntas. Ketiga; memacu kreativitas. Keempat; efisiensi pembelajaran.
Dengan begitu: dapat dipertimbangkan kolaborasi antara kegiatan belajar-mengajar tatap muka (nantinya) dengan PJJ.
Begitu ucapan Nadiem Makarim. Penjelasan yang dikutip dari berbagai media nasional. Yang tervalidasi akurat informasinya.
Terus kenapa sudah pada 'berisik' menolak keberlangsungan PJJ?
Padahal: sangat jelas tidak ada pernyataan dari 'Mas Menteri' yang kelak ingin memantapkan PJJ sebagai pengganti belajar-mengajar konvensional.
Sangat jelas, tidak ada maksud resmi Nadiem ingin menjadikan PJJ sebagai metodologi belajar-mengajar utama, mengesampingkan tatap muka yang telah bisa dilaksanakan.
Yang mengemuka cuma 'rencana' memadukan antara belajar-mengajar tatap muka dan PJJ sebagai pendukungnya.