Mohon tunggu...
Dara RatuKoto
Dara RatuKoto Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah, Ini Anak Perempuanmu

6 Oktober 2024   20:55 Diperbarui: 6 Oktober 2024   20:58 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkataan itu sangat menyakitkan, sangat menakutkan, aku selalu ingin menunjukkan kasih sayang seperti ini kepada ayah tapi selalu kalah dengan ego dan malu pada saat ayah masih sehat. Tapi, kali ini ego dan malu itu benar-benar tidak ku pedulikan.

Ayah, bukan ini yang aku inginkan. Aku tidak punya kenangan yang akan ku ceritakan kepada orang-orang tentang kedekatan ku denganmu. Ayah, kembali lah. Sebentar lagi aku menyelesaikan kuliah ku, tapi ayah kemana? Ayah yang mengusahakan semuanya untuk pendidikan ku, ayah yang sangat ingin melihat aku memakai toga, tapi, ayah ke mana?

Ibu, benar-benar sangat hancur. Lebih hancur dari ku sepertinya. Ibu benar-benar kehilangan dunianya. Ayah yang selalu menemani ibu, ayah yang tidak pernah membiarkan ibu melakukan sesuatu sendirian. Ibu dan aku seperti kehilangan separuh jiwanya.

**

Ayah, ternyata memang benar dunia ini keras, dunia ini myesatkan bila tidak ada yang menuntun. Kenapa ayah harus pulang sebelum ayah benar-benar berperan sebagai seorang ayah. Sejak ayah pergi, setengahku juga ikut pergi.

Pendidikan ku selesai tanpa ayah. Foto studio yang sangat aku tunggu setelah wisuda ini ternyata hal yang menyakitkan. Ternyata, aku memang ditakdirkan tidak mempunyai foto keluarga yang sangat aku dambakan itu. Foto ayah dalam bingkai itu yang hanya bisa ku pegang saat ini.

Suara ayah sudah memudar di ingatanku, setiap malam aku selalu berusaha untuk mengingat suara kesayangan itu. Banyak momen di mana aku selalu terbangun tengah malam karna mendengar ibu yang masih menangis. Ternyata, selama ini ibu dan aku selalu pura-pura kuat, pura-pura menjadi baik-baik saja. Ibu benar-benar hancur, ingin rasanya aku memindahkan sebagian beban ke pundakku supaya ibuku tidak terlalu merasa sedih dan merasa terpuruk.

Ada pertemuan sudah pasti ada perpisahan. Ada kebersamaan sudah pasti ada kehilangan. Dan lucunya, kadang aku baru tahu betapa berharganya seseorang setelah dia pergi, dan yang tersisa tinggalah penyesalan.

Saat ini, aku kehilangan rasa aman. Seseorang yang ku anggap rumah yang memiliki perlindungan, kehangatan, kenyamanan benar-benar pergi. Seseorang yang selalu mengucapkan selamat tanpa peduli aku menang atau kalah. Saat orang itu pergi, rasanya dunia ini hancur.

Ayah pergi untuk selamanya, sedihnya lagi, aku tidak punya kenangan yang banyak bersama ayah. Belum banyak waktu yang bisa ku habiskan untuk main bersama, tertawa bersama. Bahkan foto bersama aku pun tak punya. Sedikit sekali kenangan tentang ayah yang masih terkenang di kepalaku dan kenangan itu akan ku simpan di ruangan tersendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun