Mohon tunggu...
Putri Langit
Putri Langit Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis Lokal

Jurnalis Lokal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila dan Pemenuhan Hak Asasi Perempuan dalam Bidang Politik

29 Desember 2023   08:47 Diperbarui: 8 Januari 2024   12:02 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah symbol persatuan dan kesatuan, serta sebagai fondasi ideologis negara. Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI. Sila Kedua Pancasila "Kemanusiaan yang adil dan beradab" dan Sila Kelima Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" dalam hal ini yang dimaksud adil dan beradab terkandung makna bahwa keadilan berlaku bagi setiap manusia. Posisi perempuan sangatlah penting dalam dunia politik, keterwakilan perempuan dalam parlemen tentu melibatkan perempuan dalam kedudukan yang strategis dalam pengambilan keputusan yang berpihak kepada kaum perempuan. 

Hingga saat ini partispasi perempuan di Indonesia dalam parlemen masih belum mencapai target nasional yaitu Persen keterwakilan dari laki-laki, untuk itu perlu adanya upaya dalam meningkatkan partispasi perempuan dalam pemilihan umum, mendorong kaum perempuan harus berani tampil dan memiliki kepekaaan untuk berpartisipasi dalam dunia politik sehingga hak-hak perempuan bisa diperjuangkan jika ia menduduki jabatan publik dari hasil pemilihan umum perlu dilakukan berbagai upaya dalam meningkatkan partispasi perempuan dalam dunia politik.

Pelaksanaan pemenuhan kuota pencalonan oleh partai politik dilakukan dengan melakukan rekrutmen di internal partai kemudian partai politik mengikuti proses tahapan pencalonan legislatif dengan memenuhi kuota keterwakilan perempuan di mulai dari tingkat kepengurusan hingga pada tahapan pencalonan.

Peran perempuan dalam pembangunan ini dilandasi untuk kepentingan perempuan itu sendiri, Adanya tuntutan peran perempuan dalam pembangunan menimbulkan pengertian peran ganda atau mitra sejajar, tidak hanya disitu saja perempuan didorong melangkah kedunia politik sebagai keterwakilan dari kaumya dalam mengambil keputusan politik yang berkaitan dengan pemenuha hak kaum perempuan. Akan tetapi, peran perempuan Indonesia dengan peran ganda dan sebagi mitra sejajar dalam pelaksanaannya belum dapat berjalan dengan baik, saat ini perempuan masih hanya dalam tahap partisipasi politik saja, Seperti hanya sebagai peserta pemilihan umum, namun pada tahap berikutnya perempuan diharapkan mampu meningkatkan angka keterpilihan perempuan dalam pemilihan umum yang saat ini masih belum mencapai target yakni 30 persen.

Peran politik perempuan dari perspektif kalangan feminism radikal (aliran yang berpandangan bahwa penindasan terhadap kaum Wanita terjadi karena system budaya patriarki) adalah dimana terjadinya transformal total, peran perempuan di ranah domestic ke ranah public, atau dalam bahasa populernya adalah kesetaraan gender. Keterlibatan wanita di kancah politik bukan hal yang baru. Dalam sejarah perjuangan kaum wanita, partisipasi wanita dalam pembangunan, telah banyak kemajuan yang telah dicapai terutama dibidang pendidikan, ekonomi, social, budaya dan bidang pemerintahan. Keterwakilan perempuan sangatlah penting dengan alasan nilai social budaya yang mengutamakan laki-laki, pembagian kerja berdasarkan gender dalam masyarakat agraris tradisional, citra perempuan sebagai kaum yang lemah lembut, ajaran agama yang ditafsirkan secara sempit dan kekurangan dalam kualitas individu dan kaderisasi politik. Dari segi ideologi dan hak asasi manusia, perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki mempunyai hak, kedudukan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesehatan, pendidikan, pekerjaan, hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran, hak untuk tidak disiksa, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak untuk berserikat, berorganisasi, berpolitik, dan berbagai hak universal yang dilindungi oleh hukum.

Kepedulian Indonesia terhadap persamaan hak ini juga tercermin denga ikut sertanya menandatangani konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pada tahun 1980 dan diratifikasi pada tahun 1984 melalui Undang- Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

Pancasila, landasan filosofis negara Indonesia, mencakup nilai-nilai demokrasi, keadilan sosial, dan hak asasi manusia. Dalam ranah politik, hal tersebut diwujudkan dalam berbagai aspek seperti perkembangan lembaga negara, perlindungan hak asasi manusia, dan berfungsinya demokrasi dan sistem hukum. Konsep "Politik Hukum Indonesia Berlandaskan Pancasila dan UUD 1945" menekankan saling ketergantungan politik dan hukum, yang keduanya berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Kedekatan Pancasila dengan etika politik terlihat dari perannya sebagai sumber legitimasi moral dan hukum dalam penyelenggaraan negara, serta kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan masyarakat seperti kerusakan moral, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Namun demikian, terdapat kekhawatiran mengenai minimnya penerapan Pancasila dalam praktik demokrasi di Indonesia, khususnya pada peristiwa politik seperti pemilihan umum. Selain itu, Pancasila dianggap sebagai landasan utama pembuatan dan perubahan undang-undang (hukum politik) di Indonesia, yang mencerminkan signifikansinya dalam kerangka hukum dan politik negara.

Pancasila sebagai landasan filosofis negara Indonesia berdampak pada pemenuhan hak asasi perempuan dalam ranah politik. Nilai-nilai Pancasila, seperti demokrasi, keadilan sosial, dan hak asasi manusia, dapat diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan politik, termasuk pengembangan lembaga negara, perlindungan hak asasi manusia, dan berfungsinya demokrasi dan sistem hukum, Namun penerapan Pancasila dalam praktik demokrasi di Indonesia masih minim, terutama pada peristiwa politik seperti pemilihan umum. Dalam kaitannya dengan kesetaraan gender dalam politik, Pancasila menekankan pentingnya partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam kehidupan politik. Upaya peningkatan peran perempuan dalam politik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dapat membantu mengubah citra politik dan mendorong kesetaraan gender dalam ranah politik. Oleh karena itu, Pancasila dapat menjadi pedoman bagi pengembangan kebijakan dan undang-undang yang memajukan hak asasi perempuan dalam ranah politik.

Hak asasi perempuan yang terkait dengan Pancasila di bidang politik meliputi:

  • Kesetaraan gender: Pancasila menjadi pedoman dalam aspek-aspek kehidupan bangsa Indonesia, termasuk dalam kesetaraan gender. Nilai-nilai Pancasila dapat diwujudkan dalam setiap bidang kehidupan karena bersifat universal.
  • Partisipasi politik: Pancasila mempunyai hak unto memilih dan dipilih untuk menduduki badan-badan yang dipilih secara umum, tanpa diskriminasi. Dalam hal politik, ini mencakup permakuan dan keterwakilan perempuan di bidang politik.
  • Perlindungan hak asasi manusia: Pancasila juga menjadi dasar dalam perlindungan hak asasi manusia, termasuk hak asasi perempuan.
  • Pengembangan lembaga negara: Pancasila mempengaruhi pengembangan lembaga negara, seperti MPR, DPR, MA, MK, BPK, dan DPA3. Dalam era reformasi, perubahan sistem pemilihan umum memungkinkan rakyat tidak lagi dipilih oleh MPR, dan pemilihan langsung daerah menandakan bahwa Indonesia menjunjung nilai musyawarah dan mufakat Pemilu.
  • Pengembangan hukum: Pancasila juga berkaitan dengan pengembangan hukum di Indonesia

Ketidakadilan gender melahirkan diskriminasi gender terutama bagi perempuan. Oleh sebab itu Pasal 1 Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan menjelaskan definisi Diskiminasi, segenap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial,budaya, sipil atau apapun lainnya oleh wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita. Untuk menentukan ketidakadilan gender dan diskriminasi itu penting dilakukan Analisis Gender. Analisis gender adlah proses penganalisaan data dan informasi secara sistematis tentang kondisi laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab dalam proses pembangunan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi akses, partisipasi, kontrol dan manfaat (APKM).

Faktor -- faktor yang mempengaruhi analisis gender, antara lain :

  • Akses, faktor ini diperlukan untuk mengukur seberapa besar peluang atau kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk memanfaatkan sumber daya (baik sumber daya alam, sosial, politik maupun waktu).
  • Partisipasi, adalah pelibatan atau keterwakilan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam program, kegiatan, dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan. Faktor ini berguna untuk melihat proporsi dari laki-laki atau perempuan yang termarginalisasi baik secara kelas, suku, ras maupun budaya.
  • Kontrol, adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya dan siapa yang memiliki akses terhadap penggunaan sumber daya tersebut. Faktor ini diperlukan untuk melihat proporsi perempuan atau laki-laki dalam pengambilan keputusan.
  • Manfaat, adalah hasil-hasil dari suatu proses pembangunan. Faktor ini digunakan untuk melihat proporsi manfaat pembangunan yang diterima oleh perempuan atau laki-laki.

Pentingnya Partisipasi dan Keterwakilan Perempuan dalam Politik 

Definisi politik yang bermacam-macam, keterlibatan semua warganegra baik laki-laki maupun perempuan, terutama di lembaga Legislatif. Partisipasi dan keterwakilan perempuan di Legislatif, sebagai anggota legislatif sangat penting karena terkait dengan representasi politik. Anggota Legislatif merupakan representasi rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Oleh sebab itu, seharusnya anggota legislatif yang berasal kader dari partai politik tertentu tidak hanya loyal pada parpol dan kebijakan parpol, tetapi juga loyal pada pemilih. Dengan demikian, wakil rakyat anggota parlemen terpilih seharusnya tidak hanya didasakan pada kriteria statistik dan matematika, seperti yang berkembang selama ini dalam pemilu, tetapi juga dipilih lewat kriteria kepentingan dan aspirasi yang ada diberbagai kalangan dalam masyarakat dinegeri itu agar kepentingan minoritas juga terlindungi dan mendapat tempat. Wakil rakyat perempuan di parlemen bukan hanya dimknai dengan jumlah tetapi juga dimknai bahwa kehadiran mereka di parlemen memang bermakna dan bisa membawa ide dan gagasan yang bisa mempresentasikan kepentingan konstituen.

Data ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender di Bidang Politik Khusunya di Lembaga Legislatif

Sistem politik di Indonesia masih menunjukkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan. Partisipasi dan keterwakilan perempuan belum terefleksikan di dalam posisi kekuasaan dan proses pengambilan keputusan. Ketidakadilan dan ketidaksetaraan perempuan di dalam politik dan kehidupan publik disebabkan oleh, antara lain:

  • Pandangan  yang menyatakan bahwa politik itu dunianya laki-laki, sehingga perempuan tidak perlu terlibat dalam politik.
  • Laki-laki adalah kepala keluarga, sehingga perempuan tidak perlu terlibat di dalam proses pengambilan keputusan diberbagai tingkatan kehidupan.
  • Perempuan hanyalah pelengkap saja dalam politik, sehingga seringkali ditempatkan pada kedudukan/posisi yang tidak penting.
  • Sistem hukum di bidang politik masih diskriminatif bagi perempuan.

Upaya Mewujudkan Kesetaraan dan Keadadilan Gender di Bidang Politik Penting Didukung oleh Partisipasi dan Keterwakilan Perempuan di Legislatif

Jaminan hukum kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik bagi perempuann sudah banyak diatur, namun partisipasi dan keterwakilan perempuan di legisatif belum maksimal. Oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik, antara lain:

  • Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 (jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011), partai politik harus melakukan pendidikan politik dan juga rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
  • Peningkatam keterwakilan dalam posisi strategis pada kekuasaan, pelaksanaa  pemilu 2009 telah memberikan jaminan hukum bagi perempuan berpartisipasi peserta pemilu yag secara independen yaitu perempuan berpartisipasi peserta pemilu yang secara independen yaitu melalui Dewa Perwakilan Daerah. Hasil Pemilu 2009 itu telah memperlihatkan peningktan keterwakilan mencapai angka 29%. Hak ini memperlihatkan sudah mendekati angka kritis TKS minimal 30%. Namun, peranan perempuan di DPD ini kurang maksimal mengingat fungsi DPD itu sendiri berada di Parlemen. Kendala yang dihadapi perempuan untuk meraih suara, antar lain masalah dana dan peranan Parpol yang masih dominan memberikan kesempatan bagi anggota legislatif laki-laki. Selain itu, setelah menjadi anggota legislatif, anggota legislatif perempuan tidak menduduki posisi-posisi penting dan tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan di MPR, DPR, DPRD, DPD sebagaimana diatur dalam Undang -- Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh sebab itu, upaya penguatan tindakan khusus sementara pada paket pemilu sangat penting. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, UU Penyelenggara Pemilu dan UU Parpol telah memberikan akses dan kesempatan untuk perempuan berkiprah di politik.
  • Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan di Legislatif sangatlah penting. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, menyatakan bahwa fungsi DPR ada 3 (tiga) yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Karena pastisipasi dan keterwakilan perempuan masih minim, masih banyak produk legislasi, anggaran dan pengawasan belum berperspektif Gender. Adanya partisipasi dan keterwakilan perempuan baik secara kuantitatif minimum 30% dan kualitas yang baik tentu akan menghasilkan parlemen yang memperlihatkan kesetaraan dan keadilan gender.
  • Legislasi yang berperspektif Hak Asasi Manusia dan Gender, data menunjukan bahwa masih banyak produk legislasi yang belum sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan Gender. Naila Kabeer menegaskan bahwa kebijakan yang berpespektif gender memuat tiga hal yaitu kebijakan bercirikan peka terhadap dampak ketidakadilan gender yang ada di tengah masyarakat, kepekaan dalam melihat perbedaan, pengalaman dan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dalam menjawab suatu persoalan, kebijakan yang netral gender, kebijakan yang spesifik gender, dan kebijakan yang transformatif gender. Perubahan Undang-Undang nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan, telah memperlihatkan langkah maju yaitu mencantumkan pentingnya naskah akademik. Walaupun perspektif HAM dan gender tidak secara tegas ditentukan sebgai asas-asas yang harus termuat dalam materi muatan, namun ini dapat dilihat dalam asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu bahwa setiap muatan materi peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan , gender, atau status sosial. Legislatif harus membentuk peraturan perundang-undangan yang berperspektif HAM dan Gender, sehingga diperlukan parameter atau indikator yang jelas. Pada saat ini kementerian Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak rtelah membuat pedoman pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan perundang -- undangan dan panduan praktis memahami perancangan peraturan daerah yang telah melakukan pengintegrasian prinsip Hak Asasi Manusia dan Kesetaraan Gender.
  • Anggaran yang responsif gender, anggaran publik sangat mempengaruhi bagi kehidupan warganegra. Anggaran merupakan instrumen penting kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah dan menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas negara. Legislatif mempunyai fungsi anggaran karena legislatif merupakan lembaga representatif dari rakyat, dan legislatif merupakan tempat yang tepat untuk memastikan anggaran optimal sesuai dengan kebutuhan bangsa berdasarkan sumber daya yang tersedia. Partisipasi legislatif yang efektif dalam proses penganggaran, menjamin pentingnya mekanisme checks and balances untuk akutanbilitas dan transparasi pemerintah sera memastikan pemberian layanan publik dan efisien. Perempuan juga merupakan bagian yang perlu menerima manfaat layanan publik itu. Oleh sebab itu anggaran yang berkesetaraan dan berkeadilan gender diperlukan. Anggaran responsif  gender adalah metode analisis anggaran negara yang melihat bagaimana dampak anggaran terhadap perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki, pada perbedaan kelompok ekonomi. Anggaran responsif gender (ARG) bukan memisahkan anggaran perempuan dan laki-laki tetapi penekanan pada dampak anggaran. Anggaran responsif gender telah diupayakan walaupun belum secara maksimal dan telah diatur dalam berbagai kebijakan yang ada, antara lain instruksi presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.02/2009, peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah 2010.
  • Pengawasan yang responsif, pengawasan merupakan proses pertanggungjawaban secara moral dan politik orang-orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka dalam pelaksanaan kekuatan politik. Dalam pengertian praktis, kekuasaan politik merupakan proses perumusan kebijakan publik yang dilakukan oleh sekelompok orang atas nama rakyat. Prinsip pengawasan legislatif terhadap eksekutif adalah untuk menjamin keberhasilan pemerintahan perwakilan yang akuntabel melalui institusi yang melekat pada kedaulatan rakyat. Ada kesepakatan bahwa legislatif bukan lembaga audit. Pengawasan legislatif dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan bahwa siapapun yang memiliki kewenangan harus responsif tanggap dan bertanggungjawab, terutama responsif pada norma-norma profesional bahwa siapapun yang memiliki kewenangan harus berbuat atau bekerja dengan baik, responsif pada kepentingan publik, dan responsif pada konstituen.
  • Sinergitas antara kaukus perempuan parlemen, kaukus perempuan politik Indonesia dengan pemerintah, lembaga non pemerintahan dan akademisi, mewujudkan sistem politik yang berkeadilan dan berkesetaraan gender bukanhal yang mudah, mengingat budaya patriaki yang masih melekat kuat. Oleh sebab itu sinergitas antara semua pihak harus dilakukan, antara lain pemerintah, lembaga non pemeritah, dan juga akademisi. Kaukus perempuan politik indonesia merupakan kumpulan perempuan yang berada di partai politik, dan kaukus perempuan parlemen yang merupakan kumpulan dari perempuan-perempuan yang sudah berada di legislatif baik DPRD maupun DPD. Keberadaan KPP-RI DAN KPPI ini tentu saja harus didukung oleh pihak yaitu kalangan pemerintah, lembaga non pemerintah, dan akademisi. Kalau sinergitas ini dapat dibangun, maka upaya mempercepat terwujudnya keadilan dan  kesetaraan gender di bidang politik dapat dilakukan.

Partisipasi dan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sangat penting, karena di parlemen perempuan di lembaga legislatif sangat penting, karena di Parlemen perempuan berada dalam posisi yang strategis untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan legislsi, penentuan anggaran dan pengawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun