Mohon tunggu...
Putri Langit
Putri Langit Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis Lokal

Jurnalis Lokal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila dan Pemenuhan Hak Asasi Perempuan dalam Bidang Politik

29 Desember 2023   08:47 Diperbarui: 8 Januari 2024   12:02 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Faktor -- faktor yang mempengaruhi analisis gender, antara lain :

  • Akses, faktor ini diperlukan untuk mengukur seberapa besar peluang atau kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk memanfaatkan sumber daya (baik sumber daya alam, sosial, politik maupun waktu).
  • Partisipasi, adalah pelibatan atau keterwakilan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam program, kegiatan, dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan. Faktor ini berguna untuk melihat proporsi dari laki-laki atau perempuan yang termarginalisasi baik secara kelas, suku, ras maupun budaya.
  • Kontrol, adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya dan siapa yang memiliki akses terhadap penggunaan sumber daya tersebut. Faktor ini diperlukan untuk melihat proporsi perempuan atau laki-laki dalam pengambilan keputusan.
  • Manfaat, adalah hasil-hasil dari suatu proses pembangunan. Faktor ini digunakan untuk melihat proporsi manfaat pembangunan yang diterima oleh perempuan atau laki-laki.

Pentingnya Partisipasi dan Keterwakilan Perempuan dalam Politik 

Definisi politik yang bermacam-macam, keterlibatan semua warganegra baik laki-laki maupun perempuan, terutama di lembaga Legislatif. Partisipasi dan keterwakilan perempuan di Legislatif, sebagai anggota legislatif sangat penting karena terkait dengan representasi politik. Anggota Legislatif merupakan representasi rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Oleh sebab itu, seharusnya anggota legislatif yang berasal kader dari partai politik tertentu tidak hanya loyal pada parpol dan kebijakan parpol, tetapi juga loyal pada pemilih. Dengan demikian, wakil rakyat anggota parlemen terpilih seharusnya tidak hanya didasakan pada kriteria statistik dan matematika, seperti yang berkembang selama ini dalam pemilu, tetapi juga dipilih lewat kriteria kepentingan dan aspirasi yang ada diberbagai kalangan dalam masyarakat dinegeri itu agar kepentingan minoritas juga terlindungi dan mendapat tempat. Wakil rakyat perempuan di parlemen bukan hanya dimknai dengan jumlah tetapi juga dimknai bahwa kehadiran mereka di parlemen memang bermakna dan bisa membawa ide dan gagasan yang bisa mempresentasikan kepentingan konstituen.

Data ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender di Bidang Politik Khusunya di Lembaga Legislatif

Sistem politik di Indonesia masih menunjukkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan. Partisipasi dan keterwakilan perempuan belum terefleksikan di dalam posisi kekuasaan dan proses pengambilan keputusan. Ketidakadilan dan ketidaksetaraan perempuan di dalam politik dan kehidupan publik disebabkan oleh, antara lain:

  • Pandangan  yang menyatakan bahwa politik itu dunianya laki-laki, sehingga perempuan tidak perlu terlibat dalam politik.
  • Laki-laki adalah kepala keluarga, sehingga perempuan tidak perlu terlibat di dalam proses pengambilan keputusan diberbagai tingkatan kehidupan.
  • Perempuan hanyalah pelengkap saja dalam politik, sehingga seringkali ditempatkan pada kedudukan/posisi yang tidak penting.
  • Sistem hukum di bidang politik masih diskriminatif bagi perempuan.

Upaya Mewujudkan Kesetaraan dan Keadadilan Gender di Bidang Politik Penting Didukung oleh Partisipasi dan Keterwakilan Perempuan di Legislatif

Jaminan hukum kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik bagi perempuann sudah banyak diatur, namun partisipasi dan keterwakilan perempuan di legisatif belum maksimal. Oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik, antara lain:

  • Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 (jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011), partai politik harus melakukan pendidikan politik dan juga rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
  • Peningkatam keterwakilan dalam posisi strategis pada kekuasaan, pelaksanaa  pemilu 2009 telah memberikan jaminan hukum bagi perempuan berpartisipasi peserta pemilu yag secara independen yaitu perempuan berpartisipasi peserta pemilu yang secara independen yaitu melalui Dewa Perwakilan Daerah. Hasil Pemilu 2009 itu telah memperlihatkan peningktan keterwakilan mencapai angka 29%. Hak ini memperlihatkan sudah mendekati angka kritis TKS minimal 30%. Namun, peranan perempuan di DPD ini kurang maksimal mengingat fungsi DPD itu sendiri berada di Parlemen. Kendala yang dihadapi perempuan untuk meraih suara, antar lain masalah dana dan peranan Parpol yang masih dominan memberikan kesempatan bagi anggota legislatif laki-laki. Selain itu, setelah menjadi anggota legislatif, anggota legislatif perempuan tidak menduduki posisi-posisi penting dan tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan di MPR, DPR, DPRD, DPD sebagaimana diatur dalam Undang -- Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh sebab itu, upaya penguatan tindakan khusus sementara pada paket pemilu sangat penting. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, UU Penyelenggara Pemilu dan UU Parpol telah memberikan akses dan kesempatan untuk perempuan berkiprah di politik.
  • Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan di Legislatif sangatlah penting. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, menyatakan bahwa fungsi DPR ada 3 (tiga) yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Karena pastisipasi dan keterwakilan perempuan masih minim, masih banyak produk legislasi, anggaran dan pengawasan belum berperspektif Gender. Adanya partisipasi dan keterwakilan perempuan baik secara kuantitatif minimum 30% dan kualitas yang baik tentu akan menghasilkan parlemen yang memperlihatkan kesetaraan dan keadilan gender.
  • Legislasi yang berperspektif Hak Asasi Manusia dan Gender, data menunjukan bahwa masih banyak produk legislasi yang belum sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan Gender. Naila Kabeer menegaskan bahwa kebijakan yang berpespektif gender memuat tiga hal yaitu kebijakan bercirikan peka terhadap dampak ketidakadilan gender yang ada di tengah masyarakat, kepekaan dalam melihat perbedaan, pengalaman dan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dalam menjawab suatu persoalan, kebijakan yang netral gender, kebijakan yang spesifik gender, dan kebijakan yang transformatif gender. Perubahan Undang-Undang nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan, telah memperlihatkan langkah maju yaitu mencantumkan pentingnya naskah akademik. Walaupun perspektif HAM dan gender tidak secara tegas ditentukan sebgai asas-asas yang harus termuat dalam materi muatan, namun ini dapat dilihat dalam asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu bahwa setiap muatan materi peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan , gender, atau status sosial. Legislatif harus membentuk peraturan perundang-undangan yang berperspektif HAM dan Gender, sehingga diperlukan parameter atau indikator yang jelas. Pada saat ini kementerian Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak rtelah membuat pedoman pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan perundang -- undangan dan panduan praktis memahami perancangan peraturan daerah yang telah melakukan pengintegrasian prinsip Hak Asasi Manusia dan Kesetaraan Gender.
  • Anggaran yang responsif gender, anggaran publik sangat mempengaruhi bagi kehidupan warganegra. Anggaran merupakan instrumen penting kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah dan menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas negara. Legislatif mempunyai fungsi anggaran karena legislatif merupakan lembaga representatif dari rakyat, dan legislatif merupakan tempat yang tepat untuk memastikan anggaran optimal sesuai dengan kebutuhan bangsa berdasarkan sumber daya yang tersedia. Partisipasi legislatif yang efektif dalam proses penganggaran, menjamin pentingnya mekanisme checks and balances untuk akutanbilitas dan transparasi pemerintah sera memastikan pemberian layanan publik dan efisien. Perempuan juga merupakan bagian yang perlu menerima manfaat layanan publik itu. Oleh sebab itu anggaran yang berkesetaraan dan berkeadilan gender diperlukan. Anggaran responsif  gender adalah metode analisis anggaran negara yang melihat bagaimana dampak anggaran terhadap perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki, pada perbedaan kelompok ekonomi. Anggaran responsif gender (ARG) bukan memisahkan anggaran perempuan dan laki-laki tetapi penekanan pada dampak anggaran. Anggaran responsif gender telah diupayakan walaupun belum secara maksimal dan telah diatur dalam berbagai kebijakan yang ada, antara lain instruksi presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.02/2009, peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah 2010.
  • Pengawasan yang responsif, pengawasan merupakan proses pertanggungjawaban secara moral dan politik orang-orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka dalam pelaksanaan kekuatan politik. Dalam pengertian praktis, kekuasaan politik merupakan proses perumusan kebijakan publik yang dilakukan oleh sekelompok orang atas nama rakyat. Prinsip pengawasan legislatif terhadap eksekutif adalah untuk menjamin keberhasilan pemerintahan perwakilan yang akuntabel melalui institusi yang melekat pada kedaulatan rakyat. Ada kesepakatan bahwa legislatif bukan lembaga audit. Pengawasan legislatif dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan bahwa siapapun yang memiliki kewenangan harus responsif tanggap dan bertanggungjawab, terutama responsif pada norma-norma profesional bahwa siapapun yang memiliki kewenangan harus berbuat atau bekerja dengan baik, responsif pada kepentingan publik, dan responsif pada konstituen.
  • Sinergitas antara kaukus perempuan parlemen, kaukus perempuan politik Indonesia dengan pemerintah, lembaga non pemerintahan dan akademisi, mewujudkan sistem politik yang berkeadilan dan berkesetaraan gender bukanhal yang mudah, mengingat budaya patriaki yang masih melekat kuat. Oleh sebab itu sinergitas antara semua pihak harus dilakukan, antara lain pemerintah, lembaga non pemeritah, dan juga akademisi. Kaukus perempuan politik indonesia merupakan kumpulan perempuan yang berada di partai politik, dan kaukus perempuan parlemen yang merupakan kumpulan dari perempuan-perempuan yang sudah berada di legislatif baik DPRD maupun DPD. Keberadaan KPP-RI DAN KPPI ini tentu saja harus didukung oleh pihak yaitu kalangan pemerintah, lembaga non pemerintah, dan akademisi. Kalau sinergitas ini dapat dibangun, maka upaya mempercepat terwujudnya keadilan dan  kesetaraan gender di bidang politik dapat dilakukan.

Partisipasi dan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sangat penting, karena di parlemen perempuan di lembaga legislatif sangat penting, karena di Parlemen perempuan berada dalam posisi yang strategis untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan legislsi, penentuan anggaran dan pengawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun