Mohon tunggu...
Jemmi Saputera
Jemmi Saputera Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekejaan Jurnalis, Tamatan S1 Komunikasi STISIPOL Candradimuka Palembang

Wartawan

Selanjutnya

Tutup

Palembang Pilihan

Kampung Ikonik di Palembang Banyak Tergusur Pembangunan!

6 Januari 2022   10:58 Diperbarui: 6 Januari 2022   11:03 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung 7 Ulu Palembang yang letaknya dekat pusat pemerintahan dan bersentuhan langsung dengan Sungai Musi tidak menjamin keberadaannya mendapat perha

Bicara Kota Palembang, tentu tidak lepas dari nilai peradaban masyarakat dan perkebangan kotanya. Lalu apakah kampung-kampung tua bernilai sejarah " wong kito" ini mampu bertahan di tengah derasnya pembangunan.. ? Berikut, ulasan Jemmy Saputera, jurnalis di Palembang  yang di himpun dalam satu tulisan.

Pada awal abad ke 17, Palembang memiliki istana keraton yang megah berdinding kayu unglen dan cerucup membentang antara Plaju hingga Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil yang berada persis di tengah-tengah Sungai Musi. Namun karena letaknya strategis, Keraton Palembang yang lebih dikenal dengan sebutan "Kuto Gawang" kini beralih fungsi menjadi PT. Pupuk Sriwidjaya. Pabrik ini diresmikan pada 24 Desember 1959 dimasa kepemimpinan Presiden Soekarno.

Artinya, jika arah pembangunan tidak menghormati dampak lingkungan dan budaya masyarakat, penggusuran akan terus  terjadi. Tentu kita berharap peristiwa seperti ini tidak terulang, semua pihak  wajib dapat menghargainya. Membangun bukan berarti menggusur.

Selain Kuto Gawang yang memang menjadi symbol utama keberadaan agama Islam di Palembang, britabrita.com juga menyorot sisi lain  keberadaan Benteng Kuto Besak (BKB) yang semula diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Muhammad Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.

Sultan Muhammad Bahauddin ini adalah seorang tokoh Kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama Islam di nusantara pada masanya.

'nieuwe keraton, begitulah bangsa Belanda menyebut BKB dengan istilah keraton baru. Disini, berdiri sebuah keraton berbentuk persegi panjang menghadap ke Sungai Musi, panjangnya 274,32 meter, dan lebar 182,88 meter, dikelilingi tembok besar yang tingginya mencapai 9,14 meter, tebal 2,13 meter, dengan empat kubu (bastion di setiap sudutnya). Keindahan " Nieuwe Keraton" ini hingga sekarang masih bisa dinikmati warga Palembang.

Untuk diketahui, pembangunan keraton ini sendiri memakan waktu kurang lebih 17 tahun. Diresmikan pada hari Senin 21 Februari 1797. Keraton berdiri di atas pulau karena dibatasi oleh Sungai Sekanak di bagian barat, Sungai Tengkuruk di bagian timur, dan Sungai Kapuran di bagian utara. Benteng Kuto Besak terutama pada bagian dalamnya saat ini tidak lagi seperti pada awal dibangun dan ditempati untuk perkantoran salah satu kesatuan Komando Daerah Militer (Kodam) II Sriwijaya Palembang.

Untuk dapat tetap menjaga marwah dan keaslian BKB secara maksimal, baik Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin maunpun Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama Palembang, R.M.Fauwaz Diradja masing-masing telah berusaha dan berupaya untuk bisa kembali mengelola aset cagar budaya Palembang tersebut dengan pelbagai langkah, namun hingga saat ini masih belum membuahkan hasil.

Melansir Okezone.com, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama Palembang, R.M.Fauwaz Diradja,pihaknya terus berupaya mencari dukungan dari pemerintah dan politikus di tingkat lokal maupun pusat agar keberadaan BKB sebagai warisan kebudayaan Kesultanan Palembang Darussalam dapat di kelola secara maksimal oleh para zuriatnya.

" Peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam yang masih berdiri kokoh masih bisa dinikmati hingga kini, diantaranya Masjid Agung Jaya Wikrama, Kawah Tengkurep, dan Benteng Kuto Besak.Namun sayangnya, hingga sekarang ini hanya sebagai pajangan karena bisa dinikmati dari bagian luar saja sementara pada bagian dalamnya tertutup karena terdapat perkantoran TNI," ujarnya saat  menerima kunjungan pengurus DPW PKB Provinsi Sumsel di istana adat Kesultanan Palembang Darussalam belum lama ini.

Sementara itu, Politikus PKB Sumsel, Ramlan Holdan mengatakan pihaknya siap bersinergi dengan Sultan SMB IV Palembang untuk memperjuangkan pemanfaatan BKB secara maksimal.

Menurutnya, kebudayaan dan aset Kesultanan Palembang Darussalam harus dilestarikan dan diperkenalkan kepada khalayak ramai baik di Sumsel, maupun nusantara dan dunia. Aset-aset Kesultanan Palembang yang hingga kini masih berdiri kokoh perlu dipelihara dengan baik agar bisa terus dinikmati oleh masyarakat dan menjadi media pembelajaran sejarah bagi generasi muda.

Ramlan menjelaskan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sumsel dan pusat siap berupaya membantu memperjuangkan Palembang memanfaatkan BKB sebagai bagian dari pengembangaan kota pusaka.

Palembang termasuk kota pusaka di Indonesia kategori A, karena banyak menyimpan aset pusaka sejak zaman Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang yang terletak di sepanjang tepian Sungai Musi. Salah satu aset yang terletak di tepian Sungai Musi yakni BKB.

" Jika di area dalam BKB bisa digunakan secara penuh untuk wisata dapat ditata sebagai tempat hiburan atau pertunjukan seni dan budaya. Untuk memperjuangkan pemanfaatan BKB secara maksimal yang merupakan bagian dari pengembangan kota pusaka Palembang, pihaknya meminta dukungan politisi di tingkat pusat agar keberadaan BKB dapat dikembalikan kepada zuriat kesultanan," pintanya berharap.

Perpindahan Kampung Tua di Palembang dan Hilangnya Puluhan Situs

Menyoal kondisi kampong-kampung tua di Palembang, sebenarnya gagasan untuk memindahkan perkampungan tua di tepian Sungai Musi pernah muncul setelah era Reformasi 1998. Ide itu datang karena kondisi perkampungan-yang dinilai kumuh. Namun, sejumlah tokoh masyarakat Palembang menolak. Salah satunya budayawan Djohan Hanafiah [1939-2010]. Dia mengusulkan perkampungan tua ditata dan dijadikan objek wisata, bukan digusur.

Dalam perkembangannya pembangunan jembatan yang menghubungkan Palembang Ulu dan Palembang Ilir saat ini hendaknya janganlah sampai menggusur terutama objek-objek vital peradaban sejarah dan budaya masyarakat yang telah bertahan sejak Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang Darussalam berdiri.

Berdasarkan catatan, setidaknya terdapat lebih dari 30 kampung yang berada di tepian Sungai Musi, seperti di kawasan Ilir Palembang, kawasan sejarah Palembang di buka dari Kuto Batu, Lawang Kidul, 5 Ilir, 3 Ilir, 2 Ilir, 1 Ilir, Sei Selincah, Sei Selayur dan Sei Lais. Pulo Kerto, Gandus, Karang Jaya, Karang Anyar, 36 Ilir, 35 Ilir, 32 Ilir, 30 Ilir [Suro], 29 Ilir, 28 Ilir, 16 Ilir, 13 Ilir. Sementara untuk bagian ulu, Palembang terdiri dari : 1 Ulu, 2 Ulu, 3-4 Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu [Kampung Kapitan], 10 Ulu, 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu 14 Ulu [Al-Munawar], dan Plaju.

Perlu untuk diketahui bersama bahwa, Palembang di sebagian Ilir banyak memiliki nilai sejarah yang tidak boleh di tinggalkan apalagi sampai di lupakan. Seperti keberadaan Situs Padang Kapas, di area sekitaran jalan Mandi Api- Lorong Alir menuju Karang Anyar saat ini sudah beralih fungsi menjadi pemukiman dan kompleks perumahan. Hal serupa juga terjadi, di kawasan Jalan Macan Lindugan tepatnya jalan menuju Talang Bubuk yang menurut cerita turun temurun terdapat sebuah kompleks pemandian putri yang  terhubung dengan kawasan Syailendra dan Sanjaya, serta berdiri tegak sejajar dengan kawasan Bukit Siguntang di sebelah baratnya.

Penulis berusaha mencari fakta sejarah dengan melakukan  penelusuran di kompleks pemandian putri yang di maksud. Dari temuan-temuan baru yang di dapati, memang benar adanya kompleks pemandian putri yang sekarang tak terurus bahkan sudah beralih fungsi menjadi perumahan warga. Padahal, jika menelisik lebih jauh, memasuki awal kawasan ini kita sudah disambut dengan bentangan pintu air yang besar ( kini kondisinya berlumut, berkarat dan beberapa tulisan dengan bahasa latin sulit diterjamahkan) , konon ceritanya tempat ini adalah kawasan keluar masuknya kapal pembesar kerajaan Sriwijaya di Bukit Siguntang. Namun untuk memastikanya tentu kita perlu pengkajian lebih dalam.

Selain situs-situs diatas, beralih fungsinya beberapa situs  menjadi perumahan juga banyak terjadi, seperti beberapa di antaranya adalah Situs Sarangwati di kawasan Lemabang dan Situs Air Bersih di sekitar Pelabuhan Boom Baru. Saat ini, lokasi situs Sarangwati merupakan kawasan permukiman dan di tempat itu tak terlihat lagi tanda-tanda bahwa pernah ada temuan peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Situs Sarangwati diduga merupakan tempat peribadatan pada masa Kerajaan Sriwijaya. Dalam sejumlah ekskavasi di Situs Sarangwati pernah ditemukan stupa-stupa kecil dari tanah liat (stupika) dan arca Buddha Avalakitecvara yang diduga belum selesai dibuat. Arca temuan kini disimpan di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Adapun di Situs Air Bersih pernah ditemukan pecahan keramik dari masa Dinasti Ming dan Sung serta arca perunggu berlanggam abad IX-X.

Peneliti Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti mengatakan, dari sekitar 23 situs Kerajaan Sriwijaya di Palembang yang tercatat sepanjang pertengahan 2014, sekitar setengahnya telah beralih fungsi dan tak terlihat lagi tanda-tanda fisiknya. Sebagian besar alih fungsi situs tersebut menjadi perumahan.

Sejumlah situs penting yang masih sangat berpotensi mengandung temuan penting pun telah beralih fungsi, di antaranya Situs Padang Kapas yang diduga merupakan pusat pembuatan perkakas besi dan Situs Kambang Unglen yang diduga merupakan pusat kerajinan manik-manik di zaman Kerajaan Sriwijaya.

Menurut Retno, alih fungsi dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Balai Arkeologi Palembang ataupun mengikuti kaidah pelestarian situs. Padahal, alih fungsi sebenarnya dapat dilakukan dengan tetap melestarikannya. "Salah satunya dengan menginformasikan kepada Balai Arkeologi sehingga lokasi itu bisa diteliti dulu lalu disisakan sedikit untuk penanda," katanya.

Dengan alih fungsi ini lanjutnya, sejumlah peninggalan juga turut hilang, di antaranya sejumlah batu bata struktur candi dan manik-manik. Selain itu, penelitian lebih lanjut pun menjadi makin tak memungkinkan. Padahal, di situs-situs penting tersebut masih mungkin mengandung temuan besar.

Retno mengatakan, alih fungsi pada situs-situs bersejarah itu begitu mudah terjadi karena Pemerintah Kota Palembang belum menetapkannya sebagai cagar budaya. Tanpa penetapan cagar budaya, alih fungsi situs dikhawatirkan terus terjadi.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan Syamsul Asinar Radjam dari INAgri [Institut Agroekologi Indonesia mengatakan hal senada, bahkan menurutnya tingginya aspek pembangunan di Kota Palembang di harapkan dapat menjaga kampung-kampung tua di tepian Sungai Musi dengan tetap menterdepankan bentuk aslinya, yang perlu itu adalah penataanya. Ia juga mencemaskan tergusurnya kampung-kampung tua tepian Sungai Musi di Palembang.

Ada dua sebab yang memungkinkan sebuah kampung akan digusur, kata Syamsul. Pertama, kampung itu dicitrakan kumuh dan tidak akan aman sehingga perlu dipindahkan ke permukiman baru. Kedua, direbut pelaku usaha untuk kepentingan pariwisata karena pemandangannya atau industrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Palembang Selengkapnya
Lihat Palembang Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun