Oleh : Jemmy Saputera, S.I.kom
Tiga oknum Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang menjadi tersangka tabrak lari dua sejoli (Handi dan Salsabila) di Nagreg, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat mau tidak mau, suka atau tidak suka telah mencoreng marwah TNI yang dilahirkan dari rahim rakyat Indonesia. Oleh karena itu kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia harus cerdas dalam menyikapi.
Perlu kita ketahui bersama, apa yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto dan rekannya adalah murni kesalahan dirinya pribadi. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan lembaga ataupun institusi yang sering dikatakan oleh Jenderal Besar  Soedirman, bahwa hubungan TNI dan rakyat adalah ibarat ikan dan air. Ikan tidak akan hidup tanpa air. Rakyatlah yang mengandung, merawat, dan membesarkannya. Mungkin saja, Kolonel Inf Priyanto dan 2 prajurit lainnya itu salah dalam mengartikan pemahaman jiwa korsa yang melekat padanya.
Mengutip Wikipedia.org,Jiwa korsa atau daya juang berasal dari bahasa Perancis : (esprit de corps) adalah suatu konsep militer mengenai kesadaran seorang individu dalam suatu korps, yang memiliki perasaan sebagai suatu kesatuan, kekitaan, kecintaan terhadap suatu perhimpunan atau lembaga. Jiwa korsa dapat berupa banyak hal, seperti rasa hormat kepada korps, setia pada sumpah, janji dan tradisi, kesadaran bersama antarkawan dalam satu korps, dan kebanggaan menjadi anggota korps.
Mengacu pada pengertian diatas, penulis dalam analisisnya melihat apa yang dilakukan para tersangka tabrak lari di Nagreg tersebut adalah bentuk upaya mensalah artikan semangat jiwa korsa yang dimaksud. Mengapa..? karena mereka secara sadar, bersama-sama melakukan perbuatan yang melanggar hukum hanya untuk melindungi antar kawan, dan mengutamakan semangat kekitaan. Disini kekeliruan itu memuncak sehingga nalar sehat keprajuritan yang seharusnya mereka ciptakan untuk melindungi rakyat justru menjadi terbalik.
Disisi lain, public pun menunggu proses keadilan atas korban sekaligus mengapresiasi langkah tegas Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Jenderal Dudung Abdurachman yang secara pribadi  mendatangi rumah korban kecelakaan di Nagreg, Handi dan Salsabila. Didampingi sang istri, Dudung pun meminta maaf atas perbuatan 3 oknum anggotanya yang sudah diluar batas kemanusiaan.
"Saya sudah sampaikan kepada keluarga korban permohonan maaf atas nama institusi Angkatan Darat yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab . Selaku pembina kekuatan AD, Saya berjanji akan bertanggung jawab dan proses hukum kepada oknum prajurit  tersebut akan terus berlanjut," ujar Dudung saat menziarahi makam kedua remaja yang menjadi korban kecelakaan maut di Nagreg itu.
Kepada awak media di Jakarta, Panglima TNI Andika Perkasa menegaskan pihaknya telah mengambil tindakan tegas terhadap Kolonel Inf Priyanto Sertu AS, dan Kopda DA.
" Mereka sudah ditahan di Pomdam Jaya. Sudah dialihkan dari satuan asalnya. Dan kami pun akan terus mengawal proses hukumnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku dengan tegas dan transparan untuk memperoleh kepastian hukum dan rasa keadilan sesuai dengan fakta fakta hukum yang ada," katanya seraya  membenarkan jika, Senin (3/1/2022) kasus tabrak lari ini sudah masuk rekonstruksi di tempat kejadian perkara di wilayah Nagreg, Bandung, Jawa Barat.
Menelaah langkah cepat dan tegas yang diambil Markas Besar (Mabes) TNI dan Angkatan Darat atas kasus yang menimpa dua sejoli di Negreg ini. Perlu kiranya menjadi pertimbangan jika benar Kolonel Inf Priyanto sebagai otak dari pembuangan korban kecelakaan ini maka yang bersangkutan harus menerima hukuman yang sangat berat. Apa lagi berdasarkan keterangan Kedokteran Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng Kombes Pol Summy Hastry, hasil autopsi jasad korban Handi Harisaputra (18), warga Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut serta Salsabila (14), warga Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung diketahui masih dalam keadaan hidup saat di buang ke suangai.
Dari hasil pemeriksaan lengkap, terbukti saluran napas Handi terlihat dipenuhi pasir atau air sungai hingga paru-paru. Hal ini menjadi bukti kuat, Handi masih sempat menarik napas saat berada di aliran sungai.
"Jadi itu membuktikan waktu dibuang, dia masih keadaan hidup atau mungkin karena memang tidak sadar waktu itu. Sementara untuk korban Salsabila sudah dalam keadaan meninggal di lokasi tabrakan. Dalam kondisi jasad Salsabila ditemukan luka berat di bagian kepala.Luka tersebut terjadi lantaran benturan keras saat insiden. Melalui hal ini dapat dipastikan jika korban wanita telah meninggal dunia seketika di lokasi, " ujarnya seperti dikutip dari merdeka.com
Sejauh ini, motif maupun tindakan pembuangan korban kecelakaan ini masih belum mendapat kepastian. Namun, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dilapangan maupun dari hasil rekonstruksi , Â kuat dugaan para pelaku yakni Sertu AS, dan Kopda DA mendapat perintah langsung dari Kolonel Inf Priyanto, hal ini juga terlihat dari pasca kecelakaan. Dimana para tersangka menolak warga yang hendak membantu mengevakuasi korban kedalam mobil. Ironinya lagi, bukan segera dibawah kerumah sakit melainkan kedua sejoli ini justru dibuang kedalam sungai.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H