"Hadeh, Mak. Kalau belum waktunya masa aku harus tantrum."
"Makanya usaha, Ha! Usaha!"
Diam dan kabur adalah pilihan paling bijak yang dipilih oleh Juleha sebelum omelan emak makin berkembang biak. Bapak pun kembali menyibukkan diri dengan tanaman bonsainya.
"Anak sama bapak nggak ada bedanya," omel emak dengan nada kesal.
***
Terhitung sudah ada empat undangan pernikahan di kampung sejak Wika menikah. Setiap kali kondangan, Juleha harus tebal muka karena diledek masih betah jomlo. Akan tetapi, dia tetap saja cuek bebek menanggapi kelakar para tetangganya. Kali ini, dia harus kondangan di kampung tetangga.
"Kenapa nggak emak saja, sih?"
"Emak mau ikut bapak ke pabrik pengalengan ikan. Bisa baheyong kalau emak nggak ikut soalnya emaknya Wika bisa ambil semua laba yang kita peroleh."
"Masa aku yang kondangan mulu. Nggak asyik kali, Mak. Mana ikut rombongan bude-bude rempong."
"Sekalian promosi, Ha. Siapa tahu nyangkut jodoh lantaran berkah kondangan, kan?"
Adu opini dengan emak harus kalah karena aturannya memang begitu. Emak selalu benar, jika emak salah maka ingat aturan sebelumnya.