Suara benda jatuh dari kamar membuat Juleha panik, bisa tekor kalau ponselnya yang terbanting. Dia segera lari ke kamar diikuti oleh Wika dan Mak Linik. Ternyata, emak tidak sengaja menjatuhkan speaker active mini dari meja rias.Â
"Kamu itu sudah tuwir, tapi kelakuan balita. Ngapain nguping segala, Safinah? Mbakyumu datang malah ngumpet."
"Abisnya ..., gimana ya? Takut bahagia di atas berita duka cita, eh, keceplosan."
"Bener-bener dah istri Kang Akim. Nih, rasain!"
Mak Linik menjewer telinga adik madunya tanpa ampun hingga membuat Juleha dan Wika terbahak. Selalu ada hikmah di balik musibah, batalnya lamaran Wika secara tidak sengaja menjadi perantara rukunnya istri-istri bapak.
"Kami pulang dulu, Nah. Nanti Bang Akim ngira kita berantem lagi."
"Ya, Yu." Kata emak sembari mencium tangan Mak Linik. "Kamu yang sabar, Wik. Bibik doain dapat jodoh yang bener dunia akhirat."
Empat perempuan tersebut mengakhiri pertemuan dengan perasaan yang lega.Â
***
Juleha menyampaikan niatnya kembali ke kota, tetapi emak sangat keberatan. Dia tahu emak khawatir pasca batalnya lamaran Wika akan memancing masalah dengan pihak Anusapati. Alasan lain yang dari dulu jadi senjata emak adalah tidak ingin anak semata wayangnya ini jadi perawan cilukba alias seret jodoh karena keasyikan kerja. Dia bisa saja menyetujui permintaan emak. Toh, bapak pernah bilang agar dia mengurus tambak udang.
"Nurut sama emak, Ha. Hidupmu bakalan aman, damai, sejahtera."