"Iya!"
"Dih, teganya."
Obrolan mereka berakhir setelah saling memaafkan. Juleha tahu, emak pasti tersiksa saat dituduh sebagai perebut suami orang. Apalagi, Mak Linik tetap bersikap ketus meski telah merestui emak sebagai madunya. Herannya, istri pertama bapak tersebut tidak pernah membenci Juleha.Â
***
Pabrik bebas lemburan pada akhir pekan kali ini, Juleha pun dapat pulang sesuai jadwal yaitu sebelum asar. Dia mengeluarkan motor dari tempat parkir di belakang pabrik lalu mengendarainya dengan santai. Rencananya, malam ini dia akan nonton drakor kesayangan yang sempat tertunda beberapa hari. Dulu, dia selalu ditemani oleh Dini setiap begadang karena mereka tinggal satu kost. Setelah tidak ada sahabatnya, dia harus rela ditemani cicak-cicak di dinding.Â
"Stop!" Satpam pabrik menghadang motor Juleha. "Ada paketan, Mbak?"
"Paket?" tanya Juleha heran.
"Teruntuk Juanita Lestari Habiba. Monggo, kuserahkan dengan sepenuh pamrih."
Kekonyolan satpam menuai tawa di bibir Juleha. Satpam satu ini lain daripada yang lain, ramah, lucu, suka menolong, sekaligus suka memalak para karyawan.
"Terima kasih. Ini buat beli kopi, Pak."
"Alhamdulillah, tiga rebon recehan tanpa karat. Nama bagus gitu ... kok, panggilannya Juleha. Kenapa sih, Mbak?"