"Oh, perlu kusentil otakmu biar ingat. Kamu kira kamu itu suci, lahir dari rahim perempuan yang merusak kebahagiaan orang lain."
"Nggak usah mengalihkan pembicaraan! Aku hanya memintamu untuk tidak menyakiti Wika!"
"Ok, aku akan memperlakukan Wika bak permaisuri, asalkan kamu mau menyenangkanku. Deal?"
Hati Juleha mendidih, dia tidak rela kalau Wika diperlakukan seperti itu. Sebelum dia memaki, lelaki di hadapannya pergi sambil tersenyum penuh seringai.
Resepsi hampir selesai, Juleha sama sekali tidak bisa menikmati setiap acara yang disuguhkan. Dia lebih banyak terbengong karena memikirkan nasib Wika yang tengah diselingjuhi oleh Anusapati. Kegalauannya tertangkap oleh Dini yang sejak tadi memperhatikan dari atas pelaminan.
"Laki-laki tadi memang tampan, Ha. Namanya Anusapati, bos toko mebel, kebetulan dia kenalan suamiku." Dini mengagetkan Juleha yang tengah bermain handphone. " Dia tadi minta nomor hp-mu, Ha."
"Masalahnya dia itu a--nu, eh ...."
"Kata suamiku dia masih single. Nggak masalah kalau kalian mau ninu-ninu juga, Ha."
"Kagak! Mit amit jabang entut ojo sampek katut!"
Juleha tidak menceritakan kejadian sebenarnya kepada Dini agar tidak merusak hubungan suasana. Kebersamaan mereka harus terjeda karena tukang foto memanggil pengantin perempuan agar kembali ke pelaminan. Juleha melihat Dini yang bersanding dengan lelaki setengah baya, pegawai pajak yang konon tajir melintir. Dia tahu jika Dini pura-pura tegar menerima perjodohan sang ayah. Namun, dia tetap mendoakan Dini agar dapat berbahagia dengan sesungguhnya meskipun prosesnya akan lama.
[Bagaimana tawaranku, Cantik?]