Sebenarnya Niko masih mau menemani Rozan tapi dokter tidak mengizinkan hingga mau tidak mau, dia dan ibunya kembali ke bangsal. Sementara Rozan tetap di ICU sampai kondisinya kelak dinyatakan stabil.
Suara takbir menggema di mana-mana sebagai tanda lebaran telah tiba. Namun Rozan dan Niko harus merayakannya di rumah sakit karena kesehatan mereka belum pulih. Meski begitu keduanya tampak bahagia dan rukun. Tidak ada lagi perang dingin di antara mereka. Seorang ibu yang membersamai mereka juga tidak kalah gembiranya. Ada mutiara hikmah di balik musibah tempo hari yaitu bersatunya dua saudara seperti masa kecil  mereka. Satu hal yang menggembirakan lagi adalah Niko dengan rela hati bersedia ikut ke pesantren setelah lulus SMP nanti. Rozan pun turut menyambut dengan senang hati.
Rozan memang sudah mendaftarkan diri ke pesantren sebelum ramadan. Tentu saja seizin bibinya dan Bu Barkah. Nah, usai perawatannya di rumah sakit, dia yang akan mengantarkan Niko ke pesantren. Kebetulan untuk anak yatim dan piatu, tidak dipungut biaya sedikitpun selama menempuh pendidikan di sana. Bahkan untuk biaya hidup juga telah ditanggung oleh pihak pesantren asuhan Ustaz Ghufron yang sangat dermawan tersebut.
"Rumah kita akan sepi selepas kalian masuk pesantren tetapi tidak apa-apa. Semoga Allah meridai setiap langkah kalian."
"Aamiin."
Mereka-bertiga-membungkus kenangan kelam yang terjadi di minggu terakhir ramadan dengan sujud syukur. Lantas terpahat doa paling khusyuk pada hari kemenangan, semoga mereka terlahir sebagai pribadi yang fitrah dalam segala hal.
*Tamat*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H