Maka, publik merayakannya. Rasa sakit publik, akibat pengajuan nama BG ke meja DPR RI seolah menguap. Rasa sakit atas kriminalisasi pimpinan KPK yang dilaporkan ke polisi - dua diantaranya tersangka- juga hilang. Rasa sakit lantaran intimidasi polisi terhadap 21 penyidik KPK - atas tuduhan kepemilikan senpi ilegal- raib.
Namun, obat dari Jokowi itu sekadar pereda nyeri. Efeknya hanya sesaat. Sebentar kemudian, sakitnya akan muncul lagi.
Badrodin Haiti adalah nama yang juga bermasalah. Kasusnya serupa dengan BG, rekening gendut alias transaksi mencurigakan. Hanya saja, KPK belum menyidik kasus Badrodin Haiti. Menjadi pertanyaan besar, bagaimana komitmen Badrodin membersihkan dan mereformasi Polri, jika dia belum bisa membersihkan dirinya dulu?
Jokowi juga tidak menyikapi secara konkret, kasus kriminalisasi pimpinan KPK dan penyidik. Secara terang benderang, pengusutan kasus Abraham Samad dan Bambang Widjayanto dilatarbelakangi dendam kepolisian ada perwira tingginya diusut. "Orang goblok juga tahu," kata Budayawan Butet. Begitu juga penyelidikan kasus senjata api ilegal pada para penyidik KPK.
Jika saatnya tiba, efek dari obat pereda nyeri itu hilang. Ketika penyidik KPK itu mulai diperiksa. Saat Novel ditangkap. waktu, Abraham Samad ditahan.. Duh, sakitnya mulai terasa lagi. Apakah, harus ada kegaduhan lagi? Teriakan sakit lagi? Mana obatnya Pak! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H