Ada fenomena yang menarik menjelang pemilu 2024, dapat kita lihat banyak artis atau publik figur yang ikut ambil andil dalam kontestasi pemilu kali ini, banyak para artis dan publik figur merebutkan posisi legislatif pada pemilu kali ini, tercatat ada banyak partai politik yang mengusung artis atau selebritas sebagai calon legislatif (caleg) di Pemilu 2024.
Artis dan publik figur yang dimaksud maju dalam kontestasi pemilu 2024 adalah pemain sinetron, presenter televisi, chef, musisi, model, atlet, selebgram, pendakwah, maupun pelawak. Mereka maju sebagai bakal calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024. Nama deretan artis dan publik figurpun sudah tercantum dalam daftar calon sementara (DCS) yang dilansir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Parpol-parpol yang lolos untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2024 mereka silih berganti mendaftarkan calon anggota legislatif mereka ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Secara keseluruhan, terdapat 18 parpol tingkat nasional yang telah mendaftarkan calon anggota legislatifnya (Bacaleg) ke KPU untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 nantinya .
Melihat banyaknya artis yang masuk partai dan maju dalam kontestasi pemilu 2024 ini seperti sebuah isyarat kegagalan sebuah partai dalam melakukan kaderisasi. Tentunya kegagalan kaderisasi tersebut akan berdampak negatif terhadap demokrasi di Indonesia.
Keputusan partai politik mengusung artis sebagai calon anggota legislatif pada pemilu 2024 seolah menggambar nafsu dari partai pengusung mereka untuk mendapatkan kursi yang banyak di parlemen, ketimbang untuk membenahi kerja-kerja legilasi yang lebih baik lagi.
Jika partai politik bekerja serius dalam melakukan pendidikan politik, kaderisasi, dan seleksi kepemimpinan secara berkala serta demokratis sebagai rutinitas keseharian selama 4-5 tahun sebelum pemilu, maka parpol sebenarnya tidak membutuhkan caleg artis. Seharusnya partai politik harus mempunyai sistem rekrutmen dan kaderisasi yang harus dijalankan secara serius maka fenomena artis yang masuk secara instan masuk kedalam partai dan dicalonkan menjadi peserta pemilu tidak akan terjadi.
Pada dasarnya partai politik tidak boleh salah dan asal-asalan mengusung kadernya untuk maju dalam kontestasi pemilu. Boleh saja merekrut artis dan tokoh populer untuk menjadi kader partai, tetapi seharusnya partai merekrut mereka dan secara serius menyiapkan mereka sebagai kader partai sebelum dicalonkan menjadi peserta yang akan maju dalam kontestasi pemilu.
Bisa jadi majunya artis dan publik figur dalam kontestasi pemilu merupakan desakan untuk mencari presentase ambang batas yang cukup untuk memenuhi persyaratan dalam meraih kursi legislatif. Apakah partai politik sekarang hanya mencari jalan pintas untuk mendapatkan suara dalam meraup simpati masyarakat?.
Partai politik sekarang dapat kita gambarkan seperti perusahaan, mereka akan melakukan apa saja asalkan produk mereka banyak diminati oleh masyarakat, jadi artis dan publik figur merupakan korban dari partai politik yang ingin mendapatkan suara yang banyak dalam kontestasi pemilu 2024 dalam upaya menaikkan elektabilitas partai politik.
Dengan mengusung artis dan publik seolah partai politik berharap dapat membantu mereka meraup banyak suara pada pemilu legislatif (pileg) tingkat daerah dan nasional karena mereka meyakini pemilih akan mencoblos nama yang sudah mereka kenal baik di televisi maupun diberbagai platform media sosial lainnya. Popularitas yang ditawarkan oleh artis dan publik figur memang bisa menjadi modal kuat dalam pemilu. Namun nyatanya, ini merupakan bentuk marketing yang tidak berkesinambungan.
Akan tetapi, populer saja tidak cukup. Sebagai anggota parlemen, mereka diharapkan meninggalkan warisan yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan , Seringkali publik figur dan artis yang diajukan oleh partai politik pengusung tidak membawa ide atau gagasan yang jelas sehingga, ketika mereka sudah terpilih, ini menggambarkan mereka tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk menduduki kursi legislatif nantinya.
Jadi mampu atau tidaknya artis tergantung komitmen partai untuk benar-benar membekali para artis dengan pengetahuan-pengetahuan tentang kelegeslasian. Partai yang hanya gunakan artis untuk dongkrak suara tanpa mempersiapkan kemampuan yang harus dimiliki oleh artis dan publik figur yang akan menduduki kursi legislatif ditakutkan mereka akan dijadikan sebagai kendaraan bagi para pemilik kepentingan-kepentingan politik saja.
Tanpa latar belakang politik dan ideologi yang kuat, artis akan rentan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu, tidak usah munafik dengan kondisi demokrasi dinegeri kita, banyak orang yang akan melakukan segala cara untuk mendapatkan posisi potensial, lalu mereka akan diperbudak untuk membuat kebijakan yang menguntungkan kelompok mereka masing-masing dan tidak lagi memikirkan kepentingan masyarakat banyak.
Presfektif negatif akan terus banyak dalam melihat fenomena artis dan publik figur tanah air maju dalam kontestasi pemilu 2024 ini, jadi kita masyarakat harus bijak dalam menyikapi keadaan saat ini, masyarakat harus benar-benar melihat secara rasional apakah pemimpin yang akan kita pilih kedepanya memiliki kompetensi yang mencukupi dibidangnya dan bisa menjadi perpanjangan tangan harapan-harapan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H