Mohon tunggu...
Danu Aditya
Danu Aditya Mohon Tunggu... -

Seorang manusia yang haus akan informasi yang bersifat netral....

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Defensive Medicine: Bukan Dokter tetapi Hakim Artidjo yang Minta

1 Desember 2013   11:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:27 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang


Walaupun sebenarnya tulisan saya yang pertama tidak direncanakan dibuat serial, tetapi opini masyarakat yang berkembang mengugah hati saya untuk menulis kedua kalinya mengenai defensive medicine. Hal ini timbul karena adanya opini yang berkembang yaitu bahwa penerapan defensive medicine ini adalah semacam balas dendam dokter kepada masyarakat yang memperkarakannya. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat untuk memperjelas alasan dokter sampai harus izin tidak beroperasi sementara.

Defensive Medicine: Bukan dokter tetapi Hakim Artidjo yang minta


Alasan saya dan mungkin para dokter lainnya akan memasang judul ini adalah memang dalam keputusan Dr. Artidjo Alkostar, SH.LL.M dkk. memang akan menyaratkan terjadinya defensive medicine. Hal ini juga ditulis oleh Erta Priadi dan Wahyu Triasmara (penulis sangat menyarankan untuk membaca kedua artikel tersebut). Keputusan hakim terkait yaitu 365 K/Pid/2012 dapat anda peroleh dari laman Direktori Keputusan Makamah Agung.

Oleh karena itu, saya akan memulai membahas keputusan kontroversial bagi kalangan dokter ini.

1. Inform-consent akan semakin ketat dan berbelit

2. Para Terdakwa sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban dilakukan, Para  Terdakwa  tanpa  menyampaikan  kepada  pihak  keluarga  korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban;

Halaman 24


Pada kutipan di atas, hakim telah memutuskan bahwa terdakwa lalai dalam menyampaikan risiko yang dapat terjadi pada korban. Hakim sendirilah yang memutuskan bahwa inform-consent harus dilakukan pada pihak keluarga walaupun dalam kondisi cito. Bukti bahwa adanya lembar inform-consent berupa persetujuan tindakan medis (dapat dilihat pada halaman 27) tidak cukup untuk membuktikan bahwa keluarga pasien telah diberitahu oleh dokter. Oleh karena itu, apabila putusan ini tidak berubah, setiap dokter dengan pasien berisiko tinggi tidak hanya akan memperketat inform-consent berupa hitam di atas putih, tetapi juga merekam dalam media audiovisual. Tentu saja hal ini menghabiskan waktu yang lama, sumberdaya yang sangat berharga bagi pasien cito.

Saya juga agak heran kepada hakim yang berani berkesimpulan bahwa keluarga tidak diberitahukan risiko yang dapat terjadi karena saya tidak menemukan alur pemikiran hakim pada putusan.

2. Penggunaan terhadap Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) Meningkat

... diri  korban  dan  Para  Terdakwa  sebagai  dokter  yang  melaksanakan  operasi  CITO SECSIO  SESARIA  terhadap  diri  korban  tidak  melakukan  pemeriksaan  penunjang seperti  pemeriksaan  jantung, foto rontgen dada  dan  pemeriksaan  penunjang  lainnya ....

Halaman 3


Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung, dengan demikian  Para  Terdakwa  lalai  untuk  melakukan  sesuatu  tindakan  atau  untuk  tidak melakukan  sesuatu  tindakan  tertentu terhadap  pasien  tertentu  pada  situasi  dan  kondisi yang  tertentu,  Para  Terdakwa  telah  melakukan  penyimpangan  kewajiban,  ....

Halaman 23


Pada kutipan di atas, hakim menyatakan secara tersirat bahwa dokter tidak melakukan yang pemeriksaan penunjang terkait dengan masalah jantung adalah suatu kelalaian... bahkan dalam kondisi cito sekalipun. Perlu kita ingat, dalam kondisi cito (gawat darurat), waktu pasien adalah sangat berharga. Saya tidak tahu lagi... bagaimana ibu yang sudah sakit ingin melahirkan harus dokter paksa untuk melakukan pemeriksaan penunjang jika ada indikasi/tanda-tanda demikian. Lagi pula, penulis tidak mengerti lagi apabila dokter mewajibkan adanya pemeriksaan penunjang bagi pasien kurang mampu dan dengan alat pemeriksaan penunjang yang tidak operatif/difungsikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun