Mohon tunggu...
Danthy Margareth
Danthy Margareth Mohon Tunggu... Lainnya - Biasa-Biasa Saja

Dunia dalam Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Stakeholder Relations" atau "Public Relations"?

1 Agustus 2018   13:40 Diperbarui: 1 Agustus 2018   13:50 3151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di perusahaan, Public Relations berperan membangun reputasi di mata publik agar selaras dengan tujuan perusahaan. Hal ini sejalan dengan pengertian Public Relations yang dirilis oleh Foundation for Public Relations Research and Education pada tahun 1975.

Dikatakan bahwa Public Relations merupakan salah satu fungsi manajemen yang menjadi jembatan antara perusahaan atau organisasi dengan publiknya. Publik Relations membantu perusahaan, oganisasi, badan, atau institusi agar publik mau bekerja sama dengan baik. Tentunya dengan harapan agar dapat menciptakan opini publik yang positif dan menguntungkan bagi perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Hanya saja yang menjadi blunder adalah ketika dalam praktiknya, perusahaan salah kaprah menempatkan tujuan kegiatan komunikasi yang dilakukan Public Relations untuk mempresentasikan, membentuk, dan membangun kredibilitas atau citra perusahaan bagi para stakeholder. Padahal, sasaran pekerjaan Public Relations adalah publik dan bukan stakeholder, namun inilah yang seringkali terjadi.

Siapakah yang dimaksud dengan publik? Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, publik berarti orang banyak. Menurut The Lexicon Webster Dictionary cetakan tahun 1978 (seperti yang dilansir oleh situs kanal.web.id), kata publik diserap dari Bahasa Inggris public -- yang secara etimologis berasal dari Bahasa Latin publicus, yaitu for populicus dan populicus (dari kata populus) dengan memiliki arti people. Selanjutnya kata publik dijelaskan sebagai bukan perseorangan, namun meliputi orang banyak, berkaitan dengan suatu negara, bangsa, atau masyarakat.

Lebih lanjut dalam buku Dasar-Dasar Public Relation Teori dan Praktik karya Soemirat dan Ardianto, Cutlip dan Center menjelaskan publik sebagai suatu kata benda kolektif bagi suatu kelompok, yang terikat pada kepentingan sama dan menunjukkan perasaan yang sama.  Sementara dalam konteks organisasi, dapat dikatakan publik berasal dari pihak internal organisasi atau eksternal organisasi. 

Lalu siapakah stakeholder? R. Edward Freeman dalam buku Strategic Management: A Stakeholder Approach menggambarkan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat diidentifikasikan-di mana organisasi menggantungkan kelangsungan hidupnya.

Merujuk kepada penjelasan-penjelasan di atas, tentunya stakeholder tidak dapat disamakan dengan publik. Ada dua hal yang Penulis garis bawahi. Pertama, stakeholder tidak merujuk kepada jumlah kolektif orang seperti publik karena bisa bersifat individual. Kedua, substansi keberadaan stakeholder yang dapat memengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi, sementara publik belum tentu karena konteks yang lebih luas dan bias.

Aktivitas sejumlah orang dalam publik tidak semuanya terkait langsung dengan kebutuhan dan kelangsungan hidup organisasi. Meski demikian, orang-orang dalam publik ini berpotensi menjadi stakeholder perusahaan, saat memiliki kepentingan (stake) dalam sebuah isu yang melibatkan perusahaan dan memberikan dampak. Misalkan saat perusahaan menghadapi krisis dan opini publik mempengaruhi reputasi perusahaan.

Stakeholder dalam praktik bisnis berkelanjutan

Lalu, manakah yang tepat bagi perusahaan untuk membangun reputasi, apakah Public Relations atau Stakeholder Relations? Jika sebuah perusahaan sudah menerapkan prinsip berkelanjutan atau minimal menargetkan memiliki bisnis berkelanjutan, maka Penulis merekomendasikan Stakeholder Relations karena jika berbicara mengenai sustainabilitas, maka stakeholder tak dapat dipisahkan.

Salah satu bentuk manifestasi perusahaan mempraktikkan bisnis keberlanjutan adalah perusahaan bertanggung jawab kepada stakeholder atau pemangku kepentingan. Hal ini sejalan dengan teori pemangku kepentingan Freeman, bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial yang menuntut harus mempertimbangkan semua kepentingan pelbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya. Pemangku kepentingan adalah pihak yang paling merasakan dampak dari keputusan perusahaan.

Jika stakeholder menjadi pihak yang paling merasakan dampak, maka penting bagi perusahaan untuk membina hubungan dengan stakeholder. Terlebih lagi  kepada pihak yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan operasional perusahaan, misalkan pemasok, pemilik modal, konsumen, regulator pemberi ijin operasional, dan sebagainya. Cara ini dapat meminimalisir risiko atas  dampak dari keputusan bisnis perusahaan di masa yang akan datang.

 Untuk mengetahui siapa saja yang menjadi stakeholder yang relevan bagi perusahaan, ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan. Pertama, manajemen perusahaan mengindentifikasikan dan memutuskan pihak-pihak mana saja yang dapat disebut sebagai stakeholder. Kedua, mengadopsi ide Mitchell dkk. dalam teori Stakeholder Identification and Salience, di mana manajemen dapat mengelompokkan stakeholder berdasarkan tingkat kekuasaan, legitimasi, dan urgensi.

Perusahaan menentukan tipologi stakeholder berdasarkan pihak-pihak paling dominan pengaruhnya secara langsung terhadap keberlangsungan perusahaan (stakeholder primer), dan mana pihak-pihak yang secara tak langsung memberikan pengaruh atau dalam tahap berpotensi memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan perusahaan (stakeholder sekunder).   

Yang terakhir, manajemen perusahaan kemudian "duduk bersama" dengan para stakeholder membicarakan isu-isu sustainabilitas dan mendengarkan apa yang menjadi sudut pandang stakeholder, yang mencakup nilai-nilai, kebutuhan, dan harapan stakeholder. Langkah ini penting karena mendorong keterlibatan dari stakeholder, juga sekaligus menjadi upaya perusahaan dalam memperhitungkan keberadaan stakeholder.

Di dalam praktik bisnis keberlanjutan, perusahaan membutuhkan partisipasi dan perspektif dari para stakeholder, agar menemukan titik temu atau kesepakatan dari berbagai perbedaan nilai dan tujuan, sehingga dapat bersinergi demi kepentingan dan keuntungan bersama.

Setelah melakukan tahap-tahap kajian kualitatif dengan stakeholder, perusahaan akan menemukan strategi komunikasi yang efektif, efisien, dan relevan dalam membangun hubungan yang berkelanjutan dengan stakeholder. Cara ini akan menghindarkan perusahaan dari aktivitas komunikasi yang berdasarkan intuisi, bersifat parsial atau sporadis, dan tidak strategis.

Perusahaan juga akan menemukan chanel-chanel komunikasi yang tepat kepada stakeholder, apakah melalui publikasi Sustainability Report atau Laporan Keberlanjutan, Program Filantrofi; optimalisasi digital media asset perusahaan di berbagai social media platform, dan sebagainya. Cara ini akan membuat anggaran komunikasi yang dikeluarkan perusahaan menjadi efektif dan tak terbuang sia-sia.

Selain itu, perusahaan juga akan dapat menentukan fungsi-fungsi komunikasi apa saja di dalam struktur manajemen, yang dibutuhkan untuk menjembatani perusahaan dengan stakeholder sesuai dengan isu-isu sustainabilitas, misalkan Industrial Relations, Investor Relations, Media Relations, Government Relations, Customer Relations, Community Relations, dan sebagainya. Seluruh fungsi komunikasi ini akan terintegrasi dalam manajemen Stakeholder Relations, yang menjadi "payung" bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan praktik bisnis berkelanjutan.

Mempraktikkan Stakeholder Relations bukan berarti mengesampingkan fungsi Public Relations. Sebaliknya, perusahaan akan dapat menentukan ruang lingkup pekerjaan Public Relations dengan porsi yang tepat, sehingga tidak membebankan seluruh tanggung jawab kompleksitas fungsi komunikasi yang dibutuhkan di "pundak" Public Relations.

Pasalnya, ada fungsi-fungsi komunikasi yang membutuhkan kompetensi teknis dan spesifik terhadap bidang tertentu di samping ilmu komunikasi.  Misalkan Industrial Relations yang harus memahami isu-isu ketenagakerjaan, perundang-undangan, compliance, dan sebagainya.

Oleh karena itu, penting bagi komunikator perusahaan untuk menguasai manajemen strategis perusahaan. Komunikator perusahaan harus memahami bahwa perusahaan merupakan suatu entitas yang terhubung dengan berbagai isu-isu sustainabilitas, yang bertanggung jawab kepada stakeholder demi menjaga  keberlangsungan bisnis di masa depan, dan sebagai suatu upaya untuk meminimalisir risiko sebagai dampak atas aktivitas bisnis perusahaan.

Komunikator perusahaan juga harus menyadari bahwa reputasi perusahaan merupakan aset bisnis tak berwujud, yang menunjukkan kompetensi perusahaan dalam membangun hubungan berkualitas dengan pemangku kepentingan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun