Mohon tunggu...
Dante Denty
Dante Denty Mohon Tunggu... Desainer - i am an ugly duck who will become a pretiest swan

full-time dreamer. forever learner. part-time designer, writer, content creator, blogger, YouTuber . kind-hearted also be kind

Selanjutnya

Tutup

Politik

RAN PE dan Wajah Rezim

15 Maret 2021   17:49 Diperbarui: 15 Maret 2021   17:54 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkaca pada kaleidoskop pemerintahan beberapa tahun terakhir ini, munculnya undang-undang peberantasan ektremisme (RAN-PE) pada januari 2021 ini tampak bukan hal yang terlalu mengejutkan. Profesor  Grey Fealy, Seorang Akademisi Australia menyebut Jokowi telah melakukan tindakan represif terhadap kelompok islam. 

Dalam artikelnya yang berjudul  Jokowi in the  COVID-19 Era : Repressive Pluralism, Dynasticism, and the Over-Bearing State, dimuat dalam East Asia Forum Grey menilai bahwa prinsip toleransi dan pluralism yang katanya dijunjung di pemerintahan jokowi berbanding terbalik dengan sikap yang dilakukannya kepada umat muslim. "if indonesia  does value of tolerance and diversity, it should accept the legitimacy of islamist discourses an associational activitiest. "

Benar, meskipun sejatinya kata ekstrem dan radikal adalah sebuah kata bermakna netral, kata tersebut kini sarat makna negatif yang semuanya mengarah kepada islam. 

Mundur pada beberapa tahun yang lalu, tahun 2020 diluncurkan aplikasi ASN No Radikal sebagai follow up dari perkataan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang menyebut setidaknya ada 26 persen ASN di Indonesia terpapar radikalisme (gorontaloprov.go.id). 

Sebelum itu, tahun 2019 Pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang digunakan oleh ASN dan diadakannya penceramah bersertifikat sebagai buntut dari kabinet yang bertugas pokok mencegah radikalisme. Bahkan ada pembagian antara 'ulama tersertifikasi' dan 'ulama radikal'(bbc.com). 

Tahun 2018 Badan Pebinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dibentuk. Mahfud MD mengatakan latar belakang dibentuknya lembaga ini adalah pemerintah merasa ada ancaman kepada ideologi pancasila oleh gerakan-gerakan radikal yang berusaha mengubah ideologi pancasila dengan ideologi lain (detik.com). Dan masih banyak lagi kronologi kejadian politik sepanjang bertahtanya rezim saat ini.

RAN-PE SEBAGAI BAGIAN DARI SIMPUL KEBIJAKAN ANTI ISLAM

Rancangan Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme(RAN-PE) menjelaskan definisi dari Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang tercantum dalam pasal 1 ayat 2 yakni keyakinan dan/ atau tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan ekstrem dengan tujuan mendukung atau melakukan aksi terorisme.  (Perpres RAN PE)

Dari segi definisi saja, beberapa kritik  bertebaran dari berbagai golongan. Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhil Harahab, mengatakan "bahaya kalau pemerintah tidak bisa mendefinisikan dan menjelaskan kepada masyarakat. Bias pemaknaan itu bisa saja menimbulkan paham yang menyudutkan golongan tertentu. Bisa jadi orang yang kritis terhadap pemerintah dilaporkan dengan tuduhan tersebut."(Republika.com)

Selanjutnya, menilik pasal-pasal lain yang kiranya adalah perwujudan dari soft approach yang dibeberkan jokowi sebelumnya. Meskipun dalam judul dikatakan sebagai tindakan atau keyakinan dengan ancaman kekerasan, nyatanya jika dilihat penjabaran lampiran Perpres ini dikatakan bahwa Rencana Aksi ini ditujukan untuk menangani pemacu dari kasus ekstremisme yang di jabarkan atas dua hal, yakni : (1) kondisi kondusif dan konteks struktural, dan (2) proses radikalisasi (kompasiana.com)

Pembahasan mengenai kondisi kondusif dan konteks stuktural antara lain kesenjangan ekonomi, marginalisasi dan diskriminasi, tata kelola pemerintah yang buruk, konflik berkepanjangan, serta radikalisasi di lembaga kemasyarakatan. Sedangkan untuk penjabaran dari proses radikalisasi adalah latar belakang dan motivasi individu, memposisikan diri sebagai korban, kekecewaan kolektif, dan distorsi terhadap pemahaman tertentu (yang berakar dari kepercayaan, ideologi politik, etnis, perbedaan budaya, jejaring sosial, serta kepemimpinan). Dengan kata lain, Perpres ini tidak digunakan untuk menindak pelaku ekstremisme bersenjata, namun memukul barisan terindikasi masuk kedalam salah satu dari dua indikator tersebut.

Strategi lain dalam Perpres ini adalah penggabungan 5 kementrian yang bekerja sama dalam penanggulangan ekstremisme yakni: (1) kementrian dalam penyelenggaraan pemerintahan bidang politik, hukum, dan keamanan, (2) kementrian dalam penyelenggaraan pemerintah bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, (3) Kementrian perencanaan pembangunan nasional, (4) kementrian urusan pemerintahan dalam negeri, (5) kementrian luar negeri dan (6) badan penyelenggara bidang terorisme. Mengingat sebanyak ini kementrian yang terlibat, pemerintah menunjukkan gelagat bahwa isu ini lebih genting dari isu covid-19 yang perkembangannya memburuk dari hari ke hari.

Senjata pamungkasnya adalah legalisasi kampanye masif dalam memerangi ekstremisme ini dengan merangkul para influencer. Selain tokoh masyarakat dan juga arah pendidikan, rezim menilai adanya influencer perlu dimaksimalkan untuk menyampaikan kampanye ini lewat jejaring sosial. Lebih jauh lagi, proyek ini juga mengambil porsi pada media masa. Dapat dikatakan mulai dari layar kaca hingga sosial media, mulai dari sekolah hingga khutbah jumat, rezim ingin semua lapisan masyarakat mendengar dan mengamini hal yang sama: perangi ekstremisme.

Tidak heran, jika banyak orang menyangsikan perpres ini. Pengamat keamanan dari institute for security and strategic studies (ISESS) memberikan kritiknya. Ia menjelaskan seolah pemerintah sedang memberikan kesempatan kepada individu untuk dapat memolisikan sesama warga. "kita semua sepakat bahwa kekerasan ektrem dan teror harus dapat dihilangkan dari tanah air, namun tentunya kita tak ingin melihat aksi pemberantasan yang lebih menakutkan ketimbang aksi teror itu sendiri. " (tirto.id)

INDONESIA SEBAGAI BAGIAN DARI AGENDA GLOBAL

Perlu diketahui bahwa semua babak peristiwa yang terjadi di Indonesia---terlebih kebijakan RAN --PE merupakan kelatahan pemerintah Indonesia yang gagu mengikuti agenda besar dunia. Komitmen Indonesia untuk berperan aktif dalam menanggulangi terorisme nampak dalam kerjasama nya dengan berbagai organisasi dunia seperti United Nations Counter Terrorism Implementation Task Force (CTITF), dan United Nations Counter-Terrorism Executive Directorate (UNCTED).

Indonesia berkomitmen untuk mendukung penanggulangan terorisme, termasuk dalam penanggulangan pendanaan terorisme. Dalam kaitan ini, Indonesia berpartisipasi aktif sebagai anggota Asia Pacific Group on Money Laundering (APG-ML), serta anggota dari Steering Group mewakili negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, atas peran aktif diplomasi Indonesia, pada Sidang Pleno FATF yang dilaksanakan di Brisbane, Australia, 21-26 Juni 2015, Indonesia telah dikeluarkan secara keseluruhan dari daftar "negara yang memiliki kelemahan strategis dalam rezim anti pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme" atau dari proses review International Cooperation Review Group (ICRG) FATF. Lebih lanjut, Indonesia melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari 48 negara untuk memperkuat rezim penanganan pencucian uang dan pendanaan terorisme (menlu.gov.id).

Semua kegiatan luar negeri Indonesia terkait isu terorisme ini berakar pada agenda berkesinambungan milik PBB yakni Global War On Terorism yang secara gamblang telah disebutkan bahwa tujuannya ialah memerangi islam. Sehingga, wajar jika seluruh agenda baik dalam dan luar negeri Indonesia sebagai follow up dari konsep besar ini akan selalu mengarah pada kaum muslim. Sekuat apapun dalih yang digunakan oleh rezim untuk menyangkalnya.

UMAT HARUS SADAR UPAYA MENGERINGKAN DAKWAH ISLAM

Dari seluruh narasi diatas, telah dijelaskan bahwa langkah besar yang diambil pemerintah dalam mengatasi ekstremisme tidak lain adalah langkah untuk menghentikan dakwah islam dan mematikan islam dari hati kaum muslim. Program RAN-PE mencakup kurikulum pendidikan tingkat menengah dan perguruan tinggi, dimana pelajar dibebaskan dari pemikiran agamis. Ditambah lagi, standar pembentukan karakter dilabeli dengan kata 'religius tidak ekstrem' serta penekanan pada nasionalisme.

Selanjutnya, pengaktifan kembali pasukan pengamanan masyarakat yang dapat secara mandiri menindak warga lain yang diduga akan menyebarkan paham ekstremisme. Disatu sisi ketidakjelasan definisi membuat warga anak terpaku pada definisi yang dicitrakan oleh para influencer maupun media masa selama ini. Ya. Definisi itu adalah islam. Kriminalisasi ulama, pelarangan celana cingkrang dan cadar, Al-Qur'an, kitab berbahasa arab, dan bendera Rasulullah dijadikan sebagai barang bukti teroris sudah dapat dijadikan indikasi RAN-PE ini adalah usaha mengeringkan syariat islam.

Sehingga kaum muslim seharusnya menolak dengan tegas kebijakan tersebut, membangun kesadaran syariat islam, dan memperjuangkan kembali tegaknya syariat islam didunia.

REFERENSI :

[1] Fealy, Grek. Jokowi's Represive Pluralism, 27 September 2020. Eastasiaforum.org/2020/09/27/jokowis-represive-pluralism/

[2] Menteri Agama Soal Larangan Cadar. 20 Januari 2020. www.bbc.com/indonesia/media-51174208.amp

[3] Mahfud : BPIP dibentuk karena ada ancaman terhadap ideology pancasila. 31 Mei 2018. News.detik.com/berita/d-4046816/bpip-dibentuk-karena-ada-ancaman-terhadap-ideologi-pancasila/

[4] ICW Kritik Kabinet Jokowi Gemuk dan Menterinya tak layak. 29 Desember 2019. m.kumparan.com/amp/kumparannews/

[5] Humas. Inilah Perpres Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. 24 Januari 2021. Setkab.go.id/ inilah-perpres-rencana-aksi-nasional-pencegahan-dan-penanggulangan-ekstremisme-berbasis-kekerasan-yang-mengarah-pada-terorisme/

[6] Prabowo, Haris. Perpres Ekstemisme Jokowi Rentan Memicu Aksi Kekerasan Baru. 21 Januari 2021. Ampt.tirto.id/ perpres-ekstemisme-jokowi-rentan-memicu-aksi-kekerasan-baru/

[7] Sukmaningrum, Retno. Aksi Tumpas Ekstremisme Berlanjut. 8 Februari 2021.www.muslimahnews.com/2021/02/08/aksi-tumpas-ekstremisme-berlanjut/

[8] Indonesia dan Upaya Penanggulangan Terorisme. 7 April 2019. https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-penanggulangan-terorisme/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun