Siang ini saya sebenarnya belum benar-benar lapar, hal itu dikarenakan pagi tadi sarapannya sudah termasuk siang yaitu jam 9 an.Â
Pagi ini saya meminta ijin atasan untuk bisa mengantar adik yang baru saja menghabiskan liburan sekolah di Jakarta. Adik saya ini baru pertama kali naik kereta sendirian, jadi masih harus diantarkan sampai ke dalam gerbong kereta dan dipastikan telah duduk di kursinya.
Ada sedikit cerita tentang proses naik keretanya adik ini. Sebenarnya dia berencana untuk pulang tanggal 4 Juli kemarin dan tiket sudah saya pesankan dari tanggal 30 Juni.Â
Pagi-pagi tanggal 4 juli, saya yang masih cuti bermaksud mengantar adik ke stasiun, semua bekal sudah dibawa, oleh-oleh sudah di bungkus dan dimasukkan tas, bahkan bekal makan siang untuk di jalan juga sudah di berikan, sudah pamitan kepada semua keluarga di jakarta.Â
Begitu kami sampai di stasiun senen, saya menawarkan kepada adik untuk sarapan dulu. Kami sarapan bareng dan setelahnya iseng-iseng saya cek lagi tiketnya. Astaghfirullah....ternyata tanggalnya salah ( gak tau aku yang salah tulis atau petugasnya yg salah input). Di tiket itu tertulis untuk keberangkatan tanggal 8 Juli sedangkan saat itu masih tanggal 4 Juli.
Saya lihat jam masih jam 07.00 WIB, ok...mari kita beli tiket lagi untuk tanggal 4 Juli ini, semoga masih sempat dan masih kebagian tiket dengan tempat duduk untuk pembelian langsung.Â
Saya langsung menuju antrian tiket sawunggalih.
Dari jauh hati agak lega, antrian kira-kira hanya 5 orang dan belum ada pengumuman tiket duduk habis. Saya langsung masuk antrian.
Begitu sampe 3 antrian lagi di depan saya, sang petugas memberi pengumuman bahwa tiket yang mendapat tempat duduk sudah habis.
HUfffffff......gak mungkin saya membelikan adik tiket berdiri, karena dia baru mau pertama kali naik kereta sendirian. OK, saya berpikir untuk mencari kereta lainnya. Kereta yang kelas eksekutif ternyata tidak berhenti di kota tujuan saya. Atau mau dibelikan kereta yang kelas ekonomi? hmmm kasihan adik kalau harus naik kereta ekonomi sendirian, saya saja malas. Naik bis? adik tidak suka naik bis.Â
Setelah berfikir-fikir dan telepon-teleponan dengan orang tua di rumah akhirnya diputuskan untuk membeli tiket lagi aja, tiket yang sudah dibeli untuk tanggal 8 dibatalkan dan dicoba membeli tiket lagi untuk keberangkatan yang paling cepat. Saya memberi tahu adik tentang keputusan ini, dan dia setuju.Â
Akhirnya saya menuju lokasi pemesanan tiket lagi. Dan ternyata antriannya sudah panjang, padahal baru saja dibuka.Â
Setelah mengantri, ternyata sisa kursi kereta untuk kota tujuan yang kami cari hanya ada untuk tanggal 7 Juli. Dengan terpaksa saya mengiyakan untuk memesan tiket yang tersedia itu saja.Â
Tiket lama yang sudah dibeli kemudian dikembalikan dan membeli tiket baru lagi ( istilahnya tuker tambah). Karena pengembalian tiket hanya dibayarkan 75%, maka saya harus menambah lagi Rp 30.000,-. OK...tidak apa-apa.
Akhirnya pagi ini adik bisa pulang ke rumah setelah 2 minggu lebih menghabiskan liburan di Jakarta.Â
Setelah mengantarkan adik ke stasiun, saya kembali lagi ke kantor. Dan inilah yang mengakibatkan saya terlambat sarapan pagi ini.
Balik lagi ke cerita awal...Â
[caption id="attachment_118090" align="alignnone" width="270" caption="Ilustrasi Satenya.."][/caption]Â
Istirahat siang ini begitu tanggung, mau makan siang tapi masih cukup kenyang tapi kalau tidak makan, nanti kelaperan dan tidak nyaman rasanya jika melewatkan makan siang.Â
Ketika sedang bingung-bingung berdiri di Loby kantor, menimbang-nimbang apakah mau makan atau tidak, makan di kantin kantor atau di warung PKL....plok...pundak saya diteplok seseorang.
"makan dimana?" kata teman saya.
"ke PKL aja yuk" lanjutnya
Plong, langsung diputuskan makan saja di PKL.
Begitu sampai di lokasi PKL, temen saya ingin makan sate, dan sayapun akhirnya ikut juga. Saya membeli sate ayam dan dia membeli sate kambing.Â
Setelah menunggu 10 menitan akhirnya sate terhidang. Dan disinilah permasalahan itu terjadi. Ternyata sate ayam yang saya pesan banyak yang tidak mateng, masih banyak daging ayamnya yang berwarna merah, terutama dibagian pangkal tusukan satenya.Â
Sepertinya karena banyaknya pembeli yang mengantri menjadikan sang penjual terburu-buru dalam memasak satenya. Padahal saya adalah orang yang paling anti dengan dengan daging yang belum masak, Â tapi karena udah dihidangkan dan saya tahunya setelah diaduk-aduk dan dimakan, jadinya tidak bisa dikembalikan lagi.
Saya hanya bisa memakan daging sate yang di bagian ujung. Jadi dari 10 tusuk sate yang dalam satu tusuk ada 4 potongan daging, hanya potongan 1, 2, dan sebagian besar potongan 3 yang saya makan. Potongan yang berada di pangkalnya saya tinggalkan.Â
Mungkin penjualnya akan heran pas mencuci piringnya nanti,
"ini orang lagi diet atau lagi menerapkan ajian apa ya, kok daging yang di pangkal gak ada yang dimakan".
Nah itulah pengalaman makan siang saya dengan sate ayam mentahnya... tidak lagi-lagi makan disitu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H