Data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2019, Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman ke Indonesia Februari 2019 naik 6,12 persen dibanding jumlah kunjungan pada Februari 2018, yaitu dari 1,20 juta kunjungan menjadi 1,27 juta kunjungan.Â
Begitu pula, jika dibandingkan dengan Januari 2019, jumlah kunjungan wisman pada Februari 2019 mengalami kenaikan sebesar 4,80 persen.Â
Sebagai salah satu negara destinasi wisata mancanegara, pariwisata Indonesia memiliki tantangan berat, baik di bidang stabilitas keamanan, tantangan sosial, ekonomi, politik dan budaya.Â
Masalah dalam Sosial Budaya adalah terjadinya pertemuan budaya lain dengan budaya Indonesia yang menjungjung tinggi nilai-nilai moral, temasuk dalam hal sopan santun, gaya hidup dan gaya berpakaian. Sehingga penting sebuah kebijakan pariwisata, yang berlandaskan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia.
Goeldner dan Ritchie (2006) mendefinisikan kebijakan pariwisata sebagai regulasi, aturan, pedoman, arah, dan sasaran pembangunan/promosi serta strategi yang memberikan kerangka dalam pengambilan keputusan individu maupun kolektif yang secara langsung memepengaruhi perkembangan pariwisata dalam jangka panjang sekaligus kegiatan sehari-hari yang berlangsung di suatu destinasi (Ismayanti dkk 2015).
Danau Toba menjadi salah satu destinasi wisata, yang di prioritaskan pemerintah untuk dikembangkan menjadi pariwisata dunia. Danau Toba adalah salah satu danau kaldera terbesar di dunia, juga merupakan sebuah kaldera volkano-tektonik (kawah gunung api raksasa). Danau Toba juga memiliki kekayaan alam berupa keindahan danau, dan perbukitan di setiap pinggiran Danau Toba.
Selain keindahan panorama alam, Danau Toba juga memiliki kekayaan budaya yang masih kental. Ralph Linton (Siregar 2002) mendefenisikan kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan. Aturan hidup masyarakat di daerah pinggiran Danau Toba adalah tercermin dari nilai-nilai budaya setempat.
Penghambat perkembangan pariwisata Danau Toba, menjadi kendala bagi Badan Otorita Danau Toba yang di bentuk untuk perkembangan pariwisata Danau Toba. Terkait regulasi pembentukan Badan Otorita Danau Toba, terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba.
Setiap kelompok kebudayaan memiliki kearifan lokal, apalagi masyarakat yang masih digolongkant tradisional. Menurut Geertz, 2007, (dalam Basyari, 2014) dikatakan bahwa: "kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya."Â
Salah satu kearifan lokal di daerah Danau Toba adalah prilaku berpakaian masyarakat lokal. Prilaku berpakaian masyarakat lokal di daerah pinggiran Danau Toba, mengandung nilai dan norma sebagai pedoman hidup.
Apakah masyarakat pinggiran Danau Toba menolak prilaku berpakaian wisatawan mancanegara? Jawaban dari pertanyaan ini, memang tidak bisa secara komprehensif mewakili seluruh masyarakat Batak dipinggiran Danau Toba.
Penelitian Causey ( 2006 ) di Samosir dengan judul buku Danau Toba, menemukan sebuah kesenjangan kontak budaya terjadi antara budaya wisatawan Asing dengan masyarakat lokal. Terdapat dua perempuan dan empat laki-laki menyewa satu rumah di tengah permukiman warga, mereka tinggal bersama dalam satu rumah tersebut.Â
Mereka memakai baju dekil yang "tidak sopan" dan para laki-laki Eropa tesebut, terkadang duduk menyamping dengan celana pendek rayon, sehingga sebagian dari kemaluan mereka terlihat. Sehingga terjadi kemarahan tetangga rumah tempat tinggal wisatawan asing tersebut, kepada pemilik rumah yang menyewakan kepada mereka.Â
Masyarakat menolak mereka dan langsung berterus terang kepada pemilik rumah mereka tinggal, untuk mengusir mereka dari tempat permukiman mereka, karena telah melanggar adat istiadat masyarakat setempat.
Masyarakat sekitaran Danau Toba, masih erat dengan gaya berpakaian konvensional yang mencerminkan nilai kesopanan bagi masyarakat lokal. Penulis melihat belum ada, penelitian yang memfokuskan terkait kearifan lokal berpakaian di daerah Danau Toba. Sebagai Pariwisata PRIORITAS, ada baiknya harus memperhatikan celah kecil kesenjangan yang akan terjadi dikemudian hari.
Apabila fenomena penolakan berpakaian wisatawan mancanegara di Danau Toba berlangsung, akan sangat berpengaruh besar terhadap kunjungan wisatawan mancanegara. Hubungan wisatawan dan masyarakat lokal tidak harmonis, pariwisata tersebut tidak akan berkembang dari segi kunjungan wisatawan.Â
Pertemuan pertama wisatawan dengan masyarakat lokal, adalah indikator yang sangat menentukan perkembangan pariwisata. Wisatawan tidak akan bertahan dan berkunjung untuk ke dua kalinya ke Danau Toba, apabila di pertemuan pertama antara wisatawan dengan masyarakat lokal sudah mengalami kesenjangan.Â
Tentunya selain tidak akan berkunjung lagi ke Danau Toba, wisatawan Mancanegara kemungkinan akan membagi pengalamanya kepada orang banyak, sehingga orang akan enggan untuk berkunjung ke Danau Toba.
Peran kearifan lokal lokal, dapat di revitalisasi dalam pengembangan pariwisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H