Mohon tunggu...
Danri Agus Saragih
Danri Agus Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Social Antropology

Setiap Individu adalah bagian komunitas Budaya. Hargailah setiap Budaya yang ada, maka kamu sudah menghargai Manusia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berpakaian Konvensional dan Gaya Berpakaian Wisatawan Mancanegara pada Pariwisata Danau Toba

15 November 2021   20:44 Diperbarui: 15 November 2021   20:49 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Penulis ; Solu sebuah sampan kayu di Danau Toba

Penelitian Causey ( 2006 ) di Samosir dengan judul buku Danau Toba, menemukan sebuah kesenjangan kontak budaya terjadi antara budaya wisatawan Asing dengan masyarakat lokal. Terdapat dua perempuan dan empat laki-laki menyewa satu rumah di tengah permukiman warga, mereka tinggal bersama dalam satu rumah tersebut. 

Mereka memakai baju dekil yang "tidak sopan" dan para laki-laki Eropa tesebut, terkadang duduk menyamping dengan celana pendek rayon, sehingga sebagian dari kemaluan mereka terlihat. Sehingga terjadi kemarahan tetangga rumah tempat tinggal wisatawan asing tersebut, kepada pemilik rumah yang menyewakan kepada mereka. 

Masyarakat menolak mereka dan langsung berterus terang kepada pemilik rumah mereka tinggal, untuk mengusir mereka dari tempat permukiman mereka, karena telah melanggar adat istiadat masyarakat setempat.

Masyarakat sekitaran Danau Toba, masih erat dengan gaya berpakaian konvensional yang mencerminkan nilai kesopanan bagi masyarakat lokal. Penulis melihat belum ada, penelitian yang memfokuskan terkait kearifan lokal berpakaian di daerah Danau Toba. Sebagai Pariwisata PRIORITAS, ada baiknya harus memperhatikan celah kecil kesenjangan yang akan terjadi dikemudian hari.

Apabila fenomena penolakan berpakaian wisatawan mancanegara di Danau Toba berlangsung, akan sangat berpengaruh besar terhadap kunjungan wisatawan mancanegara. Hubungan wisatawan dan masyarakat lokal tidak harmonis, pariwisata tersebut tidak akan berkembang dari segi kunjungan wisatawan. 

Pertemuan pertama wisatawan dengan masyarakat lokal, adalah indikator yang sangat menentukan perkembangan pariwisata. Wisatawan tidak akan bertahan dan berkunjung untuk ke dua kalinya ke Danau Toba, apabila di pertemuan pertama antara wisatawan dengan masyarakat lokal sudah mengalami kesenjangan. 

Tentunya selain tidak akan berkunjung lagi ke Danau Toba, wisatawan Mancanegara kemungkinan akan membagi pengalamanya kepada orang banyak, sehingga orang akan enggan untuk berkunjung ke Danau Toba.

Peran kearifan lokal lokal, dapat di revitalisasi dalam pengembangan pariwisata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun