Jika mendengar Harry Potter, maka pasti yang terlintas adalah nama J.K. Rowling, begitu juga mendengar Chronicles of Narnia maka nama C.S. Lewis akan muncul dalam pikiran kita.Â
Dari dalam negeri tentu jika saya sebut Laskar Pelangi, maka nama Andrea Hirata akan langsung terucap dari mulut kita. Beberapa penulis itu merupakan contoh dimana tidak diragukan lagi coretan penanya menjadi sebuah karya buku yang cukup menginspirasi dan sukses.Â
Bahkan tidak hanya itu, karya tulisan mereka juga sampai naik ke layar lebar alias dibuat menjadi film dan tergolong cukup sukses. Mereka hanyalah contoh dari sekian banyak penulis lainnya baik dalam maupun luar negeri yang kita kenal hanya dengan menyebutkan hasil karyanya.
Ada kalimat bijak yang mengatakan "setiap pohon dikenal dari buah yang dihasilkan." Maksudnya ialah terkadang kita bisa mengenali sebuah pohon jika dia sudah menghasilkan buah dan dapat dirasakan manfaatnya.Â
Hal senada dengan seorang penulis yang kemudian dikenal dari karya yang dihasilkan dari benih ide pemikirannya. Proses yang dilalui untuk menghasilkan karya yang bagus bisa jadi merupakan proses yang panjang dan meletihkan, bahkan mungkin itu menjadi alur cerita lain yang bisa bahan tulisan atau karya berikutnya.Â
Seperti layaknya butuh proses dalam menghasilkan karya, tentu seperti juga ketika kita menanam benih pohon mangga tidak bisa besok atau minggu depan sudah langsung muncul pohon mangga dan berbuah lebat.Â
Ada proses dalam pertumbuhannya hingga nantinya akan menghasilkan buah yang matang dan juga manis, mungkin tidak hanya 1 buah tapi banyak buah yang dihasilkan meski hanya satu pohon yang ditanam.
Pohon mangga tidak menikmati buah yang dia hasilkan, karena yang menikmati adalah orang lain yang merasakan buah tersebut. Bisa jadi manis atau juga masam rasanya, dan tentu ketika mereka yang mencicipi merasakan maka si pohon tidak membantah atau membela diri.Â
Tentu ada pembelajaran yang kita dapatkan, seperti seorang penulis yang membuat artikel atau tulisan (seperti yang saya lakukan di kompasiana ini), maka penulis adalah layaknya sebuah pohon yang terus-menerus menghasilkan buah atau tulisannya.Â
Mungkin ada pujian yang akan muncul, mungkin juga kritikan atau bahkan juga celaan dari tulisan yang kita hasilkan melalui para pembaca yang menikmati buah tulisan kita.Â
Selama masih terawat dan memiliki kondisi tanah yang baik, sebuah pohon mungkin akan terus menghasilkan buahnya. Seolah tidak kecewa dengan pendapat orang yang beberapa waktu sebelumnya memakan buah yang masam, namun dia tetap setia menghasilkan buahnya.Â
Secara pribadi saya terinspirasi dengan hal ini, sehingga jika saya memposisikan diri saya yang adalah penulis sebagai pohon, maka dengan buah-buah tulisan yang saya hasilkan mungkin tidak selalu disukai para pembaca. Akan tetapi, apakah itu akan membuat saya menjadi berhenti untuk menghasilkan buah lagi atau bahasa lainnya "mutung atau ngambek?"Â
Kalau saja para penulis yang sudah disebutkan di awal artikel ini "mutung dan ngambek" karena hasil buah tulisannya serasa tidak dihargai, maka saya yakin merekapun tidak akan kita kenal seperti saat ini.Â
Bisa jadi buku atau novel mereka yang terkenal itu bukan tulisan-tulisan awal mereka, tetapi sudah mengalami proses pasang surut, sampai akhirnya berbuah manis apa yang dihasilkan.Â
Ingatlah kepada filosofi pohon tersebut sehingga kita tidak menjadi cemas, takut, khawatir atau bahkan marah dan jengkel jika buah tulisan kita menurut orang lain masih masam.Â
Segala sesuatu ada proses dan masanya, percayalah nantinya semua akan indah pada waktunya dan yang terpenting tetaplah menghasilkan buah-buah tulisan dari pohon penulisan kita.
18 Mei 2020
-dny-Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H