Secara pribadi saya terinspirasi dengan hal ini, sehingga jika saya memposisikan diri saya yang adalah penulis sebagai pohon, maka dengan buah-buah tulisan yang saya hasilkan mungkin tidak selalu disukai para pembaca. Akan tetapi, apakah itu akan membuat saya menjadi berhenti untuk menghasilkan buah lagi atau bahasa lainnya "mutung atau ngambek?"Â
Kalau saja para penulis yang sudah disebutkan di awal artikel ini "mutung dan ngambek" karena hasil buah tulisannya serasa tidak dihargai, maka saya yakin merekapun tidak akan kita kenal seperti saat ini.Â
Bisa jadi buku atau novel mereka yang terkenal itu bukan tulisan-tulisan awal mereka, tetapi sudah mengalami proses pasang surut, sampai akhirnya berbuah manis apa yang dihasilkan.Â
Ingatlah kepada filosofi pohon tersebut sehingga kita tidak menjadi cemas, takut, khawatir atau bahkan marah dan jengkel jika buah tulisan kita menurut orang lain masih masam.Â
Segala sesuatu ada proses dan masanya, percayalah nantinya semua akan indah pada waktunya dan yang terpenting tetaplah menghasilkan buah-buah tulisan dari pohon penulisan kita.
18 Mei 2020
-dny-Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H