Sementara Rafa yang sejatinya merasa bersalah sejak peristiwa itu tak tahu harus bersikap apa. Mulutnya sempat terbuka, tapi seketika kedua bibirnya terkatup. Matanya loncat ke segala arah menatap apa pun di sekitar, kecuali wajah Rila.
Dan entah bagaimana itu bermula dalam diamnya Rafa memuji kecantikan Rila. Kecantikan yang ia dapati meski dengan menghindarkan kedua matanya dari menatap wajah Rila sahabat baiknya. Lama keadaan berlalu hening, sampai akhirnya Rila buka suara.
"Pergilah dari sini," pelan suara Rila.
Mendengar kalimat itu kedua mata Rafa cepat bereaksi. Ia sepertinya tak menduga kalimat semacam itu keluar dari mulut Rila.Â
Mendapati reaksi Rafa yang di luar dugaan, gadis yang masih mengenakan kaos hijau bergambar deterjen itu cepat-cepat melanjutkan kalimatnya.
"Kau tidak bermaksud menonton aku mandi, kan?"
Wajah Rafa bersemu merah. Ia merasa malu. Buru-buru ia balik badan untuk melangkah pergi. Tapi, ia segera teringat untuk tujuan apa ia mendatangi Rila. Dengan wajah sedikit tertunduk, Rafa berujar:
"Esok aku akan pergi. Aku hanya ingin mengabarimu soal itu."
Tersentak Rila mendengar kalimat itu. Kedua bola matanya tampak membulat. Benarkah yang barusan kudengar?
"Aku akan melanjutkan sekolah ke Jawa. Aku datang untuk berpamitan."
Usai berkata demikian Rafa memutar badan, meninggalkan Rila yang masih tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.