Selama itu keadaan Rila, sahabat karibnya, tak juga menampakkan kemajuan. Ia tetap terbujur kaku. Matanya terbuka entah menatap apa. Kedua tangannya meremass ujung kaos hijau hadiah deterjen yang dikenakannya. Kaos terbaik dan terbaru yang ia punya, selain kaos partai tentunya.Â
Tak ada sesiapa, saat itu, yang tahu penyebab sakit yang diderita gadis lugu itu. Pun termasuk orang tuanya. Hanya Rafa, orang terakhir yang jalan bersama dia yang mengerti sebab musabab sakit aneh yang diderita si gadis riang berambut panjang.Â
Rafa akhirnya menyadari ada yang salah, yang tanpa ia sadari, telah melukai hati Rila. Selama ini Rafa menganggap Rila sebagai sahabat, murni sahabat. Namun, sepertinya Rila merasakan lain.
Mungkin memang selalu begitu jika dua sahabat yang selalu bersama akan menumbuhkan perasaan yang berbeda. Biasanya salah satu, atau keduanya. Rasa itu timbul entah oleh sebab apa. Tak ada yang tahu dan menyadari kapan bermula.Â
Tiba-tiba ada rasa kehilangan ketika jarak, waktu dan keadaan memisahkan.Â
Ada rasa rindu ketika lama tak bertemu.Â
Ada rasa cemburu ketika orang lain yang dielu-elu.Â
Itulah yang dirasakan Rila, remaja yang telah lama ditinggal mati ayahnya itu. Ia seolah mendapatkan sosok ayah baru di dalam diri Rafa. Sosok yang melindungi, memberi perhatian dan siap sedia mengulurkan pertolongan.
Sedikit ragu Rafa mendekat, mencoba menghampiri Rila yang sedang mencuci pakaian di tepi sungai. Baru beberapa langkah, Rafa ragu. Ia menghentikan langkahnya, mematung seperti batu. Namun, dorongan dari dalam hatinya menuntun kedua kaki itu kembali melangkah maju. Lagi-lagi Rafa ragu.
Ia berhenti, berniat balik arah. Tapi entah mengapa ada bisikan yang meyakinkan dirinya untuk mantap dan berani mendekati Rila. Degup jantung Rafa kencang terdengar. Seperti bunyi gong pemberi kabar kematian. Suaranya kencang dan menggetarkan. Anjing-anjing kudisan menyalak, merasa terganggu suara itu.Â
Suasana menjadi canggung ketika kedua pasang mata itu bersitatap. Mendapati sosok Rafa di hadapannya, Rila sedikit kesal, tapi rindu. Ia kesal karena Rafa hanya menganggapnya sebagai sahabat. Ia rindu oleh sebab rasa cinta yang telanjur tumbuh dan melekat erat.