Tiba-tiba Ahok muncul di kantor menteri BUMN. Kabarnya bertemu dengan Erick Tohir, menteri BUMN kabinet saat ini. Apa yang Ahok lakukan di sana?
Santer terdengar ia akan ditunjuk menjadi komisaris BUMN. Atau mungkin direksi.Â
Semua belum jelas dan pasti.Â
Menurut Arya Sinulingga, staf khusus menteri BUMN yang juga mantan juru bicara TKN Jokowi-Maruf, nama Ahok muncul atas rekomendasi dari Jokowi selaku presiden dan mantan duetnya ketika masih menjabat sebagai gubernur DKI beberapa tahun lalu.
Jika Ahok benar dipilih menjadi komisaris BUMN berapa kira-kira penghasilan yang akan ia kantongi sebagai abdi negara?
Dirangkum dari situs CBCNIndonesia[dot[com penghasilan  seorang komisaris di salah satu BUMN hanya di kisatan 2.8 milyar rupiah perbulan. Penghasilan itu sudah termasuk gaji pokok, tunjangan, tantiem/bonus dan juga imbalan kerja jangka panjang. Angka terendah yang diterima seorang komisaris juga tidak begitu mencengangkan, hanya 1.5 milyar rupiah perbulan. Angka itu tentu tergolog sedikit dibandingkan pengorbanan seorang abdi negara yang bekerja total demi kemajuan bangsa. Lalu pertanyaanya, dari mana angka itu diperoleh?
Penghasilan seorang komisaris, masih dari sumber yang sama, didapat dari total remunerasi BUMN yang dipimpinnya, Â PT Bank Mandiri Tbk misalnya, total remunerasi mencapai 134.87 milyar rupiah. Jumlah yang tidak seberapa itu kemudian dibagi sesuai jumlah komisaris. Dari sinilah muncul angka akhir perolehan imbal jasa seorang komisaris perbulan.
Sejatinya penghasilan komisaris yang baru mencapai angka milyaran rupiah itu belum dikatakan layak.Â
Kenapa?Â
Bayangkan berapa besar perusahaan plat merah yang ia pimpin?Â
Berapa banyak karyawan yang hidupnya ada di tangannya selaku komisaris?
 Berapa banyak dan rumit masalah yang dihadapi dan harus diselesaikan setidaknya sampai masa jabatan presiden yang didukungnya berakhir?Â
Itu bukan perkara sepele.Â
Sangat tidak sepele.Â
Rakyat atau siapa pun harus mengerti itu. Sehingga penghasilan milyaran yang mereka terima masih sangat tidak sebanding dengan tanggung jawab yang mereka emban.Â
Maka dari itu, sangat jarang pemerintah mengekspos besar-besar orang-orang yang dipilih untuk menjadi komisaris BUMN. Hal itu tentu didasari atas pertimbangan matang. Pemerintah harus menjaga perasaan yang bersangkutan serta keluarganya.Â
Menerima jabatan tinggi dan berat tentu juga akan menjadi beban yang berat juga bagi seluruh anggota keluarga.
 Pemerintah bisa jadi tidak ingin anggota keluarga dari orang yang dipilih sebagai komisaris akan ikut tertekan oleh beban tanggung jawab yang diemban suami, isteri atau orang tua mereka.Â
Jika anda, rakyat jelata yang setiap lima tahun sekali mati-matian mendukung presiden, yang tidak memberi sumbangsih nyata pada negara, mengerti keadaan tersebut, anda sudah sepantasnya malu untuk bercermin, menatap wajah sendiri yang telah berani mencibir para komisaris yang sudah mempertaruhkan nyawa dan martabatnya demi kemajuan bangsa. Mereka yang rela ditempatkan di mana saja demi bangsa dan Negara. Demi kesejahteraan rakyat jelata. Demi utuhnya NKRI yang tak pernah mengenal harga diskon.
Terkait pengabdian pada bangsa, saya jadi teringat pada salah satu rekan kerja yang rela meninggalkan pekerjaan impiannya demi mengabdi pada suami tercinta. Sore tadi, ia mengirim pesan lewat whatsapp, mengabarkan bahwa gajinya sebagai abdi negara ia kembalikan. Ia merasa tidak pantas menerima gaji itu. Gaji yang masih ditransfer ke rekeningnya setelah ia memutuskan berhenti sebagai guru biasa dengan penghasilan seadanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H