Konvergensi media pada dasarnya muncul karena tuntutan perkembangan teknologi yang pesat. Perkembangan teknologi digital diikuti pula oleh berkembangnya pola pikir dan kebiasaan khalayak dalam mendapatkan akses yang lebih efektif dan efisien khususnya dibidang jasa. Â Hal tersebut melatar belakangi penyedia jasa untuk mau tidak mau melakukan konvergensi sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan khalayak agar tidak out of date.Â
Situasi tersebut dimanfaatkan oleh penyedia layanan untuk mengembangkan bisnis mereka melalui e-commerce yang salah satu bentuknya adalah online shop atau belanja online. Berbagai inovasi dilakukan oleh penyedia barang maupun jasa untuk mempromosikan sekaligus menggencarkan produk melalui media sosial yang diyakini memiliki pengaruh besar dalam pemasaran produk. Menjamurnya online shop di Indonesia hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat khususnya anak muda yang identik dengan hal-hal instan tanpa mengeluarkan banyak tenaga dalam pemenuhan kebutuhan. Namun tetap saja, dibalik kemudahan dan kecepatan belanja online terdapat dampak positif maupun negative yang dirasakan oleh pengguna.
Belanja online merupakan kegiatan pembelian barang dan jasa melalui media Internet. Belanja online diklasifikasikan sebagai transaksi e-commerce Business toConsumer (B2C) (Turban et. al, 2004). Dengan menjamurnya usaha dagang online yang merebak di Indonesia, ditambah kecanggihan teknologi yang menggabungkan platform online dan layanan jasa maupun produk tentu saja mendatangkan banyak keuntungan dan kerugian baik dari pihak produsen, distributor maupun konsumen.Â
Karena ketiga elemen tersebut sangat berkaitan erat dalam memasarkan maupun mengonsumsi produk. Dari hasil pengamatan selama ini, penulis mencoba menjabarkan dampak-dampak maupun tantangan yang menyangkut keberadaan online shop khususnya di kalangan mahasiswa.
Dampak Positif Online Shop
Dampak positif yang pertama adalah terbukanya lapangan bisnis berbasis digital. World Economic Forum tahun 2015 memprediksikan Indonesia di tahun 2020 akan menempati peringkat ke-8 ekonomi dunia, dengan pengguna internet mencapai 140 juta. Menempatkan Indonesia menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara tahun 2020. Tentu saja hal ini terjadi karena pada tahun 2020 adalah tahun bonus demografi dimulai. Diketahui pula bahwa generasi millenial yang akan mendominasi memiliki pola perilaku dengan teknologi tinggi, serba digital atau online, dan tentu kreatifitas yang tinggi.
Berbekal pengetahuan dan peningkatan skill dari generasi millenial Indonesia, banyak sekali tumbuh perusahaan atau startup baru yang berbasis pada aplikasi digital atau online. Awalnya dunia start up mungkin tidak begitu dilirik dan menjanjikan, ibarat memulai sebuah bisnis baru yang tidak dikenal dan populer di masyarakat.Â
Namun mulai tahun 2013, startup di Indonesia mulai berkembang. Adanya platform digital, penyedia jasa online, online shop melalui berbagai akun sosial media, bahkan e-commerce mulai tumbuh menjamur. Dilansir oleh CNN.com di tahun 2013, transaksi online melalui e-commerce di Indonesia mencapai angka 130 Triliun. Sedangkan di tahun 2016 angkanya ditaksir mencapai 394 Triliun. Diprediksi pada tahun 2020, angka tersebut bisa menjadi 1.710 Triliun. Tentu hal ini menjadi peningkatan ekonomi yang luar biasa bagi Indonesia.
Dari data statistik yang dilansir BPS, dari tahun 2006-2016 jumlah e-commerce di Indonesia naik hingga 17%. Totalnya berkisar hingga 26,2 juta. Artinya penggunaan platform online atau digital sangat tinggi, khususnya bagi para pengguna media digital yaitu Generasi Millenial. Hal ini tentu saja menjadi sebuah keuntungan mengingat di Indonesia masih kurang lapangan pekerjaan yang memadai, karena dalam proses jual beli hingga barang diterima oleh konsumen memerlukan proses panjang dengan campur tangan tenaga manusia.Â
Selain itu, siapapun dapat memulai bisnis online dengan mudah tanpa harus mempertimbangkan cara lama seperti menyediakan tempat khusus untuk berbelanja, menyewa ruko, memajang produk dengan alat-alat khusus, dan sebagainya. Karena dengan adanya konvergensi media, pembisnis tinggal membuat akun baik di website, lazada, blibli.com, bukalapak atau membuat akun di dalam platform sosial media untuk memasarkan produk mereka yang sering kita jumpai di akun Facebook, Instagram dan Twitter milik kita.
Keuntungan kedua, belanja menjadi lebih praktis. Dengan berkembangnya e-commerce di media online membuat masyarakat kini menjadi lebih mudah dan praktis dalam membelanjakan uangnya dalam proses pemenuhan kebutuhan. Ketiga, konsumen dapat membandingkan harga barang dengan mudah dari satu online shop dengan online shop yang lain.Â
Dampak keempat yang paling dirasakan adalah masyarakat kini tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk berbelanja di toko. Hanya dengan sekali sapuan jari pada layar gadget, masyarakat sudah disodorkan berbagai macam barang atau produk untuk dibeli tanpa perlu berlama-lama di toko. Dengan kata lain masyarakat mendapatkan kepuasan dalam efektivitas dan efisien waktu dalam berbelanja.
Kelima, masyarakat kini dapat dengan mudah mendapatkan barang dari mana saja, baik dari dalam negeri maupu luar negeri. Keenam, biasanya harga barang yang tersedia di online shop jauh lebih murah ketimbang membeli barang di toko konvensional.Â
Ketujuh, belanja online lebih focus dan tanpa batas. Maksud dari pernyataan tersebut adalah, kebanyakan orang bila berbelanja offline cenderung lapar mata dan membelanjakan barang yang baginya menarik dilihat, hal ini dapat ditanggulangi melalui belanja online yang focus dalam memajang produk yang di jual. Sedangkan maksud dari tanpa batas, masyarakat dapat berbelanja 24 jam menurut kehendak mereka sekaligus menjangkau produk-produk darimanapun dan kapanpun untuk dibeli.
Dampak Negatif Online Shop
Dari berbagai macam dampak positif yang telah dipaparkan, online shop juga memiliki berbagai dampak negative yang kasusnya sering kita jumpai di masyarakat yaitu,
Pertama, kualitas barang yang telah diterima terkadang berbeda kualitasnya dengan spesifikasi yang tercantum di website. Penjual nakal biasanya memasang gambar dan detail palsu sehingga konsumen menjadi terkecoh dan tidak mengetahuinya hingga barang yang dibeli sampai ke tangan konsumen.Â
Entah ukuran yang terlalu kecil, cacat pada produk, dan detail yang tidak jelas  menjadi ulasan utama para konsumen yang kecewa dalam berbelanja online. Kedua, kasus yang cukup sering terjadi adalah Rentannya Penipuan pada jual beli online. Berikut beberapa jenis penipuan yang sering terjadi dalam kasus Pembelian atau berbelanja secara online:
a) Phising :
Hack melalui situs atau tipuan. Biasanya oknum membuat web online shop palsu yang diatas namakan online shop lain yang lebih terpercaya dan laris dengan maksud untuk menipu pelanggan. Sehingga konsumen mudah saja percaya bahwa akun atau situs tersebut merupakan online shop langganan mereka.
b) Produk palsu :
Biasanya oknum menjual produk palsu yang mungkin didapatkan dari sumber yang tidak dapat dipercaya dan bahkan produk tersebut tidak dapat digunakan sama sekali atau produk tersebut tidak memenuhi standard yang telah ditentukan pemerintah.
c) Produk tidak dikirim :
Sering terjadi setelah pembeli melakuakn transaksi pembayaran namun produk tak pernah diterima pembeli. Penipuan jenis ini paling sering terjadi pada instant payment seperti metode pembayaran bank transfer.
Dampak negative ketiga adalah barang yang diterima rentan rusak atau pecah karena media pengiriman adalah pos, jasa kirim cepat yang dalam kegiatan packing-nya terkadang tidak memperhatikan apa isi didalamnya. Dampak lain yang tidak kalah merugikan adalah rentannya aksi pemboboloan rekening karena pembayaran dilakukan melalui Internet. Saat ini banyak oknum-oknum cerdas yang menggunakan kecerdasannya untuk melakukan tindak criminal.Â
Salah satunya pembobolan rekening, biasanya masyarakt melakukan pembayaran dan mengisi form mengenai akun rekening pribadi kita tanpa sadar sebagai salah satu bentuk syarat jual beli. Namun, bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, hal tersebut digunakan sebagai aji mumpung untuk mendapat keuntungan. Terakhir, dampak negative yang sering terjadi adalah maraknya aksi spamming karena setelah pembeli melakukan registrasi, penjual cenderung selalu mengirimkan katalog online melalui email maupun chat room media sosial pembeli dan hal ini cukup mengganggu privacy.
Tantangan Konvergensi di Indonesia
Munculnya masyarakat digital atau masyarakat maya yang tidak tertarik lagi melakukan transaksi atau komunikasi secara langsung menjadi salah satu ciri bahwa pola pikir masyarakat telah berubah. Tidak dipungkiri lagi bahwa konvergensi media pun ikut andil dalam terbentuknya masyarakat massive. Indonesia yang merupakan negara berkembang tentu memiliki tantangan-tantangan yang tidak mudah mengenai adanya internet dengan akses yang tak terbendung ditambah dengan adanya konvergensi media. Berikut tantangan-tantangan yang harus dihadapi masyarakat Indonesia dengan adanya konvergensi media.
- Munculnya masyarakat digital/masyarakat maya. Dengan kemajuan teknologi, konvergensi telah berhasil mempersempit jarak dan mempersingkat waktu yang menyebabkan ketertarikan untuk berinteraksi atau beraktivitas secara langsung tidak lagi diminati. Hal ini jelas bahwa media konvergen menciptakan masyarakat massiv.
- Media konvensional mulai ditinggalkan, dan merugikan pemilik maupun penyedia jasanya.
- Timbulnya kesenjangan sosial yang semakin besar. Di masa digital, kelas sosial  ikut dipengaruhi oleh kemampuan akses informasi seseorang. Padahal dulu kelas sosial hanya sebatas perbedaan taraf ekonomi, pendidikan dan strata sosial.
- Hal lain yang menjadi tantangan konvergensi media adalah kesiapan masyarakat agar tidak terjadi cultural shock dimana perkembangan teknologi merupakan hal baru yang super canggih bagi masyarakat. Namun sebagian masyarakat belum siap dengan berbagai inovasi baru di bidang teknologi baik dibidang ekonomi maupun pengetahuan. Belum lagi pengaruh latar belakang budaya dan kebiasaan penggunaan teknologi masyarakat. Hal ini perlu di pertimbangkan oleh para penyedia layanan maupun perusahaan-perusahaan teknologi agar masyarakat mudah mengadaptasi.
- Tantangan selanjutnya adalah berkaitan dengan regulasi atau peraturan. Dalam hal ini pemerintah selaku regulator bertanggung jawab secara penuh untuk menciptakan peraturan sebagai bentuk lindungan kepada masyarakat dari dampak negative yang ditimbulkan, sehingga penggunaannya memiliki batasan-batasan. Karena kebebasan dalam segala bidang belum benar-benar siap di praktekan oleh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H