Mohon tunggu...
Dani
Dani Mohon Tunggu... Penulis - Guru

Dani Setiawan, anak cikal dari dua bersaudara. Lahir di kabupaten Sumedang, Provinsi jawabarat pada tanggal 02 Juli 1999. Kini dia sedang menempuh studi S-1 di Fakultas Pendidikan dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pengadilan di Ujung Pisau Ukir

22 Agustus 2021   14:40 Diperbarui: 22 Agustus 2021   14:41 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Ah, ayolah aku tak punya banyak waktu!". Memberanikan diri dia menyayat kepalanya sendiri menghunjam seperti yang dilakukannya kepada kepala pabrik tadi, membelah tulang tengkoraknya. Wajah pucat pasi. Mata membelalak. Darah mengalir melewati kelopak mata, telinga, dan lehernya hingga melumuri seluruh badannya. Lewat dagunya darah kental merah kehitaman menetes penuhi meja rias. Darah bersimbah. Bau anyir menambah pekat kamar itu. Kepalanya terbagi dua, bagian terpotong ia simpan di samping otak kepala pabrik. Dia mengangkat otaknya; menyimpannya ke dalam wadah tempat ia biasa menyimpan belut-belut tangkapannya. Lalu memasukan otak kepala pabrik itu kedalam batok kepalanya dan menutupnya kembali dengan bagian terpotong tadi. Sedang kepala pabrik itu dibiarkannya tak berotak.


Mampus! Tak ada gunanya juga kau diberi anugrah otak oleh Tuhan, lebih baik kau berkepala tanpa otak. Toh pada kenyataanya, kau tak perhitungkan dampak dari pembangunan pabrikmu. Kau hanya turuti ego-mu. Dengan uang, kau gusur rumah-rumah kami, sawah, serta ladang. Tengah malam kau kirim preman ke rumah-rumah kami, memaksa agar menjual tanah-tanah kami -- mengancam. Kau tau? Ketika bapakku mempertahankan sawahnya yang sekarang berdiri bangunan gagah milikmu, mereka preman-preman bajingan melawannya dengan kekerasan -- membenturkan kepalanya hingga tak sadarkan diri dan sekarang dia menjadi gila tak mampu berbuat apa-apa. Lain kali aku ambil hatimu!.


05.00 dini hari. Di rumah, neneknya menanyakan belut-belut tangkapannya. Dia menyangkal pertanyannya, menjanjikan pekerjaan yang lebih layak dan menggantikan otak bapaknya yang rusak dengan otak miliknya.

Bandung, 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun