Mohon tunggu...
Likadarma
Likadarma Mohon Tunggu... Penulis - Lingkar Kajian Kedaerahan Pemalang

Gerbang penggalian nilai-nilai kedaerahan untuk kemajuan pengetahuan Pemalang dan kePemalangan yang tulen.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Komitmen Indonesia Emas 2045 Sulit Dicapai Karena Satu Hal Ini

6 November 2023   08:25 Diperbarui: 6 November 2023   08:25 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia digadang-gadang bakal menjadi negara maju dan sejajar dengan negara adidaya pada tahun 2045. Pemerintah berkomitmen akan membawa kemajuan untuk Indonesia saat bonus demografi 2030-2045 tiba. Pemerintah mengusung empat pilar visi kemajuan Indonesia, yaitu pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan. Visi kemajuan tersebut agaknya sulit dicapai jika di Indonesia masih banyak praktik korupsi, apalagi korupsi dilakukan oleh para pejabat, jadi janganlah berharap lebih untuk kemajuan Indonesia.

Korupsi menjadi satu hal yang menghambat proses kemajuan Indonesia. Makin tinggi korupsi, Indonesia emas 2045 hanyalah ilusi. Tendensianya dampak dari korupsi mencakup banyak sendi kehidupan atau multidimensional effects. 

Memperlemah Ekonomi

Korupsi yang terjadi terus menerus akan memperlemah ekonomi negara manapun, termasuk Indonesia. Dari tahun ke tahun Indonesia mengalami peningkatan kasus korupsi. Pada tahun 2022 ICW melaporkan bahwa terdapat kenaikan kasus korupsi dari yang awalnya sebanyak 533 menjadi sebesar 579 kasus. Tentu jumlahnya terus bertambah seiring meningkatnya pemberitaan kasus korupsi di berbagai media.

Beberapa nama yang menambah daftar korupsi yakni eks Menteri Sosial Juliari Batubara yang meraup uang Bansos sekitar 14,5 Miliar. Kasus ini mungkin masih melekat diingatan kita, sebab dilakukan ketika Indonesia dalam masa inflasi akibat pandemi Covid-19.

Kemudian tak lama ini disusul korupsi pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya yang dilakukan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate  dan sohib-sohibnya. Mereka menjadi tersangka dalam kasus yang merugikan negara hingga 8 Triliun.

Dan yang masih hangat kasus korupsi oleh Kementan Syahrul Yasin Limpo dan sohibnya. Ia di duga terlibat kasus korupsi promosi jabatan, proyek pengadaan barang dan jasa, serta penerimaan gratifikasi di lingkungan kementan. Mereka dilaporkan telah menikmati uang sekitar 13,9 Miliar, dan hasil penyidikan KPK di kantornya ditemukan juga uang sebesar 30 Miliar.

Banyaknya kasus korupsi menjadi batu sandungan untuk memajukan ekonomi dan menclok di lima besar dunia 23 tahun mendatang. Untuk mencapainya, Ibu Sri Mulyani mensyaratkan agar Indonesia bersih dulu dari korupsi. "Bisa saja, tetapi bersihkan dulu dari korupsi", begitu kata Sri Mulyani. Disampaikan pada puncak Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, Jakarta (13/12/2022).

Mungkin Ibu Sri sekarang pesimis melihat keadaan ini, berharap keluar dari Middle Income Trap, Indonesia malah stagnan dan sulit bergerak. Kalau begitu malah masih mending keong, walaupun jalannya pelan tapi terus melangkah maju, tidak jalan di tempat.

Mempersulit Akses Masyarakat Miskin

Dampak korupsi pada perekonomian memberikan kontribusi dalam peningkatan kemiskinan. Alhasil masyarakat miskin sulit mengakses berbagai kebutuhan dasar. Salah satunya kebutuhan dasar yang sulit dijangkau masyarakat miskin yaitu pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Pada tahun 2022 hanya 6% masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan tinggi, jumlah ini tentunya sangat sedikit, padahal untuk membentuk masyarakat yang berkualitas, akses terhadap berbagai tingkat pendidikan harus mudah di jangkau. Mirisnya, lembaga pendidikan juga dijadikan lahan basah untuk melancarkan aksi korupsi. Banyak pejabat lembaga pendidikan yang memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi.

Sebagai contoh kasus Rektor Universitas Udayana dan tiga pejabat dibawahnya, melakukan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) dan pungutan liar dana SPI tanpa dasar aturan yang jelas. Atas perbuatan ini negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar 335 Miliar. Jika terus begini, pendidikan tidak lebih dari sekedar lembaga perdagangan, sebab hanya orang berduit yang bisa mendapatkan pendidikan.

Selain pendidikan, akses terhadap kesehatan yang berkualitas juga sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Pelayanan kesehatan yang buruk dapat mengancam nyawa masyarakat, ini dikarenakan peralatan kesehatan dan obat-obatan yang kurang memadai, dan korupsi tetap menjadi masalah utamanya, menurut ICW pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan adalah dua hal yang rawan di korupsi.

Kemudian aspek lain yang menjadi kebutuhan dasar adalah akses terhadap pekerjaan. Pekerjaan yang layak menjadi kebutuhan tiap masyarakat untuk membiayai kelangsungan hidupnya. Hal ini ditegaskan dalam UUD pasal 27 ayat (2) bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak.

Melihat kondisi sekarang, banyak sekali masyarakat yang kesulitan mencari pekerjaan. Tercatat sebanyak 9,77 juta masyarakat yang masih menganggur. Persaingan yang ketat dan banyaknya praktik diluar prosedur seperti sogok menyogok dan jual beli jabatan sangat merugikan masyarakat yang taat prosedur. Ini mengakibatkan ketimpangan sosial, yang kaya mudah mendapatkan pekerjaan, sedangkan yang miskin makin tersingkirkan.

Pembangunan Tidak Merata dan mangkrak

Pembangunan dan infrastruktur menjadi salah satu sektor yang paling banyak di korupsi. Saya ambil contoh kasus korupsi pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya. Akibat korupsi, pembangunan tiang pemancar sinyal yang ditargetkan sebanyak 1.200 hanya terpasang 985 tiang, itu pun tidak aktif, yang artinya pembangunan menjadi mangkrak.

Dampaknya sampai sekarang masyarakat yang tinggal di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) masih kesulitan mendapatkan sinyal untuk komunikasi. Proyek pembangunan yang dikorupsi juga dapat mengancam keselamatan publik akibat kualitas bangunan yang buruk dan cepat rusak.

Membentuk Budaya Buruk

Korupsi sudah menjadi hal biasa di Indonesia, diberbagai hierarki pemerintahan masif terjadi gratifikasi, penyogokan, pungutan liar dan berbagai jenis korupsi lainnya. Sikap permisif ini lambat laun menjadi budaya yang mengancam ketahanan nasional dan buruknya tata kelola pemerintahan.

Pemerintahan yang korup akan mematikan proses formal, akibatnya terjadi ketidakstabilan pelayanan masyarakat. Di berbagai institusi sikap korup menyulitkan tata pemerintahan yang baik, karena pengabaian prosedur, penyerapan sumber daya, dan pengangkatan atau menaikkan jabatan bukan karena prestasi. Ini akan memengaruhi ketahanan Nasional dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Negara yang Berhasil Menghadapi Bonus Demografi

Beberapa negara di Asia mampu memanfaatkan bonus demografi. Negara tersebut yaitu Korea Selatan dan China. Negara ini menciptakan industri rumahan sehingga membuka lapangan pekerjaan untuk warganya. Industri rumahan Korea Selatan diarahkan untuk memproduksi komponen Handphone yang kemudian dirakit di pabrik perakitan. Sedangkan industri rumahan China diarahkan untuk memproduksi berbagai macam komponen peralatan elektronik. Bonus demografi di negara ini berkontribusi meningkatkan perekonomian negara hingga 10-15 persen. Hal ini terjadi karena perencanaan yang matang untuk menyambut bonus demografi.

Jika coba dilihat dari tingkat korupsinya, ternyata peringkat negara tersebut jauh melampaui Indonesia. Korea Selatan yang pernah menjadi negara termiskin di Asia, saat ini tingkat korupsinya menempati peringkat ke 31 dari 180 negara, China ke 65, sedangkan Indonesia ke 110.

Tentunya penegakan hukuman korupsi di negara tersebut tegas dan tidak main-main. Korea Selatan dengan sanksi sosialnya, mempermalukan pelaku korupsi di depan publik sampai-sampai depresi dan bunuh diri. China dengan hukuman seumur hidup tanpa remisi, dan kerap menghukum mati pelaku korupsi. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Jelas belum setegas kedua negara diatas, melakukan korupsi disaat pandemi saja masih diberi ampun, tidak dihukum maksimal, dan malah diberi remisi.

Pemerintah Indonesia harusnya berkomitmen dulu untuk tidak korupsi sebelum berkomitmen untuk kemajuan negeri. Sebab dari yang sudah-sudah, pejabat masih dominan mementingkan perutnya sendiri ketimbang nasib negeri. Kalau masih seperti ini bonus demografi akan menjadi bencana bukan keuntungan.

Penuli : Lamzi Khaidar

Editor : Anam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun