Mohon tunggu...
Likadarma
Likadarma Mohon Tunggu... Penulis - Lingkar Kajian Kedaerahan Pemalang

Gerbang penggalian nilai-nilai kedaerahan untuk kemajuan pengetahuan Pemalang dan kePemalangan yang tulen.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemalang Darurat Filsafat

24 Februari 2023   13:56 Diperbarui: 24 Februari 2023   14:01 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com/

Sudah menjadi ciri khas saya menulis pada awal penulisan judul terdapat nama Pemalang. Tiada maksud apapun melainkan kepedulian tumbuh atas segala kesadaran bahwa saya ada beserta cinta. Suatu momentum krisis filsafat didapati setelah kritisasi mengenai Pemalang dari kejadian-kejadian moralitas, kesalahan pandang masyarakat atau bahkan pemimpin yang bersifat indefferent. Mengapa dan bagaimana seharusnya? Maka dari itulah perspektif filsafat saya mampirkan.

Tidak banyak masyarakat Pemalang mengerti atau memahami filsafat, apalagi dilansir dari esensi filsafat di masa kini yang tersamarkan oleh zaman. Tidak heran jika ada akademisi atau pegiat filsafat sering diberi pertanyaan apa itu filsafat dan tetekbengek-nya mengapa mengambil bidang studi filsafat, dan dianggap begitu asing. Bahkan ada pula yang tiba-tiba memberikan penjelasan filsafat itu ruwet, jlimet, dan bisa dikatakan berjalan menuju tempat yang lebih jauh padahal yang dituju hanyalah depan rumah, artinya kita harus mengelilingi rumah demi tujuan depan rumah itu. Memang benar, tetapi analoginya terlalu jauh mengartikan filsafat hingga menghilangkan nilai gunanya.

Awalnya, filsafat merupakan suatu ajaran yang mewah tidak semua orang bisa memahami. Namun melalui perkembangannya, filsafat membuahkan berbagai jalan keilmuwan ekonomi, hukum, sains, sosiologi, pendidikan dan lain sebagainya, hingga akhirnya menjadikan filsafat suatu ajaran yang tidak banyak orang kenali. Apalagi kungkungan manusia masa kini yang mendasarkan berfikir secara logika dan ekonomi, menjadikan filsafat tersingkirkan karena dianggap sekedar ajaran yang membingungkan dan membuang waktu saja.

Esensinya, filsafat adalah jalan hidup bagaimana manusia memperoleh pengetahuan yang mengatasnamakan kebijaksanaan. Mungkin datang pertanyaan mengapa harus filsafat? Sudah penulis jelaskan di paragraf sebelumnya, jelasnya filsafatlah yang melahirkan berbagai kerangka keilmuwan. Tentu cara bagaimana manusia dahulu memperoleh kerangka keilmuwan tidaklah mudah, harus memandang berdasarkan nilai guna beserta kejadian-kejadian yang diawali dengan perenungan, takjub, dan kesadaran. Dari konsep tersebut, tentu kritis selalu andil dalam kejadian-kejadian adanya kerangka pengetahuan, khususnya Pemalang yang tulen.

Dengan adanya filsafat yang seharusnya, besar kemungkinan Pemalang akan menemukan jati dirinya. Tentu, kota kecil yang selalu dikenal dengan kabar buruknya dan diapit oleh kota-kota besar berkemajuan sudah layaknya menjadi kota filsuf. Teringat buih kata dari Socrates "kalau engkau menikah dengan istri yang baik, kamu akan bahagia, kalau tidak, kamu akan menjadi filsuf". Benar, karena dalam ketidakbaikan ia akan menemukan bertela-tele pertanyaan dan mau tidak mau ia harus menemukan jalan keluarnya. Begitu pula Pemalang, kita tidak bisa diam dalam ketidakmajuan, jalan keluarnya adalah mencari solusi.

Perenungan 

Perenungan merupakan sifat utama seorang filsuf menyongsong nilai-nilai pengetauan. Kenapa ada aku, kenapa aku begini, kenapa kita hidup di Pemalang tidak di kota lain yang dikatakan maju. Hakikatnya perenungan selalu dikelilingi oleh pertanyaan-pertanyaan yang cendrung agar memperoleh tujuan. Sedikitnya perenenungan membantu kita menyadarkan apa yang seharusnya kita lakukan untuk Pemalang dan atau pemerintahlah yang seharusnya menggunakan perenungan secara utuh. 

Merenung tidak sekedar diam, melainkan timbul berbagai pertanyaan-pertanyaan seharusnya digarap melalui kontemplasi. Dalam merenung, potensialnya manusia akan memperoleh kesadaran dengan dasar pertanyaan dan berusaha menemukan jalan keluarnya. Hal ini menjadi penting mengenai kesadaran bahwa kita ada beserta akal, mengapa kita berada di Pemalang? Mengapa pemalang begini? Atau kita berada Pemalang dan apa yang seharusnya kita lakukan? Bahkan ketika kita telah men-value judgement Pemalang yang begini, akankah kita tetap diam? 

Misalnya, berbagai kejadian yang agak panas bulan-bulan ini. Korupsi, bunuh diri, pembunuhan, bahkan nepotisme yang sudah tulen dilantunkan. Tidak sekedar itu, mayoritas setiap pribadi menginginkan Pemalang yang berkeadilan, majemuk dan ikhlas, namun masih banyak mengingkan serangan fajar untuk memilih. "Aku tidak memilih kalau tidak ada uangnya" marak di telinga mengenai hal tersebut, apa lagi menjelang pemilihan. Tentu merenung dibutuhkan demi mencapai Pemalang yang berkemajuan baik dari pemerintahan maupun masyarakatnya.

Takjub

Filsafat tidak lepas dari takjub, ia tidak lekang dari keingintahuan karena rasa penasaran terus saja menguliti tengkorak akal. Takjub, mulanya merupakan rasa penasaran tetapi tidak sekedar penasaran yang sekedar ilusi, melainkan ia terus menggrogoti rasa penasarannya hingga inti paling mendasar. Mengapa dan bagaimana adalah pertanyaan yang terus menaung demi tercapainya keingintahuan yang diinginkan dan menurutnya puas.

Kenapa bisa begini? Kenapa Pemalang begini? Kenapa pemerintah tidak mengurusi jalan yang lubangnya meresahkan kendaraan? Seluruh pertanyaan selalu timbul ketika takjub menganga dalam lingkup sosial. Namun, sering kerap pertanyaan adalah suatu kewaspadaan, bisa jadi setiap pertanyaan adalah sumber bahwa ia kritis yang membahayakan pemerintah ataupun orang lain. Tidak heran, jika banyak pejabat ataupun pemerintah menghindari pertanyaan dari rakyat sipil. Tidak seperti Agora, tempat masyarakat menuai diskusi demi intelektual yang berkemajuan dan tempat di mana rakyat bisa mengkritisi para dewa di lingkup Yunani kuno.

Sadar

Semuanya tidak akan pernah bisa dijalankan tanpa kesadaran setiap penganut Pemalang. Sadar akan ketidak tahuan, sadar akan adanya kita yang seharusnya ikut serta membangun kemajuan Pemalang. Dan apa yang sehasunya kita lakukan? Jawaban dasarnya ada pada perenungan dan takjub. Sadar tidak pernah timbul dari malam yang tenang, tetapi kesunyiannya itulah yang merupakan titik kesadaran. Biasanya manusia sadar hanyalah pada titik tertentu ketika ia rapuh kemudian kehilangan kasadarannya karena rapuh sudah tersamarkan. Padahal hal demikian bukan merupakan esensi kesadaran yang lebih tinggi melainkan dangkal dalam kesadaran.

Sadar dalam filsafat hakikatnya menghadirkan akal agar tidak sekedar ilusi. Dari ketidaktahuan, bagaimana agar kita tahu? Tentu hal ini memiliki berbagai jalan tindakan menuju tahu, baik idealis, rasionalis, maupun komprehensif.

Dari mini konsep dasar filsafat, harapannya bisa menyamarkan darurat filsafat di Pemalang. Paparan di atas merupakan sifat dasar seorang filsuf dalam kehidupannya, kendati masih banyak hal-hal yang berada pada lngkaran filsafat. Hanya sedikit sindiran mengenai bagaimana kerangka berfikirinya, terlalu menghabiskan waktu jika harus dibahas sedetail-detailnya. Pentingnya, memperkenalkan dasar apa itu filsafat, karena sering kali dianggap suatu yang kusam namun antik sehingga jarang diketahui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun