Pada tahun 2019, ada dua kandidat pelatih Timnas Indonesia yaitu Luis Milla dan Shin Tae-yong. Nama Luis Milla tidak asing karena pernah melatih di Asian Games 2018.
Di era Luis Milla, permainan Indonesia membaik. Publik berharap PSSI bisa memboyong kembali pelatih asal Spanyol itu untuk menggantikan Simon Mcmenemy.
Alasan ingin memboyong kembali Luis Milla tentu masuk akal karena secara CV cukup mentereng. Pelatih asal Spanyol itu pernah membawa Spanyol menjuarai Piala Dunia U-20.
Sementara itu, Shin Tae-yong pada saat itu belum melatih klub manapun usai dipecat dari kursi kepelatihan Korea Selatan. Meski berhasil memulangkan Jerman di Piala Dunia 2018, STY tidak mampu membawa Korea Selatan ke fase selanjutnya dan harus gugur di babak grup.
Melihat dua hal di atas, rasanya masuk akal jika Luis Milla jauh lebih favorit. Akan tetapi, PSSI era Iwan Bule justru lebih memilih STY. Perlahan namun pasti, STY mulai mendapat perhatian khusus dari pecinta sepak bola tanah air.
Lga melawan Bahrain dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026, STY akan menjalani laga ke-50 bersama Timnas Indonesia. Tentu publik berharap ada kejutan pada laga tersebut.
Jatuh bangun
Tentu untuk membangun tim tidak mudah. Perlu proses yang lama agar tim bisa terbentuk dan menemukan pakem permainan yang kuat. Apalagi, saat itu STY datang di tengah pandemi Covid-19 yang mana kompetisi liga terhenti.
Laga resmi pertama STY bersama Timnas Indonesia adalah di Kualifikasi Piala Dunia 2022. Indonesia tergabung di Grup G bersama Vietnam, Thailand, Uni Emirat Arab, dan Malaysia. Saat itu, Indonesia berhasil mencuri poin dari Thailand dengan skor 2-2.
Itu menjadi satu-satunya poin yang didapat Indonesia dari delapan laga yang dijalani. Hasilnya Indonesia berada di juru kunci Grup G dengan hasil satu poin.
Setelah melanjutkan estafet kepelatihan dari Simon Mcmenemy, STY melakukan perubahan besar dengan menarik pemain muda ke Timnas Senior. Nama-nama seperti Pratama Arhan, Witan Sulaeman, Asnawi Mangkualam, hingga Marselino Ferdinand menjadi tonggak awal kebangkitan Timnas Indonesia di tangan STY.
Hasilnya tentu mengejutkan, STY memiliki skuad yang fleksibel. Hal itu karena sebagian pemain bisa bermain untuk beberapa kelompok usia seperti U-21, U-23, hingga senior. Kebangkitan awal Timnas Indonesia era STY adalah pada Piala AFF 2020.
Bisa dibilang, saat itu Indonesia tidak diunggulkan karena harus melalui kualifikasi. Akan tetapi, Indonesia tampil luar biasa dan menjadi juara Grup B di atas Vietnam dan Malaysia.
Di semifinal, Indonesia berhasil unggul atas Singapura. Hanya saja Indonesia gagal menjadi juara setelah kalah dari Thailand. Akan tetapi, Timnas Indonesia pada era ini menjadi proyeksi utama sampai saat ini.
Setelah itu, STY tercatat membesut beberapa Timnas Indonesia untuk kategori U-23 di SEA Games dan Piala AFF U-20. Dari dua turnamen itu, STY hanya bisa membawa medali perak.
Tentu momen epik yang tidak akan dilupakan adalah saat Indonesia berhasil lolos ke Piala Asia melalui kualifikasi. Saat itu, Indonesia harus melewati babak play off lebih dulu.
Dengan skuad yang ada, Indonesia berhasil menjadi runner-up di bawah Jordania dengan dua kali menang atas tuan rumah Kuwait dan Nepal. Saat itu, pemain naturalisasi yang bermain untuk Indonesia hanya Marc Klok. Sandy Walsh dan Jordi Amat belum bisa bergabung karena proses naturalisasi belum rampung.
Setelah Jordi dan Sandy, nama-nama seperti Ivar Jenner, Struick, dan Hubner mulai bergabung. Di gelaran Piala Asia lalu, Indonesia secara dramatis lolos ke babak 16 besar dengan status peringkat ketiga terbaik. Ini menjadi yang pertama kali sejak Indonesia ikut di turnamen ini.
Meski kalah di babak 16 besar,akan tetapi permainan Indonesia menghibur. Mental pemain sudah berbeda dan tidak ciut lagi saat bertemu dengan tim besar.
Torehan lain dari STY adalah bersama Timnas U-23 di Piala Asia. Indonesia tampil apik setelah menjadi runner-up up di bawah tuan rumah Qatar.
Di babak delapan besar, Indonesia bersua Korea Selatan. Dengan hasil dramatis, Indonesia lolos ke semifinal dan untuk pertama kalinya, Korea Selatan tidak tampil di Olimpiade.
Sebaliknya, kans Indonesia tampil di Olimpiade Paris terbuka lebar. Hanya saja, Indonesia gagal memanfaatkan semua peluang yang ada.
Laga ke-50
Setelah Piala Asia, Kualifikasi Piala Dunia 2026 menjadi ajang internasional berikutnya bagi STY. Sama seperti sebelumnya, Indonesia memulainya dengan laga play off lebih dulu melawan Brunei Darussalam.
Di Putaran Kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia tergabung di Grup F bersama Irak, Vietnam, dan Filipina.
Laga pertama Indonesia tidak mudah. Bertandang ke Irak, Indonesia kalah dengan skor mencolok 5-1. Setelah itu, Indonesia hanya bisa menahan imbang Filipina dengan skor 1-1.
Dengan bergabungnya sejumlah pemain anyar seperti Ragnar Oratmangoen, Jay Idzes, dan Thom Haye, STY mendapat amunisi tambahan. Hasilnya Indonesia berhasil menang atas Vietnam dua kali.
Di GBK Indonesia menang dengan skor tipis 1-0 dan dikandang Vietnam menang dengan skor 3-0. Kemenangan atas Vietnam itu terasa spesial. Pertama, STY kesulitan menang dari Vietnam dan kini telah menang tiga kemenangan beruntun.
Kedua, skor 3-0 mengulangi capaian tahun 2004 silam. Artinya, hampir dua dekade Indonesia tidak pernah menang di kandang Vietnam. Puncaknya adalah saat menang atas Filipina di GBK dengan skor 2-0.
Dengan hasil itu, Indonesia mengoleksi 10 poin dan menjadi runner-up di bawah Irak. Otomatis, tiket Piala Asia 2027 sudah di tangan. Jika dulu untuk bisa main di Piala Asia harus berdarah-darah lebih dulu mulai dari play off hingga kualifikasi. Saat ini tidak, hal tersebut sudah bisa dilewati.
Lolos ke Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 adalah pertama kali bagi Indonesia. Lebih mengejutkannya lagi, dari 18 tim di putaran ketiga, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang harus bermain play off lebih dulu.
Dua laga awal sudah cukup membuktikan bahwa Indonesia menjadi kuda hitam di Grup C. Menahan imbang Arab Saudi di kandang sendiri dan Australia di GBK tentu capaian luar biasa. Hal itu karena dua negara tersebut rutin bermain di Piala Dunia sehingga level permainan mereka di atas kita. Tapi, hasil di lapangan berbeda.
Dengan dua hasil itu, finish di posisi empat kian realistis. Kuncinya adalah laga melawan Bahrain dan China. Khusus saat melawan Bahrain, ini akan menjadi kaga ke-50 bagi STY bersama Timnas Indonesia.
Dari 49 penampilan, STY mencatatkan 24 kali kemenangan, 13 kali imbang, dan 11 kali kalah.
Secara historis, Indonesia tidak begitu bagus saat bertemu Bahrain. Kemenangan terakhir Indonesia terjadi di Piala Asia 2007 lalu. Sudah 17 tahun Indonesia tidak pernah menang dari Bahrain.
Tentu yang akan selalu diingat adalah saat Indonesia dibantai 10-0. Publik berharap tangan dingin STY bisa membawa perubahan. Hal yang sebelumnya sulit dilakukan bisa terjadi oleh STY. Dan itu terjadi beberapa kali.
Apalagi, saat ini ada dua amunisi baru yaitu Mees Hilgers dan Eliano Reijnders. Dengan adanya dua pemain serba bisa itu, publik berharap STY bisa membawa pulang poin. Laga ke-50 nanti bisa menjadi catatan bagi STY jika berhasil mencuri poin dari Bahrain. Hal itu karena sejak 2007 Indonesia selalu kalah dari Bahrain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H