Sementara PKB mengusung Luluk Nur Hamidah, ia maju bersama sesama kader di partainya, Lukmanul Khakim. Keduanya merupakan anggota DPR RI dari Fraksi PKB. Pasangan ini hanya diajukan oleh PKB karena telah memenuhi syarat untuk mengajukan sendiri.
Sementara PDIP mengusung Tri Rismaharini yang menjabat sebagai Menteri Sosial ditemani oleh Zahrul Azhar Asumta atau dikenal  Gus Hans. Pasangan ini diusung oleh PDIP yang juga dapat mencalonkan cakada mereka sendirian di Jatim.
Ketiganya memiliki latar belakang menarik baik di legislatif maupun pemerintahan. Khofifah merupakan gubernur Jawa Timur periode sebelumnya.
Sementara Luluk, ia merupakan anggota DPR RI Fraksi PKB. Kiprah Risma sendiri tak kalah mentereng. Ia pernah menjabat sebagai Wali Kota Surabaya dan menjabat sebagai Menteri Sosial.
Fenomena tiga srikandi bertarung di pilgub menjadi momentum penting bagi partai untuk mendorong kepemimpinan di kalangan perempuan yang jarang tersorot. Pilgub Jatim menjadi momentum bahwa perempuan mampu dan bisa berkontestasi di ranah kepemimpinan.
Selain itu, ketiganya merupakan kader partai yang telah lama berkecimpung di dunia politik. Ini menunjukkan bahwa partai bisa mengajukan calon pemimpin di internal sendiri alias kaderisasi partai bejalan dengan baik.Â
Tentu yang paling menarik adalah Jawa Timur sangat erat dengan kultur Islam terutama nahdliyin. Seperti yang kita ketahui, terkadang agama dijadikan alasan bahwa perempuan tidak cocok menjadi pemimpin. Akan tetapi dengan adanya pilgub kali ini stigma itu hilang.
Maka perebutan suara kaum nahdliyin akan menarik. Apalagi ketiganya memiliki latar belakang NU yang cukup kuat. Khofifah sejak kuliah aktif di organisasi Mahasiswa Muslimat NU.
Sementara Luluk aktif sebagai kader PKB yang ada keterkaitan dengan NU. Ia juga lahir di Jombang yang menjadi basis besar NU. Risma sendiri disebut memiliki garis darah dengan Mbah Jayadi kyai sepuh NU.
Di sisi lain, fenomena tiga srikandi di Pilgub Jawa Timur kali ini menunjukkan adanya kemoderatan berpolitik. Kini kepemimpinan menjadi lebih inklusif dan siapa saja bisa bertarung termasuk perempuan.
Representasi Perempuan di Dunia PolitikÂ
Keterwakilan perempuan di dunia politik harus terus diakomodir. Hal itu karena selama ini perempuan selalu dianggap warga kelas dua. Selain itu, budaya patriarki masih cukup mengakar sehingga sulit bagi perempuan untuk setara dengan lelaki.