Kompetisi sepak bola di Eropa, termasuk di Indonesia tengah libur untuk memasuki musim baru. Setelah libur kompetisi, tentu yang paling ditunggu adalah bursa transfer pemain dan pelatih.Â
Hal yang lumrah bagi sebuah tim melepas atau merekrut pemain. Tentu hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan tim.
Dengan adanya pemain baru yang masuk, dibutuhkan waktu untuk membangun tim yang kuat. Umumnya untuk membangun tim tersebut klub-klub melakukan laga uji coba.Â
Laga uji coba sangat penting untuk melihat kesiapan pemain. Di sisi lain, uji coba menjadi penting bagi pelatih untuk membuat pakem permainan. Akan tetapi, laga pramusim yang biasanya diserahkan kepada klub, justru berubah menjadi format turnamen yang cukup bergengsi.Â
Turnamen tersebut tiada lain adalah Piala Presiden 2024. Piala Presiden digelar dari 19 Juli-4 Agustus 2024. Piala Presiden dibagi ke dalam dua grup di mana Bandung dan Bali ditunjuk sebagai tuan rumah.Â
Salah kaprah
Piala Presiden hadir di tengah-tengah kehausan publik akan kompetisi sepak bola. Saat itu, Indonesia disanksi FIFA akibat dualisme kepengurusan PSSI.Â
Imbasnya, kompetisi liga terhenti. Begitu juga dengan timnas. Publik saat itu haus akan turnamen sepak bola. Di tengah itu, muncul gagasan untuk membuat sebuah turnamen yang bernama Piala Presiden pada tahun 2015 sekaligus menjadi edisi pertama.Â
Saat itu, Persib keluar sebagai juara. Di final yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno, Persib menang 2-0 atas Sriwikaya FC.Â
Pada tahun 2016, Piala Presiden tidak digelar karena saat itu ada turnamen Indonesian Soccer Championship satu musim penuh. Setelah bebas dari sanksi FIFA, Piala Presiden kembali digelar tahun 2017.
Setidaknya, hingga tahun 2022 Piala Presiden rutin digelar sebagai turnamen pramusim. Hanya pada tahun 2023 saja turnamen ini batal digelar. Kini, tahun 2024, Piala Presiden kembali digelar yang rencananya 19 Juli hingga 4 Agustus.Â
Layaknya sebuah kompetisi mayor, meski bertajug laga pramusim, Piala Presiden memiliki opening ceremony setiap gelarannya. Tentu ini sangat melenceng dari esensi laga pramusim.Â
Tensi pun tinggi. Klub dituntut untuk juara dan menampilkan permainan terbaik. Padahal, kompetisi sebenarnya adalah Liga 1. Pelatih dituntut untuk menampilkan permainan apik demi gelar turnamen pramusim ini.Â
Padahal, laga pramusim menjadi ajang bagus untuk uji coba taktik baru atau meningkatkan kebugaran pemain. Karena salah memaknai laga pramusim, klub bermain all out dengan menurunkan pemain terbaiknya.
Tak jarang, klub yang juara di Piala Presiden justru melemlem di liga seperti kehabisan bensin. Selain itu, pemain inti yang diproyeksikan untuk liga justru mengalami cedera. Tentu faktor tersebut yang membuat peforma klub menurun di kompetisi yang sesungguhnya.Â
Apalagi, ada usulan aneh untuk Piala Presiden kali ini. Erick Thohir selaku Ketua PSSI meminta setiap klub untuk menurunkan pemain berlabel timnas.Â
Jika demikian, maka laga pramusim ini bukan lagi jadi ajang uji coba tapi sudah adu gengsi. Padahal seperti yang sudah diulas di atas, laga pramusim menjadi ajang yang tepat untuk mencoba pemain baru yang baru bergabung untuk membangun koneksi dengan tim.Â
Ditambah lagi, selain mendapt tropi, hadiah Piala Presiden cukup banyak yaitu Rp. 5 miliar untuk tahun ini. Hadiah itu dua kali lebih besar dari hadiah juara Liga 1 musim lalu sebesar Rp. 2.5 miliar.Â
Dengan adanya opening ceremony, kewajiban memainkan pemain berlabel timnas, dan hadiah menggiurkan, tentu Piala Presiden bukan lagi menjadi ajang pramusim. Tapi menjadi turnamen yang penuh gengsi.Â
Piala IndonesiaÂ
Daripada menghidupkan Piala Presiden yang hanya diikuti oleh klub Liga 1, alangkah lebih baiknya jika PSSI bisa menghidupkan kembali Piala Indonesia yang sudah mati sejak tahun 2019 lalu.Â
Tentu Piala Indonesia masuk ke dalam turnamen resmi di bawah Liga 1. Dengan demikian, kompetisi sepak bola jadi lebih beragam yaitu adanya Liga dan Piala Indonesia.Â
Di Eropa, hal ini lumrah. Misalnya di Inggris. Selain Liga Inggris, ada kompetisi lain seperti FA Cup dan Carabao Cup yang masih satu rankaian dengan liga.Â
Dengan adanya kompetisi beragam seperti itu, maka akan banyak kesempatan bagi pemain untuk mendapatkan menit bermain.Â
Misalnya, saat ini di Liga 1 ada kewajiban klub untuk memainkan pemain muda selama 45 menit. Bagi saya hal itu bagus. Akan tetapi, jauh lebih baik jika ada kompetisi seperti Piala Indonesia yang mana pelatih bisa memainkan pemain muda di sana.
Adanya Piala Indonesia menjadi ajang yang pas bagi pelatih untuk merotasi pemain. Bayangkan saja, dengan hanya ada satu kompetisi, maka pemain inti akan sangat diandalkan sementara pemain lain butuh menit bermain.Â
Jika pemain inti cedera, akan sulit bagi pelatih untuk menentukan pilihan pemain lagi. Belum lagi, saat ini ada regulasi 8 pemain asing. Meski hanya dimainkan 6 pemain dalam laga resmi, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dua sisanya akan main sebagai pemain pengganti.Â
Imbasnya adalah pemain lokal tergerus menit bermainnya. Akan berbeda jika kompetisi tidak hanya Liga 1. Baik pemain muda atau pemain lokal akan mendapat menit bermain. Pelatih pun tentu tak akan ambil resiko dalam memilih pemain, utamanya di liga.Â
Untuk itu, agar pemain muda dan lokal mendapat menit bermain, maka harus ada kompetisi lain selain liga. Selain itu, Piala Indonesia menjadi ajang yang bagus karena tidak hanya diikuti oleh klub Liga 1, tapi Liga 2.
Secara di atas kertas, klub Liga 1 pasti unggul ketika bertemu. Nah, pada momen inilah pelatih bisa menurunkan pemain lain termasuk pemain muda dan lokal guna merotasi pemain.Â
Menurut hemat penulis, daripada Piala Presiden yang hanya diikuti oleh klub Liga 1 saja. Sebaiknya PT LIB menghidupkan kembali Piala Indonesia yang sudah mati sejak tahun 2019.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H